GARA-gara menjual mayat palsu, Saa de, Haeruddin, dan Umara dijatuhi hukuman penjara 2 tahun oleh Pengadilan Negeri Ujungpandang. Lima penasihat hukum mereka sia-sia saja membela. Penyidangan kasus unik ini berlangsung dua pekan silam, sedangkan kisah pemalsuan mayat itu sendiri cukup panjang dan ruwet. Kepada polisi yang menangkapnya, Saade, 45, yang sering dipanggil Petta Saide itu, mengaku bertemu dengan Haeruddin, pada 1981. Haeruddin, 48, mengaku mendapat mandat dari PT Suranta Wayah untuk mencari mayat seorang pengikut tarekat Naksal-andiah. Dengan alasan untuk kepentingan negara - astaga - Haeruddin, yang juga mengaku sebagai petugas intel itu, memalsukan surat kuasa dari perusahaan tersebut. Bahkan, gila-gilaan, ia pun memalsukan surat dan tanda tangan salah seorang putra Presiden. Saade, yang percaya saja ucapan Haeruddin, segera kasak-kusuk mencari mayat Naksabandiah. Karena tak berhasil, timbul idenya untuk membuat mayat palsu. Tujuh bulan lamanya patung mayat dari kayu tipis, tanah, air, tanduk kerbau putih, rambut manusia, dan lem kayu itu dikerjakan. Setahun kemudian ia menghubungi Haeruddin. Mengaku puas, Haeruddin berjanji akan melaporkan hasil penemuan itu kepada pemesan. Selang beberapa hari, seorang bernama Umara datang membawa pesan Haeruddin, bahwa di Palopo ada pria bernama Makkarennu yang berniat membeli mayat itu. Maka, mayat itu segera diboyong ke Palopo. Sementara itu, di Ujungpandang, Abdul Kadir, seorang pensiunan pegawai negeri, sudah lama menanti pesanannya melalui Makkarennu, salah seorang familinya. Namun, rupanya, bisnis mayat itu sudah tercium polisi. Belum sempat Abdul Kadir melihat mayat itu, polisi telah membekuk Saade, Haeruddin, dan Umara. Abdul Kadir dan Makkarennu bebas dari tahanan karena, menurut polisi, mereka adalah pihak pembeli yang tidak tahu mayat itu palsu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini