Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Awas Cuka, Bung

Husni hasibuan, 34, juru warta mingguan aneka minggu disiram cuka oleh tamu tak dikenal di malam hari. majid ditangkap, ia dkk hanya orang suruhan, dalang belum terungkap. kadim ikut turun tangan. (krim)

9 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Kamis 19 Agustus 1976 hu jan rintik-rintik, tapi cukup membasahi kota Rantau Perapat (kabupaten Labuhan Batu, propinsi Sumatera Utara). Di jalan Imam Bonjol Gang Sepakat malam itu sekitar jam 20.30 Husni Hasibuan, 34 tahun, juruwarta mingguan Aneka Minggu, Medan, sedang menghadapi mesin tik. Isterinya berada di kamar menidurkan anak. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu luar disertai suara memanggil:. "Husni . . . Husni . . . buka pintu". Malam belum dapat dibilang larut, tapi karena hujan turun, jalan Imam Bonjol yang masih termasuk bilangan kota itu sudah sepi, apalagi gang tempat rumah Husni bertengger sangat gelap karena tak dialiri listerik. Sudah tentu ketukan dan panggilan tamu itu membiaskan rasa curiga di hati Husni dan isterinya. Cepat Sedikit "Jangan buka, bang", pinta isteri Husni, "Siapa pula tamu yang datang di malam sunyi begini", sambungnya. "Siapa itu", tanya Husni seakan tak mendengar permintaan isterinya. "Aku, Iyen . . . tolong buka pintu, ada perlu penting", terdengar jawaban dri luar. Iyen adalah nama seorang teman dekat Husni. Namun Husni sendiri heran karena suara yang didengarnya itu tak mirip suara Iyen, tapi mirip suara Majid, seorang temannya yang lain, yang suka mabuk minuman keras. Karena itu Husni kembali berkata: "Bukan si Majid kau?". "Bukan . . . aku si Iyen . . . bukalah pintu cepat sedikit", kata suara dari luar itu lagi. Dialog terhenti di situ. Entah mengapa, tiba-tiba saja Husni terus membuka pintu, meskipun isterinya dari kamar masih terus meminta agar pintu jangan dibuka. Begitu dibuka, di mulut pintu berdiri dua orang yang tak dikenal, sedangkan seorang lagi berdiri agak di kejauhan yang gelap. "Mana si Iyen", tanya Husni heran karena dia tak melihat orang yang bernama itu di antara mereka. Tak ada yang menjawab, tapi tiba-tiba hampir serentak kedua orang itu bergerak cepat menyiramkan cairan ke wajah tuan rumah, kemudian segera lari secepatnya menuju ke jalan besar. Mati Aku Serentak benda cair itu membasahi wajah, leher dan badan Husni serta selebihnya berserakan di lantai. Bau sengit merasuk hidung, dan Husni segera sadar apa yang terjadi. "Aduh mati aku . . . disiram cuka", pekik Husni. Sementara itu di jalan besar (jaraknya dari rumah Husni sepanjang 200 meter) terdengar suara sepeda motor menjauh dengan cepatnya. Keadaan segera heboh, isteri Husni menjerit melihat keadaan suaminya, dan tetangga berkumpul. Bagian tubuh Husni yang kena benda cair itu segera membengkak. Dan secepatnya dilarikan ke rumah dr. W Manurung (seorang dokter Rumah Sakit Umum Rantau Perapat), kebetulan tak jauh dari rumah Husni. Korban segera mendapat pertolongan pertama. Atas saran dokter, sejam kemudian Husni segera dilarikan dengan mobil ambulance menuju Medan guna memperoleh pertolongan lebih lanjut (jarak Rantau Perapat - Medan lebih kurang 300 km). Menjelang subuh baru sampai. Dengan dipapah Husni dimasukkan ke rumah sakit Kodam II. Malam itu juga petugas Komres 207 Labuhan Batu segera datang ke rumah Husni melakukan pemeriksaan. Benda cair agak bening yang berserakan di lantai diperiksa. Betul, benda itu cuka getah (amoniak 90 persen). Selain itu petunjuk hanya dari Jabba Ritonga yang malam itu berada di kantor Partai Persatuan Pembangunan, Labuhan Batu. Kantor ini tak jauh dari mulut gang tempat Husni tinggal. Menurut Jabba Ritonga waktu itu dia melihat sebuah Honda kijang tanpa lampu lari dengan kencangnya dengan dikendarai 3 orang yang tak sempat dikenalnya, menuju arah bioskop Ria. Selain itu tak ada yang dapat dijelaskan Jabba pada polisi. Di rumah sang juruwarta polisi menemukan sebuah kaleng cat kecil yang digunakan sebagai tempat cuka, sebagai barang bukti. Selain itu untuk bahan petunjuk, yang nampaknya memang minim dalam perkara ini, polisi menyita mesin tik dan kertas yang lengket di situ. Kiranya sebuah konsep berita yang hendak dijadikan bahan laporan kepada sebuah majalah terbitan Jakarta. Konsep berita itu dibaca polisi tapi cuma beberapa baris saja, yaitu tentang raibnya uang Rp 36 juta dari kas Pemda Labuhan Batu. "Untuk bahan penyelidikan apakah peristiwa ini ada hubungannya dengan berita yang dikerjakan Husni", ujar polisi yang menyita bahan tersebut dari isteri Husni. Apa Bung Pikir Apakah memang ada hubungan dimaksud memang tak jelas, tapi di dalam mingguan Aneka Mirggu 29 Juli 1976 Husni ada menulis tentang kasus raibnya uang tersebut, yang membuat heboh di kalangan kantor bupati. Apakah berita itu benar? Tak jelas, tapi yang pasti tak ada penjelasan resmi dari Pemda Bupati Asrol Adam yang dihubungi TEMPO, 3 Agustus tentang soal-soal yang diberitakan penerbitan itu hanya senyum.."Apa bung fikir masuk akal. kalau Pemda bisa kebobolan sampai sekian banyak?", katanya balik bertanya Kembali tentang Husni Hasibuan nyawanya selamat. Muka, leher dan dadanya hangus terbakar. 10 hari dia diopname di rumah sakit Medan, kemudian dilanjutkan berobat jalan pada dokter spesialis mata. Mata kirinya tak apa-apa, masih terang melihat, mungkin selamat dari guyuran cuka itu karena gerakan refleks. Tapi mata kanannya jadi kabur. Ditemui TEMPO, 2 September yang lalu di rumahnya, keadaan Husni memang sudah membaik. Hanya mata kanannya yang masih kena pelaster. Seperti yang diungkapkannya sendiri, diapun heran apa motif perlakuan sadis pada dirinya itu. "Saya tak merasa punya musuh siapa-siapa", ujarnya pasti. Kejadian itu segera dihubungkannya dengan beritanya tentang Rp 36 juta tadi. "Habis kalau tak soal itu, soal apalagi?" katanya dengan nada curiga. Sampai di mana sinyalemen Husni, belum diketahui, tapi seminggu kemudian PWI Cabang Medan telah membuat siaran pers yang isinya antara lain mengharapkan agar pihak yang berwajib segera menindak pelaku perbuatan yang melanggar hukum itu. Sabar, Bung Dan pihak yang berwajib di Labuhan Batu pun nampak cukup sungguh-sungguh. Pada 29 Agustus, pihak Komres 207, Labuhan Batu menangkap seorang pemuda bernama Majid anak Abbas Jamil, pensiunan pegawai kantor bupati yang tinggal di belakang asrama polisi. Pemuda ini tak punya pekerjaan tertentu dan suka ngendon di kedai tuak. Dia disangka polisi turut terlibat dalam peristiwa penyiraman cuka yang cukup sadis itu, yang menurut komentar teman-teman Husni sesama wartawan di sana guna mencelakakan yang bersangkutan seumur hidup dengan membuatnya buta. Husni sendiri seperti yang diakuinya tak pernah bersilang sengketa dengan pemuda ini, tapi menurut seorang perwira polisi yang mendapat tugas menangani peristiwa ini, Majid sekedar orang suruhan beserta beberapa orang temannya yang lain. Siapa teman-temannya itu dan siapa yang menyuruh mereka, belum berhasil disingkap polisi, sampai laporan ini dikirim. "Pokoknya kami serius dalam soal ini, soal yang lain masih terlalu pagi diungkapkan sekarang maka no comment dulu. Sabar, bung", ujar Danres 207 Labuhan Batu, Letkol. B. Siahaan, setelah terlebih dahulu membenarkan penahanan terhadap Majid dalam perkara itu kepada TEMPO. Wakil Ketua PDI Sesuai dengan keterangan Danres, polisi baru menahan Majid seolang. Tapi pada 30 Agustus, Kodim 0206 turun tangan pula. Seorang pemuda bernama Surya Azwar, 28, alias Merlep Lubis, penduduk jalan Imam Bonjol kota itu ditangkap dan ditahan, atas perintah Komandan Kodim, Mayor Suroyo Rajiman. Penangkapan tersebut sehubungan dengan peristiwa cuka itu juga. Merlep disangka turut bertanggungjawab. Apakah persoalan ini memang telah sampai mengganggu stabilitas keamanan di daerah itu sampai Kodim turut campur, tak ada penjelasan. Tapi soal seriusnya petugas di sana menyidik kasus ini, memang patut dipujikan walau sampai sekarang soalnya masih belum bisa terang. Yang jelas dalam suatu perkara pidana biasa di sana, belum pernah terjadi Kodim dan Polisi serempak turun-tangan. Husni sendiri menyatakan harapannya semoga siapa pelaku dan dalang perbuatan sadis terhadap dirinya itu segera dapat terungkap. Meski perbuatan itu disebutnya sebagai sadis, yang bertujuan untuk menyiksa dan membuatnya mati pelan-pelan, lelaki beranak 6 orang ini -- yang selain juruwarta juga adalah Wakil Ketua PDI (Partai Demokrasi Indonesia) Cabang Labuhan Batu --bertekad tidak akan jera menjalankan profesi tukang tulis itu. "Saya tidak akan jadi penakut karena kejadian ini, andainyapun nanti mata saya yang sebelah harus jadi buta", ujarnya pada TEM- PO sambil memegang mata kanannya yang masih tertutup perban dan pelaster. "Lain kali kewaspadaan saya akan ditingkatkan", ucapnya pula. Di kalangan juruwarta Rantau Perapat sekarang muncul kelakar baru setelah kejadian itu. "Hati-hati . . . awas cuka".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus