Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bok...bok...mengapa sayang ?

Debora, 16, mati bunuh diri dengan sepucuk pistol kaliber 38 mm milik ayahnta. dari orang yang mengenal dekat gadis itu, diketahui ia nekad, karena mau jadi penyanyi dihalangi ayahnya. (krim)

24 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELASA pagi 9 Maret lalu, letusan senjata menggelegar di Ratahan Minahasa. Penduduk yang sudah asing dengan bunyi ledakan mesiu di masa aman begini, agak terkejut. Lebih terkejut pula Dan Dis Kepolisian Rathan, Lettu S. Mamiasa yang saat itu sedang berada di kantornya, tak jauh dari suara tembakan tadi. Tentu keterkejutan sang Komandan Polisi sangat beralasan karena menyangkut tanggung jawab Kamtibmas yang ada di tangannya. Lebih dari itu suatu hal yang membuat orang tua ini sangat cemas, karena bunyi yang tak sedap itu datangnya dari arah penginapan Ratahan di mana ia tunggal bersama keluarganya. Apalagi ia tahu pasti bahwa sepucuk pistol Colt kaliber 38 mm miliknya, berada di kamar penginapan itu -- tersimpan di dalam tasnya. Senjata ini memang biasa ditinggalkan begitu saja di rumah oleh Mamiasa, kecuali bila hendak berdinas ke luar. Merangkul Untuk memastikan apa yang terjadi dengan sebutir peluru yang meledak tadi, letnan itu memerintahkan seorang anak buahnya mengecek tempat kejadian. Tapi dengan cepat berita telah datang sendiri. Seorang anak dari komandan itu sendiri lari tergopoh-gopoh. "Pak, Debora sudah bunuh diri dengan senjata", ucap anak itu dengan wajah pucat dan suara yang tak lancar. Letnan Mamiasa dengan sekujur tubuh yang hampir kehilangan semangat bergegas pulang ke peninapan. Di sana sudah mulai berkerumun tetangga, bahkan terdengar raungan dan tagis. Letnan polisi itu segera menubruk ke kamar, dan mendapati anak gadis kesayangan keluarganya -- Debora -- sedang tertelungkup di tepi ranjang. Darahmengucur dari punggung kiri dan dada-. nya. "Bok . . . Bok . . . Bok . . . mengapa kau sayang . . . ?" terdengar suara sang ayah memanggil nama kesayangan untuk Debora, sambil merangkul tubuh yang terkulai lemah itu. Tak ada jawaban, karena bunyi maut yang terdengar tadi, sekqap saja telah mengantar Debora pergi untuk tak kembali. Bekas peluru yang mengoyak dada kiri yang mungil itu menembus ke punggung dan dinding kamar tempat kejadian. Sebentar saja berita sedih telah mencekam wilayah Ratahan dan sekitarnya. Soalnya siapa yang tak kenal dan sayang pada Debora si anak komandan yang cantik jelita itu. Ia adalah siswi SMA Negeri Ratahan kelas dua, merupakan siswa pujaan dan harapan di sekolahnya "karena di samping suaranya bagus dan pandai menyanyi, Debora adalah anak yang baik di sekolah, tergolong sedang dalam pelajaran". tutur Kaligis. "Sehari sebelumnya Debora masih masuk sekolah dan mengikuti upacara bendera. Dalam upacara itu kebetulan sekali saya memberikan nasihat kepada para siswa agar semakin berilmu hendaknya menggunakan ratio dan menekan emosi dalam hidup sehari-hari", kata Direktur SMA Ratahan itu, yang nadanya menyesalkan kenekadan Debora yang berdasarkan emosi itu. Kelewat Hanyut Lalu apa yang mendorong si belia nan jelita ini berbuat nekad menutup usianya yang baru 16 tahun? "Memang ada ceritanya yang panjang" tutur Komandan Koramil Ratahan, Pelda Olden Manoppo yang kenal dekat kehidupan Debora, dan konon masih sering melihat Debora dalam mimpinya. Debora memang cantik dan pintar menyanyi sehingga tak pelak ia menjadi idaman kaum remaja. Di samping menyanyi untuk sekolahnya, bila ada acara khusus dan kesenian, Debora juga mulai populer namanya di wilayah Ratahan, Belang dan Tombatu. Di samping di sekolah, ia pun getol berada di atas panggung sebagai seorang penyanyi mengiringi grup musik Kolintang Flamboyan atau Finish yang dipimpin oleh Yansen Patiro. Selain diundang ke pesta-pesta, Debora acap kali pula hadir di panggung untuk membantu aksi-aksi sosial pengumpulan dana pembangunan. Tapi agaknya Debora kelewat hanyut dengan irama lagu untuk mengejar karirnya, sehingga buku pelajaran di sekolah menjadi kurang diperhatikan. Terakhir ia mulai banyak absen di sekolah" tutur gurunya. Dan ini bukan tidak menjadi perhatian orang tuanya. Pagi hari Selasa itu, sebelum ayahnya berangkat ke kantor, dan ibu pergi ke pasar -- Debora yang kelihatan tidak bersiap untuk ke sekolah, sempat ditanya oleh ayahnya. "Debora mengapa tidak ke sekolah? Mau pilih sekolah atau pilih menyanyi", tanya si ayah tegas. Debora yang ditanya, menjawab "pilih sekolah", walaupun ternyata kemudian ia memilih sebutir peluru untuk mengakhiri perasaannya yang tertekan dan kurang mengerti tentang maksud baik orang tua. Siapa Kekasih Beberapa hari sebelumnya memang sudah tumbuh biang kecewa di kalbu Debora. Hari itu ada rencana untuk mengadakan pertunjukan di Belang. Yansen Patiro, pemimpin grup Kolintang Flamboyan -- yang selama ini nampaknya sudah sangat intim pergaulannya dengan Debora selain hubungan di atas panggung -- datang ke rumah Debora untuk mengajaknya ke Belang. Tapi ayah Debora yang sudah ambil garis tegas demi kelanjutan sekolah anaknya, dengan tegas pula memutuskan. "Debora bukan penyanyi bayaran. Sekarang dia dilarang pergi ke Belang. Menyanyi itu boleh kalau hanya di Ratahan, dan untuk menyumbang aksi amal", tegas Mamiasa. Tapi keputusan ini disanggah sang pemula, yang konon mengeluarkan ucapan yang tak sedap didengar orang tua Debora. "Kalau begitu, Debora mau dibayar berapa?" kata si pemuda. Ucapan ini membuat ayah Debora marah pada Yansen. Sejak inilah Debora memiliki sikap yang lain di rumah, maupun di sekolah. Malahan diam-diam ia merencanakan sesuatu yang nekad. Sehari sebelum berada di ujung laras pistol, Debora mengunjungi semua teman sekolah dan kenalan terdekat. Ia mengucapkan selamat berpisah dengan alasan, besoknya hari Selasa sudah akan berlayar ke Maluku Utara dan tak akan kembali lagi. Semua rekan-rekan bersedih untuk kepergian Debora yang baik ini. Tak tahu bahwa kepergian Debora adalah untuk seterusnya. Bukan ke Maluku tapi ke alam baka lewat caranya sendiri. Untuk yang ditinggalkan, ada pesanan lewat surat yang tersisip di bawah kasurnya. Untuk siapa kalau bukan untuk ayah dan bunda dan kekasih. Tapi siapa kekasih Debora? Pemuda Yansen sendiri sehari sebelum peristiwa, telah lenyap dari Ratahan dan tak pernah nampak lagi hidungnya. Konon tiga hari kemudian muncul seorang pemuda bernama Ipek dari perusahaan rokok Fortune yang meraung-raung menangisi kepergian kekasihnya Debora. Tapi sayang kisah asmara itu berakhir di sisi pusara. Sementara misteri itu masih menganga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus