Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berapa besar peluang kartika

Kartika tak mau menyerah, dan banding. hakim meluluskan transfer uang pertamina dari bank sumitomo ke rekening pertamina di jakarta. benarkah kartika masih punya peluang?

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sidang permohonan transfer, Jumat pekan lalu, hakim pengadilan istimewa Singapura Lai Kew Chai mengabulkan permohonan Pertamina. Maka, Bank Sumitomo diharuskan segera mentransfer 17 rekening sebesar US$ 78,8 juta -- berdasarkan perhitungan per 7 Desember 1992 -- atas nama Thahir dan/atau Kartika, ke rekening Pertamina di Indonesia. Putusan hakim itu sekaligus menolak keberatan pihak Kartika, yang sehari sebelumnya, Kamis pekan lalu, secara resmi mengajukan banding ke court of appeal. Sesuai dengan ketentuan hukum Singapura, putusan pada tingkat pertama bisa langsung dieksekusi, dengan syarat pemohon dinilai mampu mengembalikannya bila sewaktu-waktu (di tingkat banding) kalah. Hakim Lai dalam pertimbangannya memandang Pertamina memenuhi persyaratan itu. Dengan keluarnya court of order itu, pihak Pertamina yang diwakili oleh Albert Hasibuan, Dicky Turner, dan pengacara Alvin Teo, langsung meminta Bank Sumitomo, mentransfer deposito itu ke rekening Pertamina di Bank Bumi Daya dan Bank Dagang Negara Jakarta. Akhirnya, setelah perjalanan panjang, uang negara itu bisa diselamatkan. Padahal, uang itu hampir saja menguap. Peristiwa yang menentukan terjadi pada 30 April 1977 malam. Emir Mangaweang, atase pertahanan di KBRI Singapura, ketika itu menerima telepon. Ia diperintahkan melakukan upaya hukum, agar uang deposito Thahir itu tak jatuh ke tangan para ahli waris. Ketika itu dana yang diperebutkan sudah akan disahkan pengadilan menjadi hak para ahli waris. Emir menghubungi Silvadury, pengacara yang pernah menangani masalah kapal-kapal Pertamina yang terancam dilelang. Pada Senin pagi, 2 Mei 1977, Emir dan Silvadury nongkrong di Pengadilan Tinggi Singapura. Hari itu permohonan Kartika untuk pencairan deposito akan disahkan. Begitu sidang dibuka, Silvadury atas nama pemerintah Indonesia mengajukan klaim pemilikan uang deposito itu. Klaim ini diterima hakim, dan persidangan pun ditunda, kendati baru pada 6 Mei 1977 affidavit (klaim resmi) pemerintah Indonesia diajukan ke pengadilan. Tapi kembalinya uang negara itu terbilang masih sementara. Pihak Kartika ternyata tak mau menyerah. Lewat pengacaranya Francis Xavier, Kamis pekan lalu ia menyatakan banding. Koordinator pengacara Pertamina, Albert Hasibuan, tak gentar menghadapi upaya baru Kartika itu. Ia merasa memiliki bukti-bukti tertulis secara lengkap yang tak terbantahkan. Bagaimana dengan posisi pihak tergugat II, ahli waris A. Thahir yang diwakili Ibrahim Thahir? Penasihat hukum keluarga A. Thahir, Rudhy A. Lontoh dan Denny Kailimang, menyatakan baru pekan akan menyampaikan sikap resmi. Tapi kemungkinan besar mereka pun akan banding. "Kami perlu banding, karena kalau tiba-tiba Pertamina kalah, pihak kami masih bisa tetap ikut mengklaim uang itu," kata Rudhy Lontoh. Di tingkat banding, peluang menang bagi Kartika masih terbuka. "Terlepas dari rasa nasionalisme, dari segi yuridis saya memperkirakan, peluangnya 50 banding 50," ujar Rudhy tegas. Menurut Rudhy, dalam pemeriksaan banding hati nurani hakim tak akan bicara banyak. Soalnya, yang akan diperiksa sebagian besar bukti tertulis, bukan dengan mendengarkan langsung keterangan saksi. Hakimnya pun bukan hakim tunggal, tapi hakim majelis beranggotakan tiga orang. Kemenangan Pertamina tempo hari, menurut Rudhy, ditentukan keterangan Benny Moerdani yang tak terbantah. Tapi ini, katanya, bukan dasar yuridis formal. Dalam catatan Rudhy, secara yuridis kemenangan Pertamina masih banyak titik lemahnya. Misalnya, Pertamina belum sepenuhnya bisa membuktikan dari mana uang itu berasal. Karena yang terbukti lewat bukti fotokopi, transfer uang yang dipercaya berasal dari Klockner dan Siemens. Tapi, "Kalau ternyata uang yang jadi rebutan tak semuanya berasal dari Siemens dan Klocner, Pertamina harus menyusun gugatan baru," katanya. Yang menyulitkan posisi Pertamina, menurut Rudhy, pihak bank di Jerman -- antara lain Deutsche Bank dan Dresdner Bank -- yang mengirim uang ke rekening Thahir di Bank Sumitomo Singapura, keberatan mengungkapkan identitas pengirimnya. Mereka memegang teguh rahasia bank dan menggunakan hak ingkarnya. Karena itu, belum terjawab, siapa yang mengirim uang ke rekening Thahir itu, dan benarkah uang tersebut komisi Thahir. Pemeriksaan banding diperkirakan akan berlangsung April 1993. Entah berapa lama. Sistem peradilan Singapura agak berbeda dengan Indonesia. Pengadilan tingkat pertama terdiri dari dua pengadilan: district court untuk mengadili gugatan di bawah Sin$ 50.000, dan high court untuk perkara di atas Sin$ 50.000. Tak puas di tingkat itu, banding dilakukan ke court of appeal atau supreme court. Di atasnya masih ada preview council (setingkat mahkamah agung). Untuk negara persemakmuran, kasasi dilakukan di London. Tapi, sejak 1989, Singapura menetapkan aturan baru, kasasi harus disetujui dua belah pihak. Bila salah satu pihak merasa puas, kasasi otomatis sulit dilakukan. Maka, dalam perkara komisi Thahir, tampaknya akan sulit bagi Kartika untuk kasasi ke London. Dan persidangan di tingkat banding sekarang ini menentukan. Aries Margono dan Zaimuddin Anwar (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus