Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berawal dari garam

SK mendagri yang mencabut SK Gubernur sum-ut tak diakui PTUN Medan. Mendagri terlalu jauh mencampuri rumah tangga gubernur.

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GARAM tidak hanya menyedapkan masakan, tapi juga jadi bisnis yang menarik. Juga masuk ruang pengadilan tata usaha negara. Itu bermula dari dilarangnya kapal Takari V membongkar muatan di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, Juli tahun lalu. Isi muatannya adalah 3.000 ton garam dari petani garam Jawa Timur. Penolakan itu berdasarkan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara yang mengatur tata niaga garam di daerahnya. Pemilik garam, Asosiasi Pergaraman Rakyat Indonesia (APRI), tak bisa terima. APRI menggugat Gubernur Sum-Ut ke PTUN. Alasannya, SK Gubernur Sum-Ut tahun 1988 itu sebenarnya sudah dicabut oleh SK Menteri Dalam Negeri tahun 1993. Menurut Sekjen APRI Mas Djumari, SK tahun 1993 itu untuk melindungi tata niaga garam dari praktek monopoli. Djumari yakin ada praktek monopoli perdagangan garam di wilayah Sum-Ut. Di sana memang tercatat ada 28 perusahaan dan lima koperasi yang ditunjuk sebagai penyalur garam. Tapi prakteknya, kata Djumari, pemasaran garam hanya dilakukan dua perusahaan, yakni PT Torishindo Makmur Lestari (TML), milik Ismed Siregar -- konon orang dekat Gubernur Raja Inal Siregar - dan PT Graha Rekas Manunggal (GRM), anak perusahaan milik konglomerat Soekanto Tanoto, bos PT Indorayon. Itu pun yang bekerja hanya GRM. TML hanya menerima fee. Namun, gugatan APRI kalah di PTUN. Majelis hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua PTUN Medan, Lintong O. Siahaan, menggugurkan gugatan itu akhir Maret lalu. Selasa pekan lalu, APRI menyatakan banding. Yang menarik, menurut anggota majelis hakim Hambali, gugatan itu tidak berdasar. "Bukti-bukti menunjukkan tidak ada monopoli," ia menegaskan. Bahwa SK menteri secara hierarki lebih tinggi dari SK gubernur, itu betul. Tapi dalam hal ini, menurut majelis hakim, tindakan menteri dalam negeri itu sudah terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga gubernur. Semestinya, kata hakim, sebagai atasan, menteri dalam negeri cukup memerintahkan gubernur mencabut SK, bukan mengeluarkan SK untuk mencabut SK lain. "Kalau itu tidak mungkin, mendagri bisa lebih dulu mencabut kewenangan gubernur untuk mengatur otonomi wilayahnya, atau memecat gubernur," ujar hakim. Sebagai eksekutif, kata hakim lagi, menteri dalam negeri tidak punya wewenang menilai sah atau tidaknya suatu peraturan. Yang berhak menguji materiil (judicial review) hanya lembaga peradilan -- dalam hal ini Mahkamah Agung. Djumari tak putus asa. Selain menyatakan banding, ia akan mencoba lagi mengirim garam ke Sum-Ut, malah akan jauh lebih banyak. Kalau itu masih dilarang, APRI akan menggugat menteri dalam negeri. "Kalau memang mendagri tidak bisa mengamankan produk hukum yang dibuatnya, mbok ya dicabut saja SK mendagri," katanya kesal. Bisnis garam memang menggiurkan di Sum-Ut. Harga garam, yang di Riau hanya Rp 150 per kg, di Sum-Ut bisa Rp 300. Begitu pula dengan harga garam industri. Di Riau hanya Rp 60 per kg, sedangkan di Sum-Ut Rp 185. Menurut hitungan Djumari, keuntungan garam bisa dua sampai tiga kali lipat di sana. Apalagi kebutuhan garam di Sum-Ut rata-rata 8.000 ton per bulan. Itu sebabnya, kata Djumari, PT GRM berkolusi dengan orang-orang tertentu di Medan sehingga terjadi monopoli. "Penolakan garam itu akan memperpanjang kesengsaraan petani," kata Djumari, yang mengaku membawahkan 12.000 petani garam di Jawa Timur.Sri Pudyastuti R. (Jakarta), Irwan E. Siregar, dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum