MASIH ingat Donald Andrew Ahernalias Donald Tait? Penyelundup narkotik yang sudah sekian lama menjadi buronan Interpol itu, akhirnya, tertangkap. Di apartemen yang disewanya di Phuket sekitar 180 kilometer selatan Bangkok, menurut sebuah sumber, polisi setempat menemukan sebanyak 2 kilo heroin murni. Belum lama ini, ia diadili dan divonis hukuman mati. Pria kelahiran Casino, New South Wales, Australia, 52 tahun lalu itu naik banding. Dan hari-hari ini ia sedang menanti putusan banding. Jika permohonannya ditolak, menurut sumber TEMPO di Bangkok, tahun depan berarti ia harus menjalani eksekusi. Donald diketahui berada di Bangkok pada Juli lalu. Ketika itu ia, begitu pengakuannya, sedang menikmati liburan. Ia masuk Muangthai dengan paspor Australia, dan di paspor itu tertulis nama aslinya: Donald Tait. Ini agak mengherankan, karena ia tentunya tahu bahwa nama itu sudah masuk blacklist sebagai penjahat narkotik. Donald masuk Muangthai dengan pesawat kecil sejenis Cessna, yang dikemudikannya sendiri dan langsung menuju Phuket - tempat rekreasi daerah di pantai. Ia memang seorang pilot yang tergolong kawakan. Dengan pesawat yang dikemudikannya itulah ia biasa membawa narkotik, baik berupa ganja maupun heroin. Rupanya, polisi Muangthai mencium kehadirannya dan sepak terjangnya yang mencurigakan. Apartemennya segera digeledah dan petugas mempunyai alasan untuk menangkapnya. Dijumpai 2 kg heroin di sana. Donald ditangkap saat berada dekat Hotel Pearl. Ia dikabarkan terserang angina (penyempitan pembuluh darah jantung). Bagi Indonesia, nama Donald sudah tak asing lagi. Bersama rekannya, David Allan Rifles, yang menjadi kopilot, ia pernah kedapatan membawa 600 kilo lebih ganja kering pada Agustus 1976. Ketika itu, pesawat Cessna berbendera Australia yang dikemudikannya mendarat di lapangan udara Ngurah Rai, Bali. Saat pesawatnya diperiksa, di bagian ekor didapatilah ganja itu. Ia mengaku datang dari Singapura dan akan terbang melewati Port Moresby (PNG) untuk selanjutnya menuju Darwin, Australia. Ia mengaku mendarat di Bali hanya untuk mengisi bahan bakar. Ia mencoba menyogok petugas Bea Cukai dengan selembar cek bernilai US$ 1.000. Ketika ditolak, ia menyodorkan selembar cek lain yang bernilai lebih besar - US$ 100.000, yang entah ada dananya atau tidak. Tapi petugas tetap menolak. Donald pun ditahan bersama rekannya, David. Donald dan David kemudian diadili dengan tuduhan telah menyelundupkan narkotik. Donald divonis 17 tahun penjara sedangkan rekannya, David -warga negara AS - kena 7 tahun. Keduanya masih ditambah hukuman denda masing-masing Rp 20 juta. Tak pelak lagi, itulah kasus penyelundupan ganja terbesar yang pernah kepergok selama ini di Indonesia. Donald ditempatkan di LP Denpasar, sedang David di LP Amlapura, yang berjarak 80 km dari Denpasar. Ternyata, kedua napi kelas kakap itu mendapat perlakuan istimewa di dalam LP. Mereka, dengan caranya sendiri, berhasil mendapat sebuah ruangan yang memungkinkan mereka berhubungan dengan dunia luar. Donald, misalnya, mendapat sebuah ruangan di samping rumah dinas kepala LP. Ia juga bisa keluar masuk LP melewati pintu khusus yang ada di situ, dan makan di warung di luar LP. Terkadang ia juga menjadi sopir sang kepala LP dan menemaninya bepergian. Pada 10 Juli 1977, setelah mendapat kunjungan istri dan dua orang asing, kedua orang itu raib. Kuat dugaan bahwa keduanya bisa kabur karena ada yang mengatur dari luar. Penyelundup narkotik diketahui memang mempunyai jaringan yang cukup luas dan rapi. Mereka tak akan membiarkan begitu saja anggota sindikatnya yang dinilai "berjasa" atau yang masih bisa dipakai mendekam di penjara. Enam bulan kemudian, Januari 1978, Donald - kali itu tanpa David - kembali membuat berita. Dengan pesawat kecil bermesin dua ia diketahui terbang membawa sejumlah narkotik senilai US$ 3 juta atau Rp 3 milyar lebih. Ia sempat mendarat di Brunei untuk mengisi bahan bakar dan melanjutkan penerbangan menuju Darwin. Kehadirannya di Australia disambut oleh sebuah pesawat militer yang diperintah untuk mencegat Donald. Namun, buron itu tak mengindahkan perintah yang diberikan kepadanya. Ia, dengan kebolehannya menguasai pesawat, malah mencoba mengecoh dan kemudian mendarat darurat di rawa dekat bekas landasan pangkalan udara zaman Perang Dunia II. Pesawatnya terbakar, tapi Donald selamat dan tertangkap. Sayangnya, tak ada bukti ditemukan bahwa ia telah membawa sejumlah narkotik. Sejak kejadian itu, nama Donald seolah tenggelam. Namun, diduga ia masih tetap bergelut dalam dunia narkotik. Dan ternyata betul. Kali ini, agaknya, ia bakal sulit lepas dari jaring hukum. "Berdasar laporan dari kepolisian Indonesia dan Australia, kami memang mengamati terus selama Donald berada di Thai," ujar sebuah sumber di Bangkok kepada Didi Prambadi dari TEMPO. Belakangan ini, pemerintah Muangthai memang mengetatkan pengawasan terhadap lalu lintas gelap narkotik. Hukuman bagi para penjahat narkotik pun cukup berat. Selama lima tahun terakhir, menurut sebuah sumber di kepolisian Bangkok, sudah 20 orang lebih menjalani eksekusi hukuman mati. Sebagian besar dari mereka adalah penduduk pribumi keturunan Cina. Tapi Donald tampaknya merasa yakin bakal lolos lagi dari hukuman mati. Ia dengan keras menyangkal sebagai yang bertanggung jawab atas 2 kilo heroin yang ditemukan di apartemennya di Phuket. "Saya tidak bersalah, dan barang itu bukan saya yang membawa. Mungkin itu milik penyewa apartemen sebelum saya," begitu sangkalannya berulang-ulang. Laporan Didi Prambadi (Bangkok)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini