Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Detasemen (Wakaden) B di Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divpropam Polri Arif Rachman Arifin mengungkapkan harga peti mati untuk membawa jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke Jambi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan oleh Arif saat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa obstruction of justice Hendra Kurniawan dan Agus Nur Patria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2022. Arif mengatakan peti mati itu dibeli setelah proses autopsi Brigadir J di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya, Arif menjelaskan proses pengawalan autopsi jenazah Brigadir J di Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk dilaporkan kepada terdakwa Agus yang saat itu menjabat sebagai Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Divisi Propam Polri.
“Saya lapor, mohon 'Izin Bang untuk autopsi sudah selesai, sekarang proses merapikan kembali organ tubuh almarhum'," kata Arifz
“Apa jawaban terdakwa Agus?" tanya jaksa penuntut umum.
Arif menjawab ia diperintah Agus Nurpatria mencarikan peti jenazah untuk Brigadir J yang ingin langsung dibawa ke rumah keluarganya di Jambi pada Sabtu, 9 Juli 2022.
"'Peti sudah ada belum?'. Saya bilang peti belum ada bang. 'Coba carikan yang tersedia di rumah sakit',” cerita Arif seraya menirukan percakapan dengan Agus.
“Yang tersedia di rumah sakit saja? Kemudian saksi cari peti tersebut?” tanya jaksa.
“Iya, kebetulan depan di ruang autopsi itu kamar jenazah, ada stafnya, saya tanya kebetulan tersedia peti jenazahnya," ujar Arif.
“Saksi beli peti tersebut? Harganya berapa” tanya jaksa.
"Harganya kurang lebih Rp10 jutaan,” kata Arif.
Arif Rachman Arifin bersama Baiquni Wibowo dihadirkan jaksa penuntut umum sebagai saksi untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 22 Desember 2022.
Dalam surat dakwaan, Arif Rachman Arifin kaget melihat Yosua masih hidup karena berbeda dengan kronologi yang dibeberkan oleh Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan. Rekaman itu juga membantah pernyataan Ferdy Sambo tentang tembak-menembak.
Arif kemudian keluar rumah Ridwan Soplanit dan menelepon Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan. Ia menceritakan apa yang ia lihat dalam rekaman kepada Hendra.
Mendengar suara Arif gemetar dan ketakutan, Hendra Kurniawan menenangkan dan memintanya menghadap dirinya dan Ferdy Sambo. Saat menghadap, Arif diperintahkan Ferdy Sambo untuk menghapus dan memusnahkan rekaman yang ia tonton di rumah Ridwan Soplanit.
Baca: Richard Eliezer Ungkap Alasan Tak Tolak Perintah Ferdy Sambo untuk Tembak Yosua
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.