Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim menilai kerugian keuangan negara dari kasus korupsi jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023 adalah sejumlah Rp 562.518.381.077 atau Rp 562,51 miliar. Angka tersebut berbeda dengan hitungan dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kerugian keuangan negara tersebut diakibatkan penyimpangan dalam pekerjaan perencanaan, pelelangan, dan pelaksanaan penanganan konstruksi pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa tahun anggaran 2017 sampai 2019," kata Hakim Ketua, Maryono, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 25 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia merincikan, kerugian keuangan negara tersebut berasal dari riviu desain sejumlah Rp 7.901.437.095 (Rp 7,9 miliar), rancangan penanganan amblasan sebesar Rp 531.961.986.371 (Rp 531,96 miliar), dan pekerjaan jalur trek senilai Rp 22.654.957.611 (Rp 22,65 miliar).
Sementara itu, dalam dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi jalur kereta api Besitang-Langsa mencapai Rp 1,15 triliun. Angka tersebut muncul dari hitungan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pada sidang kali ini, duduk tiga terdakwa kasus korupsi jalur KA Besitang-Langsa. Ketiganya adalah: Akhmad Arif Setiawan selaku Pejabat Pembuat Komitmen Wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara (PPK Sumbagut) untuk Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa periode Januari 2017-Juli 2019; Halim Hartono selaku PPK Sumbagut Jalur KA Besitang-Langsa periode Agustus 2019-Desember 2022; dan Rieki Meidi Yuwana selaku Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa periode 2017 dan 2018.
Ketiganya dijatuhi vonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada sidang kali ini. Putusan tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum dari segi pidana penjara. Berikut rinciannya:
1. Akhmad Arif Setiawan divonis pidana penjara 6 tahun, denda sebesar Rp 750 juta subsider 4 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp 9.546.000.000 (Rp 9,54 miliar) subsider 2 tahun kurungan. Padahal, ia sebelumnya dituntut 8 tahun penjara.
2. Halim Hartono divonis 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 4 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 28.584.867.600 (Rp 28,58 miliar) subsider 3,5 tahun kurungan. Ia sebelumnya juga dituntut 8 tahun penjara.
3. Rieki Meidi divonis 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 4 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 785.100.000 atau Rp 785,1 juta subsider 1 tahun kurungan. Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Rieki 6 tahun penjara.