Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Alibi karangan pembunuh remaja

Mengaku dirangsang adegan di televisi, dua remaja membunuh secara sadistis. lalu mereka karang cerita bertopeng ninja agar terbebas diburu polisi. bagaimana latar belakang mereka?

1 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAFSU untuk membunuh bukan hanya milik orang dewasa. Itulah ulah Tantyo dan Iwan keduanya bukan nama asli. Tantyo, 15 tahun, menghabisi Timbrung, 12 tahun, karena menolak dikencani. Sebelum ini, mereka sudah sering bercinta. Keduanya tinggal di Desa Jatikuwung, Karanganyar, Jawa Tengah. Ayah Timbrung mandor bangunan di Semarang. Ia dua minggu sekali pulang. Ibu Timbrung berdagang sayur di Solo pergi subuh pulang petang. Rumah itu, pada siang hari, hanya dihuni Timbrung dan adiknya, Sukrisni, 10 tahun. Mayat Timbrung ditemukan Sukrisni di dapur, Kamis siang awal Desember lalu. Hidungnya berdarah. Sukrisni menjerit minta tolong. Visum menyebutkan, selaput dara murid kelas V SD itu sudah robek lama. "Ada kemungkinan, jauh sebelum meninggal, korban telah berhubungan seks," kata Letnan Kolonel J.J. Sitompul, Kapolres Karanganyar. Tantyo dicurigai karena ada saksi yang melihat murid kelas II SMP itu memasuki rumah korban. Ia ditangkap dua hari kemudian. Tapi, remaja pendek kekar ini katanya tak tahu-menahu soal kematian itu. Ketika kejadian, ia mengaku sedang menanak nasi di rumah. Sehari disel, Tantyo dibebaskan. Pada 13 Desember lalu, ia diciduk lagi. Ada saksi lain melihat Tantyo memasuki rumah korban, sebelum Timbrung tewas. "Ia kecil tapi pintar bikin alibi," kata J.J. Sitompul. Berdasar bukti itu, akhirnya ia mengaku membunuh Timbrung. "Saya jengkel dan bingung memikirkan masa depan saya," katanya. Hampir tiap malam, Tantyo, anak sulung janda Saliyem ini, nonton televisi di rumah korban. Adegan-adegan TV yang rada syur terekam ke dalam benaknya. Nafsu Tantyo bergejolak lantaran saat menonton, Timbrung tak bercelana dalam. Dan ketika ia mengajak kencan, Timbrung menyambutnya. Sejak itu, enam bulan lalu, mereka sudah berperilaku seperti suami-istri. Tapi dua pekan sebelum tewas, Timbrung menolak dikencani. "Setelah subuh saja. Simbok ke pasar, dan adik saya masih tidur," kata Timbrung seperti dituturkan Tantyo. Begitu ia menagih janji, Timbrung ngumpet di kamarnya. Tantyo jengkel. Puncaknya pada 2 Desember lalu. Saat itu, Tantyo bersembunyi di dapur. Begitu melihat Timbrung masuk rumah, lalu ia mendekatinya dan membisiki ucapan untuk bercinta. Timbrung disergapnya sebelum lari. Mulutnya dibungkam. Lehernya dicekik. Saat gadis hitam manis ini terkulai di tanah, lehernya diinjak. Tewas. Tantyo lalu pulang ke rumahnya, menanak nasi. Warga desa riuh setelah mayat Timbrung ditemukan. "Tantyo itu luar biasa. Habis membunuh, kok nggak punya perasaan berdosa, apalagi panik. Ditinggalkannya mayat korban begitu saja, lalu ia pulang makan sekenyangnya," kata J.J. Sitompul. Remaja yang berbuat sadistis lain adalah Iwan. Pelajar kelas I SMP PGRI di Cluring, Banyuwangi, berusia 16 tahun. Selesai membunuh Siti Masringah, 30 tahun, ia mengarang cerita. Kepada polisi ia bercerita pembunuhan pada 29 November di Desa Tampo, Cluring, itu diketahuinya dari atas pohon kelapa yang sedang dipanjat. "Pembunuhnya bertopeng ala ninja," kata Iwan. Untuk menyelamatkan Masringah, menurut Iwan, tangannya sampai tergores pisau penyerang. Polisi mengembangkan info tadi. Tapi, seminggu diburu tanpa hasil. Polisi lalu melupakan cerita ini, dan balik mencurigai anak bertubuh kecil itu sebagai pelaku. "Ketika ditanya polisi, ia stres," kata Letnan Kolonel Bambang Sutrisno, Kapolres Banyuwangi, kepada K. Chandra Negara dari TEMPO. Selain itu, karena Iwan tak mau menjawab pertanyaan polisi, lalu polisi minta bantuan Kiai Socheh di Desa Tampo. Benar, ternyata ketika dalam pelukan kiai itu, Iwan mengaku membunuh Masringah. "Masringah kerap menyuruh saya tanpa pernah memberi duit," katanya kepada penyidik. Luka di tangannya sengaja dibuat untuk mengelabui polisi. Bisa saja pengakuan itu karangan. "Kami curiga adanya motif seks dalam pembunuhan ini," kata Bambang. Kecurigaan ini muncul melihat kebiasaan tersangka yang acap menggoda cewek dan suka masturbasi. Kabarnya, ia terangsang adegan di TV. Kini, Iwan intensif diperiksa polisi, sambil dilakukan rekonstruksi. Mula-mula Iwan mengendap-endap di samping rumah korban. Begitu suami korban, Mastur, pergi kerja, dan anak tunggal korban, Luluk, sudah ke sekolah (TK), dan ibu Mastur juga pergi, Iwan mulai beraksi. Ia menunggu di dekat sumur dengan pisau terselip di pinggangnya. Ketika wanita gemuk pendek berkulit putih itu ke sumur, Iwan melemparkan sekepal batu. Buk. Punggungnya kena. "Iwan, saya kan nggak salah apa-apa," kata Masringah. Iwan mendekat, menjambak rambutnya, lalu menyeretnya ke kamar mandi. Di sana, Masringah ditendangnya hingga jatuh tertelentang, dan perutnya ditusuk dua kali dengan pisau. Masringah menjerit. Iwan tak peduli. Ia lebih sadistis. Pisau itu digorokkan ke leher korban. Muka korban disayat-sayat. Lalu ia ke sungai untuk merendam bajunya yang berlumur darah. Pisaunya dibuang ke lubang sampah. Setelah itu ia berteriak, seolah ada pembunuh bertopeng ninja. Suami korban, Mastur, tak menyangka Iwan membunuh istrinya. "Kami kasihan, ia anak yatim," katanya. Pada usia 10 tahun, Iwan ditinggal mati ayahnya. Ibunya menikah lagi dan menetap di Sumatera. Iwan tinggal bersama kakaknya, Pudji, yang sudah berkeluarga. Pudji pasrah. "Kalau bersalah, terserah dia mau diapakan," katanya.Widi Yarmanto dan Heddy Lugito (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum