Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dulu aib kini rebutan

Seorang bocah diperebutkan oleh orang tua kandung dan orangtua angkatnya. bisakah orang tua kandung menariknya kembali?

5 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FARADHITA Widhaswari, 2,5 tahun, duduk bengong di pangkuan ibu angkatnya, Mbok Tupon, 50 tahun. Ia heran memandangi wanita muda di sebelahnya. Mungkin Dhita tak paham, kok wanita muda itu menciuminya sampai berleleran air mata. Wanita itu, Nunung, 23 tahun, adalah ibu kandungnya, yang kini berniat mengambil Dhita lewat gugatan di Pengadilan Negeri Bantul, Yogyakarta, Kamis pekan lalu. Nunung menuduh, Mbok Tupon dan suaminya, Sarjo Utomo, merampas anak kandungnya. Ini bukan perkara sepele, karena mempertanyakan keabsahan pengangkatan anak dalam tradisi hukum adat Jawa. Alkisah, suatu hari Nunung datang sendirian ke losmen milik Sudirah di pantai Parangtritis, Bantul. Nunung hamil 7 bulan. Dalam pengakuannya pada Sudirah, janin ini sudah dicoba digugurkan saat usianya sebulan, tapi tak berhasil. "Saya ingin meneruskan kuliah, tapi saya hamil," keluh Nunung dalam kebingungan. Nunung tak memberi tahu orangtuanya di Tegal. Sudirah menawarkan jalan. Ketimbang digugurkan, lebih baik diserahkan saja pada Sarjo Utomo -- ini kakak Sudirah yang 30 tahun berumah tangga tapi tak beranak. Nunung setuju, dan akhirnya ia menetap di rumah Sarjo yang berlantai tanah di desa Grogol, Parangtritis, sampai sang bayi lahir. Dan saat kelahiran Dhita, buruh tani ini mengadakan syukuran mengundang para tetangga, tokoh masyarakat, seraya memberi tahu sang bayi diangkat anak. Namun, tak disangka-sangka, sebulan kemudian Nunung kembali ke sana meminta anaknya. "Saya cuma titip sementara, sampai saya menikah, bukan saya menyerahkan," kata Nunung kepada TEMPO. Rupanya, setelah menikah dengan pacarnya, Dedi Efendi, mereka sepakat mengambil anak yang dulu membuatnya aib itu. Namun, kedatangan Nunung, yang kadang ditemani seorang polisi, tak digubris Sarjo. "Apalagi cara memintanya tidak baik," kata Sarjo. Sebenarnya, Sarjo mau saja mengembalikan Dhita, asal diminta baik-baik dan membayar ongkos perawatan selama 2,5 tahun sekitar Rp 5 juta. Sarjo telah menjual dua ekor sapi untuk membelikan susu, termasuk membelikan sepeda serta boneka panda -- hal yang tak dilakukan orang tua untuk anaknya di lingkungan itu. Rupanya, Nunung tak ada uang sebanyak itu. Apalagi, sang suami, yang kemudian menceraikannya setelah menikahi 8 bulan, hanya mau rujuk jika anak itu dapat diambil. Maka, perkara ini pun dibawa ke pengadilan, Nunung yang menggugat. Menurut ahli hukum UGM, Siti Ismijati Jeni, kedudukan Dhita sebagai anak angkat Sarjo ditinjau dari hukum adat Jawa sudah sah. Sebab, anak itu diserahkan orangtuanya secara resmi dan disaksikan banyak orang melalui upacara selamatan. Secara adat, menurut Jeni, kedudukan Dhita ibarat entuk banyu loro (dapat dua air). Ia mewarisi harta orangtua angkat sekaligus orangtua kandungnya. Artinya, secara hukum hubungan biologis dengan orang tua kandung tak terputus. Repotnya, secara formal, anak yang sudah diangkat sulit ditarik lagi -- kecuali Sarjo menyalahi kedudukannya sebagai orang tua angkat. Hakim Nyonya Mikaela, yang memimpin persidangan ini, menyarankan damai. Dhita diharapkan kembali ke ibu kandungnya tanpa memutus hubungan dengan orang tua angkatnya. "Meskipun ada biaya pengganti, jangan seperti jual-beli," saran hakim. Sidang ditunda pekan depan.Indrawan dan R. Fadjri (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus