TALISO Goa muncul dari balik jeruji besi, langkahnya
terhuyung-huyung, menyambut Onan Purba, tamunya dari LBH, dengan
ratapan, "Tolonglah kami, Pak ... bukan kami yang membunuhnya."
Salah seorang anaknya yang sama-sama menjalam hukuman, Sudarso
Goa, menambahi, "Benar, Pak, pembunuh yang sebenarnya,
Taliruddin Lao Iy, orangnya juga ada di LP ini."
Taliruddin, yang disebut kedua orang itu, mengangguk
membenarkan, "Benar, saya lah yang membunuh bersama Buala
Halawa." Selama ini tutur Taliruddin, ia takut mengaku membunuh
seorang nelayan bernama Tamajis Zoga. "Karena diancam Bua la,"
kata Taliruddin, yang ketika peristiwa pembunuhan terjadi, 1980,
masih berusia 1 tahun.
Kasus "salah hukum", yang pernah dialami Sengkon dan Karta
tiga tahun lalu, kini muncul lagi. Kasus Sengkon dan Karta
merupakan kasus salah hukum yang pertama ditemukan di Indonesia.
Kedua petani Bekasi, Jawa Barat, itu telanjur dihukum karena
dianggap terbukti merampok. Tapi, setelah mereka menjalani
hukuman selama 6 tahun, pelaku perampokan yang diikuti
pembunuhan yang sebenarnya terbukti adalah Gunel. Mahkamah Agung
terpaksa menghidupkan lembaga peninjauan kembali keputusan
pengadilan yang sudah mendapat kekuatan pasti, herziening. Kedua
korban salah hukum itu pun dibebaskan (TEMPO 13 Desember 1980).
Akan halnya Taliso, sudah hampir 4 tahun menjalani hukuman
bersama dua orang anaknya, Sudarso dan (almarhum) Arsoki. Mereka
dihukum bersama Taliruddin sebagai pelaku pembunuhan terhadap
Tamajiso.
Peristiwa buruk yang menimpa keluarga Goa yang berasal dari Nias
itu bermula ketika mayat Tamajiso terdampar di Pantai Muara
Singkil, Kecamatan Lumut, Tapanuli Tengah, 27 April 1980. Polisi
yang datang memeriksa memasukan bahwa korban meninggal karena
dibunuh - di leher mayat tersebut ditemukan bekas cekikan.
Mula-mula polisi menangkap Buala dan Taliruddin. Kedua orang
itu, menurut informasi yang didapat polisi, merupakan orang
terakhir yang diketahui bersama korban. Tapi Buala membantah. Ia
malah menuduh keluarga Goa dan Taliruddin yang membunuh
Tamajiso. Sebab, menurut Buala kepada polisi, ia pernah diajak
Taliso untuk membunuh korban. Ia menolak, katanya, karena tidak
pernah punya urusan dengan Tamajiso. Sebaliknya, tutur Buala,
keluarga Goa pernah bertengkar dengan korban.
Tuduhan Buala yang terakhir ini menjadi titik tolak pengusutan
polisi. Sebab, banyak saksi membenarkan Taliso pernah bertengkar
dengan Tamajiso. Taliso (48) bersama kedua anaknya dan
Taliruddin ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan
terhadap korban yang ketika itu sedang memancing. Keempat orang
itu membantah tuduhan. Tapi, seperti cerita dari balik jeruji
yang sering terdengar, mereka disiksa. "Anak saya sampai
meninggal akibat penyiksaan itu," kata Taliso. Arsoki, 20 tahun,
anak pertama Taliso. meninggal setelah setahun ditahan dan
menjalani hukumannya - setelah menderita batuk darah. "la
disiksa lebih berat, karena tak mengakui pembunuhan itu," ucap
Taliso lagi.
Di Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili keempat nelayan itu,
September 1980, mereka juga membantah tuduhan. Taliso dan kedua
anaknva mengaku berada dirumah ketika terjadi peristiwa
pembunuhan itu. Bahkan mereka bersedia mengajukan beberapa saksi
untuk menguatkan alibi itu. Pertengkaran keluarga itu dengan
Tamajiso sebelumnya dibenarkan, "tapi sudah selesai dengan
perdamaian di kantor kepala kampung," ujar Taliso.
Namun, majelis hakim, yang diketuai Marina Sidabutar yang
sekarang menjadi hakim di Lubuk Pakam, Deli Serdang, lebih
mempercayai cerita versi polisi. Taliso dihukum penjara 6 tahun,
Sudarso 5 tahun, Taliruddin 4 tahun, dan Arsoki 5 tahun. Mereka
menerima nasib. Dan, menurut Taliso, mereka tidak tahu bahwa ada
upaya banding untuk memperbaiki putusan itu.
April lalu, tidak disangka-sangka, Taliruddin mengungkapkan
semua kejadian tiga tahun lalu itu kepada Taliso. Mereka,
Taliruddin dan Buala, membunuh Tamajiso sebagai pelampiasan
dendam Buala yang tersinggung oleh maki-makian korban.
Sebelumnya, Tamajiso kesal karena, menurut Taliruddin, sampannya
dipakai Buala tanpa permisi.
Taliruddin mengaku ikut Buala mengejar Tamajiso ke tengah laut.
Setelah ditemukan, menurut Taliruddin, korban dijerat oleh Buala
dan kemudian dibenamkan ke laut sampai tidak bernapas lagi.
Lalu mayatnya dibuang ke laut. "Jangan kau coba-coba ceritakan
kepada orang lain. Jika kau ceritakan, nasibmu seperti dia,"
kata Buala mengancam seperti dituturkan kembali oleh
Taliruddin.
Berdasarkan pengakuan itulah, Taliso bersama anaknya mengadu ke
LBH Medan. Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Bismar
Siregar, yang diberitahu kemudian, meminta LBH menjajaki kasus
itu. Hasilnya, "ternyata banyak kejanggalan dalam proses perkara
itu," ujar Onan Purba, yang menemui Taliso dan anaknya serta
Taliruddin di LP Kotanopan, 28 September lalu.
Kejanggalan itu, menurut Onan, misalnya, para tertuduh di awal
persidangan tidak ditawari untuk didampingi pembela walau
jelas-jelas diancam hukuman berat. Juga, setelah menyatakan
vonis, hakim lupa memberi tahu hak para terhukum untuk naik
banding. Tapi, yang lebih janggal, menurut Onan, tidak ada
berita acara pemeriksaan persidangan. "Hakim menyepelekan kasus
itu karena hanya menyangkut rakyat kecil," ujar Onan. Sebab itu,
selain akan menuntut pemeriksaan ulang atau herziening, Onan
berniat menuntut ganti rugi kepada pemerintah.
Benarkah tuduhan Onan? Dua di antara tiga hakim yang mengadili
kasus itu sudah pindah dari Sibolga. Satu-satunya yang masih
tinggal, Hakim A. Sani Hasibuan, membenarkan bahwa Taliso dan
kawan-kawan tidak ditawari pembela "karena saat itu belum ada
KUHAP." Adapun tawaran untuk banding, menurut Sani, "seingat
saya ada - tapi saya tidak begitu pasti, karena berita acaranya
sudah hilang."
Hilangnya berita acara itu diangap Bismar Siregar sebagai
"kebobrokan luar biasa para bawahannya. "Bagaimana mereka bisa
membuat putusan, kalau berita acara tidak ada. Apalagi para
tertuduh membantah tuduhan," ujar Bismar yang berjanji akan
meluruskan kasus itu.
Tak begitu mudah. Buala, yang dituding sebagai pembuat kasus
salah hukum itu, kini tidak diketahui alamatnya. Sebaliknya,
Taliruddin, yang mengungkapkan kasus itu, sekarang dirundung
cemas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini