Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan rokok elektrik, PT Foom Lab Global (FOOM), menjelaskan ihwal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan mereka terhadap eks karyawan FOOM, Sulfa Sopiani. Dalam gugatan itu perusahaan menuntut Sulfa membayar sanksi sebesar Rp 800 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum PT Foom, Noverizky Tri Putra Pasaribu, mengatakan bahwa Sulfa terbukti melanggar perjanjian kerahasiaan atau Non-Disclosure Agreement (NDA) yang ditandatangani pada 4 Juli 2023. Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan Sulfa adalah menggunakan data pelanggan PT Foom Lab Global tanpa izin. Dia juga terus meminta data kepada pegawai aktif di perusahaan. Data-data itu digunakan Sulfa untuk menawarkan produk kompetitor kepada pelanggan PT Foom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perlu diketahui bahwa tindakan tersebut melibatkan perpindahan sejumlah mantan pegawai dari departemen penjualan secara bersamaan ke perusahaan kompetitor,” kata Noverizky dalam keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
Noverizky menilai, perbuatan Sulfa menunjukkan adanya perencanaan terstruktur yang bertujuan untuk membawa ide, strategi bisnis, dan juga data pelanggan PT Foom ke kompetitor. “Tindakan ini melanggar prinsip profesionalisme dan etika bisnis yang menjadi dasar hubungan kerja,” ujar dia.
Sulfa Sopiani mulai bekerja di PT Foom sejak 3 Januari 2022. Ia mengawali karir di bagian administrasi penjualan. Selanjutnya dia mengundurkan diri pada 4 Desember 2023 dan terakhir bekerja di perusahaan itu pada 8 Desember 2024. “Aku resign karena hak-hak aku enggak terpenuhi selama 2023,” kata Sulfa pada 15 Desember 2024.
Hak tersebut berupa insentif yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan. Ia mengatakan pernah mengajukan insentif di kuartal pertama 2023, namun insentif tersebut tidak dibayarkan hingga dia mengundurkan diri. Bahkan Sulfa juga tak menerima upah terakhirnya.
Permasalahan berlanjut ketika FOOM mengajukan somasi karena Sulfa pindah bekerja ke perusahaan kompetitor. “Aku dapat somasi, berlanjut terus sampai saat ini,” tutur Sulfa.
Saat penandatanganan kontrak awal, Sulfa mengatakan, tak ada perjanjian non-kompetisi yang melarangnya untuk bekerja di perusahaan kompetitor. Perjanjian itu baru ada belasan bulan setelah ia bekerja, yakni pada 4 Juli 2023. Sulfa mengatakan, saat itu ia dan puluhan karyawan lainnya diminta menandatangani perjanjian tersebut. “Nggak ada pilihan untuk enggak tanda tangan,” ujar Sulfa. Setelah menandatangani dokumen, salinan perjanjian itu juga tak diterima olehnya.
Sulfa mengaku lelah dengan proses hukum ini. Namun, ia tetap memperjuangkan haknya dengan mengajukan banding atas putusan pengadilan. “Harapan aku ini cepat selesai saja,” kata dia. Terlebih, kini sudah tepat setahun sejak ia pertama kali disomasi oleh FOOM.