Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama
palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat,
maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk
orang supaya memberikan sesuatu BARANG, membuat utang, atau
menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan .....
(Pasal 378 KUHP)
HUBUNGAN" di luar nikah antara pria dan wanita dewasa, yang
selama ini tidak terjangkau hukum, kini dipersoalkan. Ketua
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Bismar Siregar, menghukum
Martua Radja Sidabutar yang dianggap telah menipu Katarina Boru
Siahaan tiga tahun penjara. Tapi putusan itu sesungguhnya,
menurut Bismar, "Saya tujukan kepada semua lelaki hidung belang
... saya mau menghajar lelaki gombal semacam itu." Bismar, sejak
menjabat ketua pengadilan negeri di Jakarta, memang dikenal
dengan putusan-putusannya yang kontroversial.
Putusan Bismar kali ini pun, Agustus lalu, sampai pekan lalu
masih menghebohkan kalangan ahli hukum. Sebab, Bismar telah
menafsirkan salah satu unsur pasal penipuan (378 KUHP) menjadi
lebih luas: pengertian "barang" tidak hanya sekadar benda
bergerak dan tidak bergerak. "Wanita yang menyerahkan
kehormatannya sama dengan menyerahkan benda atau barang," ujar
Bismar kepada TEMPO. Alasaanya, sesuatu yang melekat pada diri
seseorang juga termasuk dalam pengertian "barang". Kebetulan
pula dalam bahasa Tapanuli, kehormatan wanita disebut bonda,
yang artinya juga barang.
Soal yang kemudian menjadi pembicaraan hangat ini bermula dari
urusan cinta antara gadis Katarina, 21 tahun, dan Radja
Sidabutar, 48 tahun. Radja Sidabutar dituduh berbuat mesum
dengan Katarina di tempat peristirahatan, Bandar Baru, Medan.
Perbuatan itu, menurut jaksa, dilakukan Sidabutar dengan
membujuk akan menikahi Katarina dan pengakuan bahwa ia masih
berstatus jejaka. Hakim, yang mengadili perkara itu pada 1980,
Humla Simanjuntak, menghukum Sidabutar tiga bulan dengan masa
percobaan, karena terbukti berbuat mesum dengan gadis di bawah
umur (Pasal 293 KUHP).
Bismar Siregar, yang memeriksa perkara itu di peradilan banding,
menolak putusan Simanjuntak. Menurut Bismar, salah satu unsur
pasal 293 KUHP, yaitu si wanita harus di bawah umur, tidak
terpenuhi. Sebab, Katarina waktu itu berusia lebih dari 18
tahun. Tapi Bismar tidak melepaskan Sidabutar dari tuntutan
hukum. Bismar Siregar malah lalu menjatuhkan hukuman lebih
berat, karena menganggap tuduhan pengganti, yaitu penipuan,
terbukti dilakukan laki-laki itu.
Hakim tinggi itu menilai semua unsur dalam pasal penipuan
dipenuhi perbuatan Sidabutar. Unsur melawan hukum, misalnya,
terpenuhi. "Jelas ia sudah beristri dan karena ia beragama
Kristen, menurut hukum, ia tidak bisa kawin lagi," ujar Bismar.
Dan Sidabutar, katanya, justru masih menjanjikan akan kawin
dengan wanita itu. Tapi yang lebih menarik adalah terbuktinya
unsur "barang" pada kasus itu. Menurut Bismar, kini pengertian
barang tidak lagi terbatas pada benda berwujud, tapi juga jasa.
Sidabutar, menurut Bismar, terbukti telah mendapat "jasa" dari
wanita itu.
Penafsiran semacam itu dituding Rusdi Nurima, pengacara Jakarta,
sebagai menghilangkan kepastian hukum. "Jika semua hakim
dibolehkan membuat bermacam-macam penafsiran, maka hukum itu
cukup diatur dengan satu undang-undang dan satu pasal saja,"
ujar Rusdi Nurima. Perluasan tafsir hukum, menurut Rusdi, harus
tetap menjamin kepastian hukum. Rusdi khawatir, putusan Bismar
yang dinilainya melampaui kewenangannya itu kelak bisa
dimanfaatkan wanita-wanita yang beritikad buruk: untuk memeras
laki-laki. "Misalnya, si wanita sengaja menyerahkan diri, lalu
memeras laki-laki yang menggaulinya," ujar Rusdi.
Kritik Pengacara Otto C. Kaligis bernada sama. Penafsiran Bismar
terhadap unsur "barang" di dalam pasal penipuan itu, menurut
Kaligis, tidak memperhitungkan akibat hukum yang lebih jauh.
Pasal itu, menurut Kaligis, muncul akibat banyaknya penipuan di
pasar loak di Negeri Belanda pada abad XVIII. "Barang yang jadi
obyek dalam kasus penipuan itu dapat disita sebagai barang
bukti. Lha, dalam kasus yang ditangani Bismar itu, apanya yang
harus disita?" kata Kaligis sambil ketawa. Dan, ditambahkannya,
jika mau konsekuen, bila kehormatan wanita termasuk "barang",
berarti "barang itu sah dijualbelikan, disewakan, bahkan jadi
obyek percaloan. "Jadi, tidak pada tempatnya analogi Bismar itu
diteruskan," ujar Kaligis.
Kaligis juga memperhatikan soal lain: Dalam kasus hubungan luar
nikah, bukan tidak mungkin pihak laki-laki yang jadi korban,
ditinggal pergi pihak wanita. "Bukankah ada laki-laki sampai
gantung diri karena ditinggal kawin si wanita - jadi wanita bisa
dituntut juga, dong," ujar Kaligis lagi.
Komentar Sidabutar sendiri tak kurang pula sengitnya. "Saya akan
kasasi ke Mahkamah Agung. Mudah-mudahan Mahkamah Agung melihat
Bismar itu orang yang macam-macam," ucap Sidabutar, ayah 4 anak.
Ia membantah keras telah menipu Katarina. "Justru dia yang
menjebak saya," kata Sidabutar.
Bismar tidak bergeming. "Reaksi itu penting sebagai bahan -
apakah putusan saya sudah benar atau tidak. Karena itu, saya
berterima kasih atas reaksi itu," ujarnya. Persoalannya, menurut
Bismar, ia menempatkan hukum dan keadilan itu dalam proporsi
yang sebenarnya. "Bukan hanya keadilan hukum atau formal, tapi
keadilan yang sesuai dengan perasaan hukum dan rasa keadilan,"
katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini