Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Angsana Yang Mengempis

Tertuduh askari bin mudrawisastra, bekas lurah angsana dihukum 1 th, lepas dari tuduhan. sedang pelapornya achmad djaya di sebut telah memberi keterangan palsu.

26 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA pengadilan meletakkan tertuduh Askari bin Mudrawisastra, bekas Lurah Angsana, di atas angin. Beberapa menit sebelum menjatuhkan vonisnya, Pengadilan Negeri Pandeglang yang dipimpin Hakim Soehoedi Soerjodiputro, pada sidang ke-26 yang jatuh pertengahan bulan ini, sudah menunjukkan tanda-tandanya. Dua buah penetapan dibacakan. Yang pertama, dengan alasan "tak lagi dipandang perlu", tertuduh dilepaskan dari penahanan sementara. Lalu saksi Achmad Djaja bin Mardja, pensiunan guru yang mulai membongkar kasus ini oleh hakim diduga berat telah memberikan keterangan palsu. Selanjutnya adalah uraian majelis hakim yang membuat terdakwa enak duduk di kursinya. Semua tuduhan Jaksa J.R. Simamora, yang berkenaan dengan kejahatan korupsi, berguguran. Hakim berpendapat tuntutan jaksa, yang meminta agar Askari dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 3 juta, tidak cukup beralasan. Sebab pengadilan menilai jaksa tak bisa membuktikan ke-6 tuduhannya. Seperti: menggelapkan dana bantuan Presiden dan swadaya masyarakat (untuk pembangunan gedung sekolah), memungut uang dari rakyat seenaknya, merampas tanah orang, menggelapkan surat-surat tanah, menjadi pemborong bangunan (sementara ia adalah pejabat pengawas proyek) dan memberikan sogok kepada pejabat atasannya. Gedung SD Inpres yang dipersoalkan jaksa, menurut hakim, terbukti telah selesai dibangun dan sudah pula dimanfaatkan. Jika benar tuduhan jaksa, dananya digelapkan tertuduh, hakim mempertanyakan lalu gerangan siapa dermawan yang menyumbang? Jaksa Pancasila Memungut uang dari rakyat menurut hakim memang bisa disebut "pungli". Tapi "sumbangan" yang dikumpulkan masyarakat untuk membantu calon haji, lanjut hakim, secara tradisional wajar saja. Dan.begitulah yang terjadi di Angsana. Apalagi para saksi menyatakan sumbangannya kepada lurahnya (waktu itu), seperti dinilai hakim, "diberikan secara sukarela--ridho." Pun soal perampasan tanah tak terlihat oleh hakim. Yang dilakukan Askari, pensiunan polisi yang menjabat lurah di Angsana hampir 16 tahun (mulai 1963 sampai berhenti 1979), adalah menjalankan wewenang distribusi penggunaan tanah garapan. Dan semuanya, nilai hakim, berjalan cukup tertib. Yang kurang dilakukan oleh Pak Lurah, yang menyandang beberapa tanda jasa, hanyalah memberi penerangan kepada rakyatnya yang merasa tanahnya terampas. Adapun tanah garapan Achmad Djaja, menurut hakim, ternyata tidak dirampas oleh tertuduh. Dari peninjauannya ke Angsana, 19 Maret lalu (yang aneh waktu itu jaksa dan Achmad Djaja sendiri tidak hadir), majelis hakim berkesimpulan: sawah dengan padinya yang telah menguning masih tetap dikuasai oleh pemiliknya. Karena itu hakim menghendaki agar Achmad, yang pernah membawa beberapa warga Angsana membeberkan perihal lurah mereka ke DPR-RI di Jakarta (TEMPO, Nasional, 21 April 1979), diperiksa sebagai saksi palsu. Satu-satunya kait jaksa yang mengena adalah tuduhan menggelapkan atau menghilangkan surat tanah milik penduduk. Yaitu milik saksi Encun dan Sawira. Itu saja untuk hukuman 1 tahun penjara yang diputuskan hakim. Apa kata jaksa? "Maunya sih naik banding," ujar Jaksa Simamora. "Tapi sebagai "jaksa Pancasila" saya harus konsultasi kepada atasan lebih dulu . . . " Para pembela dari BPKH (Badan Pembelaan dan Konsultasi Hukum) MKGR, seperti dikatakan Tjut Megabudiman, mungkin akan menerima saja keputusan hakim yang dianggapnya cukup memuaskan. Sebab perkara Angsana, seperti dikatakan dalam pembelaannya, ternyata tidak sebesar seperti digemparkan atau digembar-gemborkan. "Setelah sidang berjalan," kata Megabudiman, "kasus ini ternyata jadi mengempis . . . "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus