Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Awas Hari Libur

Toko emas batavia centrum milik willy sutjiawan di jalan senen raya, digangsir pencuri lewat saluran air. kerugian mencapai rp 110 juta. kasusnya mirip yang dilakukan ervani dkk. (krim)

14 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Minggu atau hari libur, ternyata, bisa menjadi hari baik bagi penjahat. Sebaliknya, bisa merupakan hari gawat bagi kantor atau instansi yang menyimpan uang atau emas dalam jumlah banyak. Apalagi bila kantor tersebut tidak memillki sistem pengamanan yang memadai. Toko emas Batavia Centrum di Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat, telah menjadi korban kejahatan yang dilakukan di hari libur. Hari Minggu, awal Desember ini, toko emas yang sudah berdiri sejak zaman Belanda itu dibobol kawanan maling. Menurut pemiliknya, Willy Sutjiawan, 40, sebelas kilogram emas dan sejumlah perhiasan lain miliknya amblas. Kerugian total ditaksir Rp 110 juta. Di hari yang sama, sebuah bank di Jakarta Barat juga kebobolan. (Lihat: Maling Amatir) Kawanan pencuri yang menyatroninya itu menggunakan "ilmu tikus": menggangsir tanah. Menurut dugaan Kadis Serse Polres Jakarta Pusat, Mayor Arifin Rachim, si pencuri mula-mula membuka tutup gorong-gorong (saluran air) di tepi jalan. Dengan cara merangkak, mereka menuju ke depan toko Batavia Centrum, lalu membuat lubang yang nimbul di ruang makan di bagian lain dari toko. Yang menjadi sasaran adalah sebuah lemari besi berisi emas perhiasan. Tapi, sebelumnya, mereka mengambil langkah pengamanan. Pintu depan toko sengaja diikat kuat-kuat dengan tali. Itu sebabnya Haryanto, karyawan toko, mengalami kesulitan saat membuka tokonya di pagi hari, Senin pekan lalu - anak kunci sudah diputar, tapi pintu tak kunjung bisa dibuka. Merasa ada yang tak beres, ia melapor pada bosnya, Willy, yang tinggal di bilangan Tanah Tinggi. Berdua mereka mencoba menarik-narik pintu dan saat itulah diketahui bahwa pintu diikat dari dalam. Tiba di dalam, dijumpai keadaan sudah berantakan. Lemari besi ditemukan dalam posisi tertidur. Sebelah dindingnya berlubang, dan emas perhiasan yang ada di dalam lenyap. Uang Rp 4.700 yang ada di laci ikut dibawa lari. Sebagai gantinya, kawanan pencuri meninggalkan peralatan yang mereka gunakan: dua buah gergaji besi, dua buah linggis, sebuah paku besar dan dua buah garu besar dan kecil. Karena lelah dan haus, kawanan pencuri juga sempat menenggak air es yang ada di kulkas. Polisi tak menemukan ada sidik jari penjahat. Kemungkinan, mereka bekerja menggunakan sarung tangan. Yang disayangkan Arifin, karena ketika polisi datang sudah banyak orang. Akibatnya, jejak si penjahat yang sangat diperlukan untuk mempermudah penyidikan telah lenyap. Arifin menilai, sebelum beraksi jelas sekali bahwa kawanan pencuri telah merencanakan segala sesuatunya secara matang. Mereka tentu sudah mengamat-amati keadaan di toko tersebut. Misalnya, toko itu, tak seperti toko emas di sebelahnya, tidak ditunggui karena pemiliknya tidak tinggal di situ. Mereka juga tahu persis bahwa emas perhiasan disimpan di toko - tak dibawa pulang oleh pemiliknya. "Mereka jelas bukan pencuri sembarangan. Tapi, kalau dibilang profesional, juga tidak," ujar Arifin. Modus yang digunakan kali ini, menurut Arifin, persis sama dengan yang dilakukan pembobol toko emas Inten Mustika, 6 November 1983. Toko di daerah pusat perbelanjaan di Jalan Pancoran, Jakarta Barat, itu juga kehilangan emas permata senilai Rp 100 juta lebih. Kawanan pencuri masuk dari gorong-gorong sepanjang 100 meter, dan menggangsir lantai toko. Otak komplotan, Ervani alias Slamet, 30, yang tertangkap diganjar 3 tahun penjara. Empat anak buahnya, yaitu Hamim alias Rajawali, Mohaimin, Kasbi, dan Sutego alias Udin Ireng, masing-masing kena 2 tahun 6 bulan (TEMPO, 10 Maret 1984). Tapi empat anggota komplotan lainnya buron. Arifin menduga, jangan-jangan bekas anak buah Ervani yang kali ini membobol Batavia Centrum. Atau, paling tidak, mereka pernah tahu atau mendengar sukses Ervani dan kawan-kawan sebagai tukang gangsir. Willy tampak terpukul sekali dengan musibah yang dialaminya. Isi toko, katanya, tak dia asuransikan. Sedangkan untuk menghidupi istri dan empat anaknya, "Usaha saya, ya, cuma membuka toko itu," ujar pria gemuk berkaca mata itu. Tahun lalu, katanya, toko peninggalan kakeknya itu pernah nyaris kebobolan - dengan cara yang sama. Di suatu Senin pagi, ia menjumpai ada lubang menganga di lantai toko. Ia tak melapor ke polisi karena tak ada barang yang hilang. Dari kejadian itu, semestinya ia membenahi pengamanan di tokonya - yang entah mengapa tak ia lakukan. Willy tetap merasa tokonya aman, karena "'Kan ada Hansip dan petugas Koramil yang suka patroli." Meski ada patroli, penjahat selalu tahu bahwa mereka harus selangkah lebih maju - supaya selamat. Kejadian yang dialami Willy mungkin bisa dijadikan pelajaran agar orang berhati-hati meninggalkan toko atau kantornya di hari libur. Surasono Laporan Erlina A. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus