Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Awas: Hakim Khusus

Departemen kehakiman mengangkat 40 orang hakim khusus. tugasnya mengadili perkara penyelundupan & kejahatan narkotika yang tergolong besar. sedang yang ringan masih dibawah wewenang semua hakim.

24 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH pengasingan di Pulau Nusakambangan, para penyelundup kini dihadapkan pada ancaman baru: akan dituntut di muka hakim istimewa -- yang khusus diangkat untuk membereskan perkara mereka. Bulan lalu Departemen Kehakiman telah mengumumkan pengangkatan 40 orang hakim khusus itu. Jumlah ini diangkat dari hakim yang tengah bertugas di beberapa kota di Indonesia selama ini. Di antaranya 15 orang hakim dari Jakarta. Tugasnya: di samping mengadili perkara di wilayahnya sendiri seperti biasa, hakim khusus itu berwenang mengadili perkara penyelundupan di kota mana saja diperlukan. Atau, kalau perlu juga, mereka dapat minta agar seseorang terdakwa dari kota lain dihadapkan di kantor pengadilannya. Pokoknya mereka adalah hakim yang punya wewenang mengadili perkara penyelundupan di dan dari seluruh pelosok tanah air. Mereka tidak terikat pada ketentuan yurisdiksi seperti lazimnya. Di samping untuk menyelesaikan perkara penyelundupan, hakim yang khusus tersebut juga yang paling punya wewenang mengadili perkara kejahatan narkotika. Dua perkara itu memang kini mendapat perhatian khusus -- dari mulai penyidikan permulaan, penindakan hingga penuntutannya. Apalagi, buat kejahatan narkotika, yang baru-baru ini RUU-nya telah disetujui DPR. Di luar yang 40 itu, tak seorang hakim pun punya wewenang untuk menangani perkara khusus itu. Yaitu perkara yang dilimpahkan dari Kejaksaan Agung. Namun perkara penyelundupan & narkotika yang tergolong 'ringan' (kalau tak mau disebut 'teri'), yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Tinggi & Negeri, itu masih wewenang semua hakim (ekonomi) untuk memeriksa dan memberikan keputusannya. Kurang Sreg Menteri Kehakiman, juga Ketua Mahkamah Agung, belum banyak menjelaskan mengenai apa yang melatarbelakangi pengangkatan hakim secara khusus begitu. Walaupun seperti diketahui, akhir bulan lalu ke 40 hakim istimewa itu telah 'dirahkan' secara khusus pula di Jakarta. Sehingga di sana sini timbul juga sedikit rasa kurang sreg di hati hakim yang tidak terangkat. Misalnya pertanyaan seperti ini: Apakah hakim yang lain dianggap tidak cukup mampu bekerja seperti rekannya yang 40 orang itu? Menteri Kehakiman, Prof. Mochtar Kusumaatmadja, cuma menyatakan: "Kebijaksanaan itu diambil untuk membuktikan bahwa Pemerintah telah menganggap persoalan itu serius". Lebih dari begitu, kalangan kehakiman lain menyatakan: Itu untuk menjaga obyektifitas mata seseorang hakim dan menghindari subyektifitas yang kadang sulit dihindari. Sebab terlalu lama seorang hakim bertugas di suatu tempat, lalu menjadi terlampau akrab dengan lingkungan si terdakwa, akan sulit untul tetap menggunakan kacamata hakimnya. Kedengarannya memang logis. "Tapi itu berarti tidak mempercayai kami lagi", kata salah seorang hakim dari daerah. "Kalau kami sudah dianggap sulit untuk bertindak obyektif dan malah sudah mementingkan urusan pribadi, itu bukan soal yang baru dan khusus untuk perkara penyelundupan dan narkotika saja". "Toh selama ini juga saya tak pernah ditegur oleh atasan", lanjutnya. Maksudnya: lembaga pengawasan dan peneguran yang menjadi wewenang hakim atasan -- yang paling atas ialah para hakim agung -- yang harus lebih efektif. Dan yang namanya 'keburukan' bagi hakim yang terlalu lama dan akrab dengan daerah tugasnya, juga bukan soal sekarang-sekarang ini saja. Tapi mutasi hakim agaknya masih seret. Buktinya: sedikit saja terjadi mutasi hakim, itu sudah jadi berita yang lumayan hangatnya. Dan "penduduk ibukota juga tahu", kata hakim daerah tadi, "hakim di Jakarta masih kelihatan itu-itu juga".Soal kelangkaan biaya mutasi, baik oleh Ketua Mahkamah Agung maupun Menteri Kehakiman, sudah acap kali diungkapkan. Tapi umumpun lebih tahu: Bertahan jadi hakim di kota besar, itu akan lebih baik dari bertugas di daerah yang terpencil sana. Dan 40 hakim itu lumayan jugalah untuk menambal daripada tidak sama sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus