BANJIR di Bandung tahun ini ternyata meluap pula ke meja hijau. Pekan lalu, seorang warga kota itu, Dr. Johannes Siregar, menggugat Wali Kota Bandung, serta pelaksana pembangunan Jalan Arteri Lingkar Selatan, Bandung. Johannes berpendapat, wali kota dan pelaksana proyek itu lalai menanggulangi banjir sebagai akibat pembangunan jalan tersebut. Jalan arteri, yang menjadi bagian dari Bandung Urban Development Proyek (BUDP) itu, selesai dibangun oleh PT Aempe Pluit Bataco Raya Jakarta pada 1988. Walhasil, jalan-jalan di sekitar jalan arteri itu tak lagi terlalu macet. Tapi ada eksesnya, setidaknya menurut Johannes, 64 tahun. Sejak jalan itu dibangun, kata Johannes, praktis daerah tempat tinggalnya di Jalan Galunggung setiap tahun selalu ketimpa banjir. Derita itu bukan cuma dialami Johannes, tapi juga menimpa 1.000 warga 250 rumah di situ. Bila hujan deras, tuturnya, ketinggian air, yang tentu saja masuk ke rumah-rumah, bisa mencapai satu meter. Akibatnya, rumah berikut barang-barang menjadi kotor dan rusak. "Lihat saja tegel garasi saya. Sampai sekarang rusak, belum saya perbaiki," ucap Johannes. Keadaan itu tak lain karena tiadanya saluran air pembuangan di sepanjang jalan arteri. Sementara saluran air lama, yang dulunya melancarkan aliran air, justru tertutup jalan tersebut. Padahal, kata Johannes, seharusnya saluran air sudah diperhitungkan dalam proyek jalan itu. Berkali-kali Johannes melaporkan soal itu, baik ke pamong setempat, ke wali kota, gubernur, juga DPRD. Namun, tak pernah ditanggapi. Akhirnya, Johannes, yang juga pengacara, membawa perkara itu ke Pengadilan Negeri Bandung. Ia menuntut ganti rugi Rp 676 juta dari wali kota, PT Aempe, dan BUDP. Kerugian materiil itu akibat penderitaan Johannes terkena banjir sejak 1988 sampai 1993. Antara lain, berupa rusaknya bagian kendaraan dan rumah, juga ongkos membayar tukang untuk membersihkan kotoran sisa banjir. Johannes juga menuntut wali kota menyempurnakan saluran air di jalan itu. "Tuntutan ini bukan untuk mencari uang ataupun popularitas. Namun, agar wali kota jangan ceroboh bila mengizinkan suatu pembangunan," kata Johannes, yang mengaku didukung segenap tetangganya. Gugatan Johannes itu terhitung preseden baru dalam praktek hukum perdata. Hanya saja, bisakah masalah banjir, yang kerap dianggap sebagai buntut bencana alam, diperkarakan? Wali Kota Bandung, Wahyu Hamijaya, menganggap gugatan itu tidak tepat. "Pembangunan jalan arteri itu kan menguntungkan masyarakat. Lagi pula cuma ia seorang yang ribut. Padahal, yang tinggal di daerah itu cukup banyak," kata Wahyu Hamijaya. Sementara itu, ahli hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Daud Silalahi, menyatakan bahwa soal banjir bisa dijadikan bahan gugatan. "Kalau daerah itu sering kebanjiran, seharusnya penanggulangan banjirnya juga diperhitungkan dalam pembangunan jalannya," ujarnya. Selaku pemberi izin pertama, tambah Daud, tentu saja wali kota harus bertanggung jawab atas proyek tersebut. Sidang masih terus bergulir.Happy Sulistyadi dan Ahmad Taufik (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini