SEORANG bisnis menawarkan dagangannya kepada calon pembeli akhir
bulan lalu. Namun dagangannya bukan sembarangan. Celakanya,
calon pembelinya bukan pembeli biasa. Si calon pembeli ternyata
anggota kepolisian yang sedang ikut melakukan Operasi Biawak II.
Proses jual beli berjalan tidak terlalu cepat lantaran polisi
tersebut bukan hanya mengumpulkan uang tapi juga mengatur
jaringan untuk menangkap dagangan yang tidak lain adalah pistol.
Sekaligus bisa dijaring 23 pistol dan penjualnya disekap.
Eceran
Sejak tanggal 20 bulan lalu sampai tanggal 10 bulan ini polisi
Jakarta Raya melancarkan Operasi Biawak II. Komando pengendalian
dipegang langsung oleh Kadapol Metro Jaya, mayor Jenderal
Polisi drs. Sutadi Ronodipuro. "Sasarannya harus lebih sempit,
tidak boleh seperti operasi rutin", ujar Komandan Satuan Tugas
Operasi Biawak, Letnan Kolonel Polisi drs. Hadi Rachmat yang
sehari-hari menjabat Kepala Seksi Reskrim Komdak Metro Jaya.
Sasaran operasi dalam 20 hari tadi adalah kejahatan terhadap
benda dan jiwa yang dilakukan dengan kekerasan, senjata tajam
dan senjata api. Yang dimaksud senjata tajam adalah senjata
pemukul, penikam dan penusuk sesuai dengan pasal 2 ayat (1) dan
(2) UU Darurat nomor 12 tahun 1951. Pasal ini memberi ancaman
hukuman penjara 10 tahun.
Penjual senjata api yang malang itu hanya satu dari 418
tersangka yang kini ditahan di Komdak. Selama operasi yang
dilakukan secara diam-diam polisi menyita tiga mobil, tiga
sepeda motor, senjata tajam 78 bilah terdiri dari berbagai
jenis. "Pengaruhnya ada. Sejak operasi itu orang fikir-fikir
kalau mau membawa senjata tajam", kata Hadi Rachmat. Menurut
perwira menengah tadi ia belum memiliki bukti bahwa 23 pistol
sitaan itu telah digunakan untuk melakukan kejahatan. Pistol
buatan Jerman tersebut berkaliber 8 mm dan termasuk tipe Gas und
alarm pistole model-5. Bersamaan dengan penyitaan pistol itu
polisi juga mendapatkan 100 butir peluru. Di Jakarta Utara
memang sering terjadi jual-beli pistol yang dibawa awak-awak
kapal namun sedikit yang sampai berurusan dengan yang berwajib.
Sebabnya antara lain kekompakan antara pemilik barang dan
pembeli untuk tutup mulut. Orang yang memborong pistol langsung
dari awak kapal biasanya mendapat untung lebih dari 50 persen
ketika menjualnya secara eceran.
Lantai Atas
Operasi Biawak yang berjalan 24 jam tiap hari memergoki 187
pencurian dengan pemberatan. Pencurian disertai kekerasan ada 68
perkara dan penganiayaan 31 kasus. Hanya satu pembunuhan saja
yang sempat kena operasi ini dan pelakunya sudah ditangkap.
Dengan penahanan akibat operasi Biawak kini Komdak Metro Jaya
menampung lebih dari 525 tahanan. Ini yang agak merisaukan Hadi
Rachmat. Kapasitas tahanan di Komdak Metro Jaya sebenarnya hanya
250 orang. Kerisauan itu dapat dimengerti sebab dalam tiga tahun
belakangan ini paling tidak telah terjadi empat kali
"pemberontakan". Pelakunya adalah para tahanan yang menginginkan
agar mereka tidak terlalu berhimpitan satu dengan yang lain.
Sempitnya tempat tahanan bukan satu-satunya sebab bagi para
tahanan untuk berontak. Namun tatkala tahun lalu dilancarkan
operasi serentak terkumpullah ratusan tahun sehingga mereka
merasa terlalu pengap. Meledaklah kemarahan puluhan tahanan.
Korbannya antara lain rusaknya beberapa kantor yang terletak di
atas ruangan tahanan.
Apa tindakan polisi dalam menghadapi pemberontakan dan lolosnya
tahanan? Pertama menyalurkan kelebihan tahanan ke tempat-tempat
lain misalnya markas Brimob di Kelapa Dua. Dan sejak terjadinya
perusakan atas kantor-kantor di atas ruang tahanan kini terlihat
tembok tinggi yang mengelilingi teras sehingga para tahanan
tidak bisa melihat kantor-kantor tersebut. Begitu pula orang di
lantai atas tidak bisa melihat tahanan baik di kamarnya maupun
di halaman. Lalu sejak ada 11 tahanan melarikan diri kini mulai
ada tindakan pencegahan. Semua jendela dan lubang angin yang
tadinya hanya terdiri dari sepasang jeruji besi kini ditambah
satu lagi. Temboknya juga ditambah satu lapis lagi. Rehabilitasi
tidak hanya untuk ruangan para tahanan namun juga di
bagian-bagian lain: Cat-cat gedung utama dan gedung tambahan di
Komdak Metro Jaya berangsur-angsur diganti. "Supaya tidak
kelihatan serem", kata Kadapol Sutadi Ronodipuro.
Tempat Tinggal
Kembali ke Operasi Biawak. Dari yang kena jaring hampir 50
persen berumur antara 22 - 35 tahun. Yang lebih tua dari itu
hanya 16 orang, sedikit lebih banyak dari pada tersangka yang
berusia antara 14 -16 tahun. Dari data yang dikumpulkan polisi
nampak bahwa pelaku kejahatan lebih dari 61 persen karena
tekanan ekonomi. Yang karena mentalnya sudah rusak hanya 8
persen. Faktor keretakan rumah tangga mencatat hamp 30 persen
sebagai penyebab terjadi kejahatan.
Dari Operasi Biawak terlihat bahwa sebagian besar pelakunya baru
untuk pertama kali melakukan tindak pidana. Buktinya 371 orang
baru sekali berbuat dan sisanya: 47 orang, telah melakukan
tindak pidana antara 2 sampai 10 kali. Lebih dari 75 persen yang
terkena operasi ini adalah orang dari luar Jakarta. Dan kurang
dari 25 persen adalah orang Jakarta asli. Dari 418 tersangka
hanya 48 orang, alias 11,48 persen, yang tidak punya tempat
tinggal. Yang tidak punya pekerjaan tetap hanya 174 orang, dan
lainnya, 244 orang, sudah punya mata pencaharian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini