Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bukan konsumsi pemilik parabola

RCTI dan SCTV mengacak siaran film asing yang dipancarkan lewat satelit atas permintaan distributor. pemakai antena parabola tak bisa lagi menonton film asing.

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pemirsa RCTI yang masih menggunakan antena parabola kini sudah tak bisa lagi menikmati film-film asing RCTI. Mereka memang masih bisa menonton Nuansa Pagi ataupun Seputar Indonesia -- siaran berita yang bisa mengalahkan berita TVRI -- tanpa ada gangguan. Namun, begitu acara beranjak ke film asing seperti Raven atau L.A. Law, misalnya, layar televisi akan segera berubah jadi buram dan hanya suara yang terdengar. Itu karena RCTI, sejak Sabtu dua pekan lalu, mulai mengacak siaran film asing yang dipancarkan lewat Satelit Palapa. Untuk bisa menikmati kembali semua tayangan RCTI secara lengkap, para pemirsa harus menunggu pembangunan stasiun relai yang memang terus diperbanyak oleh RCTI. "Pengacakan ini jelas merugikan kami juga karena masih banyak pemirsa di Indonesia yang menangkap siaran RCTI lewat antena parabola. Tapi kami tak punya pilihan," kata Alex Kumara, Vice President RCTI. Adalah Television Program Distributor Association (TV-PDA) yang menuntut RCTI untuk mengacak siaran lewat antena parabola, khususnya untuk film-film yang dibeli dari TV-PDA. Rupanya, walau tergolong pemancar baru, siaran luberan RCTI banyak ditunggu oleh para pemirsa di kawasan Asia Tenggara dan Hong Kong. Bahkan di luar Indonesia, kabarnya, siaran dari RCTI lewat antena parabola dikomersialkan ke rumah-rumah lewat pelayanan kabel dengan memungut bayaran. Jadi, semacam pelayanan jasa TV kabel. Alex Kumara sendiri tidak tahu persis kebenaran cerita itu. "Tapi mungkin karena beberapa film asing yang diputar relatif masih baru, jadi banyak juga ditunggu orang. Lagipula, RCTI tidak melakukan dubbing, masih tetap menggunakan bahasa Inggris," kata Alex. Ia juga tidak tahu berapa banyak sebenarnya pemirsa asing yang suka mengintip siaran luberan RCTI. Bagi RCTI, siaran luberan -- apalagi yang sampai ke luar wilayah Indonesia -- bukan soal serius. Tapi bagi TV-PDA, siaran luberan lewat satelit Palapa rupanya dianggap serius. "Masalahnya, cakupan satelit Palapa cukup luas, jauh melebihi dari yang bisa menerimanya secara sah," kata Bryan Rhys-Jones, President TV-PDA wilayah Australia, yang bertanggung jawab terhadap distribusi film di Indonesia. Itu membuat TV-PDA merasa dirugikan. Misalkan saja sebuah film dijual ke RCTI seharga US$ 1.000, harga yang tampaknya ditentukan berdasarkan jumlah pemirsa RCTI. Kenyataannya, karena RCTI juga dipancarkan lewat satelit Palapa, film tadi bisa juga ditonton oleh pemirsa pemilik antena parabola di Bangkok atau Hong Kong, bahkan Australia. Jadi, ada pemirsa gelap yang gratisan. TV-PDA mengaku tidak punya ancar-ancar kerugian akibat siaran lewat satelit itu, tapi "kami dirugikan berdasarkan adanya kehilangan pembeli acara," kata Rhys-Jones. Sebenarnya, sejak awal tahun 1993 lalu, TV-PDA sudah meminta pemancar televisi di kawasan Asia Tenggara menutup siaran satelit mereka. TV-PDA ingin agar film-filmnya hanya disiarkan dalam wilayah pemancar bersangkutan dan dengan menggunakan sistem terestrial atau pemancar relai. RCTI tak segera menanggapi karena masih sibuk dengan tambahan 12 stasiun relai yang jauh lebih penting. Adapun pemancar televisi lain, seperti TV3 dari Malaysia maupun televisi Filipina dan Thailand, sudah melakukannya. Tekanan TV-PDA sebagai lembaga yang menyalurkan film-film produksi dari belasan perusahaan film kelas kakap dunia tidak bisa dianggap main-main. Bayangkan, dalam TV-PDA antara lain bergabung Warner Bross, 21-st Century Fox, Paramount, MCA, Universal, BBC Enterprise, Disney Channel, MGM, Tri Star, dan Southern Star. Dengan daftar produsen seperti di atas, bisa dikatakan semua film asing yang bukan berasal dari Asia sudah pasti dibeli dari TV-PDA -- mulai dari Raven, China Beach, Renegade, L.A. Law, McGyver, maupun film anak-anak Sesame Street serta film pilihan layar emas. Jika TV-PDA menutup keran film asing, RCTI, yang masih bergantung pada film asing, jelas akan kewalahan. Bahkan, menurut Alex, Disney Channel sudah dua tahun tidak mau menjual film produksinya ke pemancar televisi di Indonesia, karena tak ada jaminan perlindungan penyiaran itu. "Warner Bross juga sudah mengancam tidak mau menjual filmnya lagi," tambah Alex. Maka, awal Januari segera dilakukan percobaan mengacak siaran, dan perlahan-lahan semua film asing RCTI akan disensor setiap dipancarkan lewat satelit. Pengacakan siaran juga siap dilakukan SCTV, walau sebenarnya tanpa dasar hukum yang kuat. "Permintaan itu sebenarnya di luar kontrak, tapi kami mengalah saja. Soalnya, kalau ancaman diberlakukan, kami pasti kewalahan," kata Drs. S. Supoyo, Direktur Utama SCTV. Memang, film andalan SCTV seperti Indiana Jones, Highlander, Silk Stalking, dan Cosby Show dipasok oleh TV-PDA. Sampai saat ini SCTV baru mampu mengacak sekitar empat film, namun niat baik itu rupanya sudah bisa menenangkan TV- PDA. Sedangkan bagi TPI, aturan TV-PDA itu bagai angin lalu saja. "Dari seluruh program kami, hanya 20% yang diimpor, selebihnya adalah program lokal," tutur Fahmi Alatas, Direktur Operasi TPI. Dan dari 20% porsi film impor TPI, sebagian besar adalah film dari Asia dan Amerika Selatan.LPS dan Indrawan (Jakarta), Kelik M. Nugroho (Surbaya), Dewi Anggraeni (Melbourne)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus