Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Apa dan siapa saja yang korupsi

Kritik oemar seno adji tentang pelaksanaan undang-undang anti korupsi juga untuk kalangan swasta, pada simposium yang diselenggarakan persahi di hotel kartika chandra. (hk)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SI Raja Kayu Jos Soetomo resmi ditahan Kejaksaan Agung. Ada yang mengaitkan penahanan itu dengan persaingan dagang. Sumber lain menyebutkan penahanan itu justru karena campur tangan seorang pejabat tinggi negara yang tak setuju pengusaha itu diusut. Tapi dari semua itu yang pasti penahanan Jos Soetomo karena tuduhan berat: korupsi. Jos dituduh memanipulasikan pajak perusahaannya sehingga negara dirugikan Rp 6 milyar. Tuduhan itu masih harus dibuktikan. Yang jelas penggunaan undang-undang tentang kejahatan korupsi untuk kalangan swasta dan untuk perbuatan-perbuatan seperti kasus pajak itu mengundang kritik. Kali ini kritik muncul dari Prof. Oemar Seno Adji, yang punya andil besar ketika undang-undang no. 3/1971 itu ditelurkan. "Tidak ada maksud semula untuk menggiring perbuatan pidana lain ke dalam delik korusi itu," ujar Oemar Seno Adji, memberikan prasaran pada simposium yang diselenggarakan Persahi (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia) di Hotel Kartika Chandra, dua pekan lalu. Guru besar FHUI itu melihat pelaksanaan undang-undang antikorupsi itu sudah diperluas dari maksud pembuat undang-undang. Misalnya tampak dalam kasus Pluit dengan tertuduh Endang Wijaya, kasus penyelundupan, dan terakhir kasus manipulasi pajak. "Ada kecenderungan memaksakan pelanggaran peraturan pidana lain ke dalam lingkungan korupsi," ujar Seno Adji. Padahal, katanya, ada peraturan pidana lain untuk masing-masing, seperti peraturan perpajakan dan pidana ekonomi. Bekas ketua mahkamah agung itu memang tidak sepenuhnya menyalahkan pelaksana hukum - khususnya kejaksaan. "Rumusan pasal itu membuka peluang untuk ditafsirkan secara luas," katanya. Tapi profesor itu tidak bisa menerima kalau penafsiran itu sampai tidak terkendali. Misalnya, menurut Seno Adji, subyek untuk undang-undang korupsi itu jelas: Walaupun dalam perumusan pasal I ayat I sub a dalam undang-undang itu disebutkan "barang siapa", dalam penjelasannya jelas ditunjuk subyeknya, pegawai 'negeri. "Maksud kami mengeluarkan undang-undang itu dulunya juga untuk pegawai negeri saja," ujar Seno Adji kepada TEMPO. Sebab itu, tindakan jaksa menggiring swasta dengan undang-undang itu sangat disesalkan. Perumusan unsur-unsur lain dalam pasal itu, seperti "melawan hukum" dan "memperkaya diri sendiri", tidak disetujui Seno Adji jika ditafsirkan untuk segala macam kasus yang sudah diatur dalam perundang-undangan yang khusus. "Jelas pasal itu tidak bisa dipakai untuk pelanggaran pajak, karena untuk itu sudah ada undang-undang perpajakan," kata Seno Adji. Begitu pula tentang "memperkaya diri sendiri". Banyak jaksa, menurut Seno Adji, yang mengartikan unsur itu dengan terjadinya tambahan kekayaan atau perubahan cara hidup seorang tertuduh. Padahal, dalam penjelasan undang-undang itu, menurut Seno Adji, disebutkan bahwa atas perintah hakim, seorang terdakwa diwajibkan memberikan keterangan atas tambahan kekayaannya. Dan tambahan kekayaan itu, menurut guru besar itu.lagi, harus dibuktikan pula oleh jaksa dan hakim di persidangan. Kritik-kritik Seno Adji itu mendapat sambutan hangat dari peserta simposium itu. Banyak yang seolah baru tersadar, tindakan kejaksaan selama ini membabat pihak swasta sebagai suatu kesalahan. "Jangan-jangan jaksa mencari gampangnya saja agar mudah membuktikan tuduhannya," kata seorang peserta. Yang pasti, jika tidak menggunakan undang-undang dan acara khusus seperti undang-undang antikorupsi itu, jaksa tidak berwenang lagi mengusut kasus-kasus seperti Jos Soetomo itu. Jaksa Agung Ismail Saleh belum berkomentar atas kritik Seno Adji. Tapi seorang staf ahli Kejaksaan Agung yang jadi pembahas di simposium itu, Sadili Sastrawidjaja, tidak dapat menerima sepenuhnya pendapat Seno Adji. "Jika memang maksud undang-undang itu hanya untuk pegawai negeri, tentulah tidak sulit bagi pembuat undang-undang untuk mengganti istilah barang siapa menjadi pegawai negeri saja," ujar Sadili. Jaksa senior itu tidak melihat dalam perumusan pasal perundang-undangan itu kata "barang siapa" dikaitkan dengan jabatan atau kedudukan seseorang sebagai pegawai negeri. Sadili, bekas jaksa agung muda bidang operasi, juga tidak melihat batasan bahwa delik korupsi itu hanya dapat dilakukan pegawai negeri. Simposium itu memang tidak menyimpulkan sesuatu. Tapi, persoalan kasus apa saja dan siapa saja yang bisa terjaring undang-undang antikorupsi memang sudah lama jadi soal di persidangan. Beberapa penyelundup yang diajukan kejaksaan ke pengadilan dengan tuduhan subversi dan korupsi ada yang bebas dan ada yang terjirat. (TEMPO, 28 Januari 1980). Anehnya, hakim yang sama bisa memutuskan kasus penyelundupan dengan penafsiran yang bertentangan. Kasus penyelundup tekstil terbesar dalam perkara "902", Liem Keng Eng (almarhum) dan adiknya Liem Keng Yan, misalnya, dibebaskan Pengadilan Tinggi Jakarta karena tidak terbukti korupsi. Alasan hakim waktu itu, kedua pengusaha EMKL itu tidak termasuk subyek dari tindak pidana korupsi seperti yang dimaksud undang-undang antikorupsi. Sebelumnya (waktu itu) ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Soemadijono, menganggap kedua orang itu terbukti subversi dan korupsi. Tapi, ketika jaksa menuntut korupsi dan subversi untuk direksi PT Insan Apollo, penyalur sepeda motor Kawasaki, yang juga dituduh menyelundup, Soemadijono tidak menerimanya. Orang-orang Insan Apollo itu hanya terkena pidana ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus