Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pulang Kandang

Demi citra HMI yang independen, ketua umum HMI yahya zaini siap meninggalkan kantor menpora. Kembali ke khittah?

19 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDEPENDENSI rupanya merupakan barang mahal buat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dari kongres ke kongres, urusan kemandirian tadi selalu dipertanyakan dan diperdebatkan -- kalau perlu dengan gebrak meja dan melempar kursi. Terutama, sejak kongres di Padang tahun 1986, yang menelurkan kesepakatan mengganti asas Islam dengan Pancasila. Inilah keputusan yang membuat HMI retak. Adalah Majelis Penyelamat Organisasi terdiri dari orang HMI yang tak puas dengan keputusan "lunak" tadi -- yang serta-merta menduduki Kantor PB HMI di Jalan Diponegoro Jakarta waktu itu. HMI mendapat ujian. Kini, soal asas Pancasila sudah beres. Tapi dalam Kongres XIX di Pekanbaru yang berakhir Kamis pekan lalu, independensi organisasi yang berdiri tahun 1947 itu lagi-lagi disorot tajam. Soalnya, untuk pertama kali HMI dipimpin oleh seorang ketua umum yang sangat dekat dengan birokrasi. Muhamad Yahya Zaini, 28 tahun, anak Pulau Bawean, Gresik, ketika terpilih sebagai ketua umum juga masih menjabat sebagai staf khusus Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Akbar Tanjung. Sekali lagi HMI mendapat ujian. Kalau ditilik ke belakang, ketika Saleh Khalid, sarjana pertanian lulusan IPB Bogor, terpilih sebagai ketua umum di Padang (1986), sudah ada suara-suara yang menggugat kemandirian HMI. Saleh yang konon berangkat ke Padang dibiayai oleh Wakil Sekjen Golkar Akbar Tanjung, saat itu, dianggap calon yang dekat Golkar. Ketika itu Akbar Tanjung menjelaskan kepada TEMPO bahwa kedekatannya dengan Saleh sifatnya pribadi. Toh suara meragukan kemandirian Saleh tetap terdengar. Kini Saleh Khalid adalah anggota DPR/MPR mewakili Partai Beringin itu. Beberapa orang bekas ketua umum dan pengurus teras HMI juga kini beraktivitas di Golkar. Ada Menteri Akbar Tanjung, Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad, Menteri Perhubungan Azwar Anas, dan banyak lainnya. Kelihatannya, Golkar menjadi semacam "jenjang" untuk alumni HMI. Sebelum Yahya Zaini terpilih sebagai ketua umum di Pekanbaru, ada pula perdebatan soal status ketua umum lama Ferry Mursyidan Baldan. Ferry dinyatakan dipecat setelah namanya tercantum sebagai anggota MPR dari Partai Beringin untuk periode lima tahun ini dan juga soal dukungannya pada Golkar soal pencalonan kembali Presiden Soeharto. Itu memang kejadian pertama, bahwa seorang ketua umum HMI diangkat menjadi anggota MPR mewakili Golkar semasa jadi ketua umum. Akhirnya, kongres Pekanbaru mencabut pemecatan Ferry -- artinya merestui langkah Ferry di MPR. Segala suara "miring" yang berkembang di Pekanbaru bukariak didengar ketua umum baru Yahya Zaini. Mahasiswa pascasarjana UI program Studi Ilmu Lingkungan ini agaknya akan "banting setir": kembali ke khitah dan masuk kampus. Maksudnya, kata Zaini, "Mengembalikan posisi HMI sebagai organisasi mahasiswa. Dan mengembalikan citra HMI yang kini memang menurun secara kualitatif dan kuantitatif. Tak bisa dimungkiri, basis HMI adalah perguruan tinggi." Agak sulit melacak kapan persisnya HMI "keluar" kampus dan kemudian berkecimpung dalam politik praktis. Namun, ada analisa, awal HMI masuk politik adalah ketika mengkritik keras PKI pada 1964. Malah, HMI sempat membentuk "kohad" alias komando jihad untuk melawan partai komunis itu. Kalau benar Yahya akan membawa pulang HMI ke kampus, barangkali ini langkah baru -- dan mungkin perlu. Hanya mungkin perlu "pandai-pandai bermain", sebab di kampus masih ada rambu ketentuan normalisasi kehidupan kampus (NKK). Sejak ada ketentuan itu, organisasi ekstra tak bisa leluasa berkiprah di kampus. Tapi bagaimana soal kemandirian Yahya sendiri? Jangan khawatir. "Saya akan keluar dari Kantor Menteri Pemuda dan Olah Raga," kata Zaini. Toriq H dan Wahyu Muryadi (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus