BOM atom dapat dipakai dalam bidang pertambangan untuk
kemanfaatan manusia, dan dapat juga dipakai untuk menghancurkan
manusia. Jadi bom atomnya sendiri netral, tergantung dari
manusia yang memakainya. Itulah sebab musabab timbulnya
pertanyaan atau kesimpulan tersebut di atas. Mari kita
menelitinya lebih dalam.
Semua hasil daya pikir dan daya kreasi manusia adalah budaya
manusia dalam arti seluas-luasnya. Sebagian dari budaya manusia
yang erat hubungannya dengan ratio, dapat digolongkan sebagai
"ilmu pengetahuan". Yang erat hubungannya dengan rasa, dapat
digolongkan sebagai "kesenian". Penggunaan ilmu pengetahuan ini
untuk sesuatu kebutuhan manusia dapat dinamakan "teknologi".
Penggunaan ini dapat dengan berbagai cara, dengan lain perkataan
dapat dengan berbagai teknologi. Ada teknologi yang menonjol
kemanfaatannya dalam jangka waktu pendek, tetapi menunjukkan
kelemahan-kelemahan dalam jangka waktu panjang dan ada juga yang
sebaliknya. Teknologi yang sangat bermanfaat untuk suatu daerah
atau masyarakat, belum tentu juga bermanfaat atau tidak
bermanfaat untuk daerah atau masyarakat lainnya. Timbullah
istilah teknologi primitif, teknologi tradisionil,
teknologi-madya dan teknologi-mutakhir.
Dapat juga dikatakan bahwa teknologi adalah cara melakukan
sesuatu untuk memcnuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan
akal (hardwgre dan software) sehingga seakan-akan memperpanjang,
memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra
dan otak manusia. Netralkah si teknologi ini?
Sebelum kita berusaha menjawabnya, marilah kita ajukan
pertanyaan yang sama kepada budaya manusia lainnya, misalnya
karya sastra atau karya lukis seorang budayawan Indonesia.
Netralkah karya sastra Chairil Anwar dengan binatang jalangnya?
Segera suatu hasil karya sastra direnggut terlepas dari
penciptanya atau dunia pikiran penciptanya, maka karya sastra
tersebut netral sepenuhnya. Dengan mudah karya Chairil Anwar
tersebut dapat dinikmati sebagai karya porno yang picisan.
Demikian juga suatu karya lukisan dari seorang pelukis religius,
dapat dianggap sebagai suatu lukisan cabul murah, oleh orang
yang sama sekali tidak mengenal latar belakang pelukis religius
tersebut.
Demikian juga dengan budaya manusia lainnya, yang dinamakan
teknologi tersebut. Ia diciptakan dengan latar belakang budaya
manusia yang mementingkan efisiensi, beserta syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh alam dan manusia sekelilingnya.
Seorang petani yang mempunyai tanah satu hektar membeli satu
traktor yang dapat mengolah tanah beberapa hektar sehari.
Seorang dari desa membeli lemari es listrik, tanpa mempunyai
listrik di rumahnya. Manusia-manusia berduit membeli mobil
cepat, di negara di mana tidak ada jalan yang memungkinkan moto
tersebut dipakai lebih cepat dari 40 km perjam. Mesin-mesin
modern dibeli dan dipakai di mana manusia-manusia belum mampu
memeliharanya. Mesin pembuat gula dari bukan tebu, hendak
dipakai di perkebunan tebu. Mesin-mesin padat modal diimpor,
padahal masih banyak pekerja tak punya pekerjaan. Masih banyak
contoh lainnya, di mana si pemakai teknologi tidak menyadari
latar belakang, pemikiran dasar dan perhitungan ke depan dari
pencipta-pencipta budaya mesin tersebut.
Dari contoh ini kita lihat, bahwa memang mesin tidak dapat
melawan jika ia dipakai tidak seperti semestinya. Artinya
seperti yang telah dipikirkan oleh penciptanya. Tetapi
penggunaan secara memperkosa tersebut tidak akan membawa hasil
yang diharapkan. Ah, kalau demikian halnya, teknologi itu tidak
sepenuhnya netral. Teknologi tidak dapat dipisahkan dari
pemikiran dasar penciptanya, ia tidak netral, ia membawa pesan,
ia membawa berita.
"The Medium is the Message" adalah-semboyan yang sangat terkenal
dari McLuhan, seorang technology determinist yang percaya penuh
bahwa penemuan-penemuan baru beserta innovasi-innovasi baru
dalam bidang teknologilah yang paling banyak pengaruhnya
terhadap perkembangan suatu masyarakat. Sehingga ia mengeluarkan
semboyan di atas yang secara bebas dapat diartikan, bahwa media
beserta macam-macam teknologinyalah yang membawa berita.
Penerimaan berita tidak hanya ditentukan oleh hasil-hasil pena
si wartawan. Tapi juga oleh teknologi yang dipergunakan oleh si
wartawan untuk mengajukan tulisannya ke masyarakat.
Berita atau pesan yang dibawa oleh teknologi inilah yang kita
sering belum peka menerima atau menggalinya. Menghayati latar
belakang budaya, mengerti pemikiran dasar dan berusaha meramal
pengaruhnya ke waktu depan adalah unsur yang terpenting dari
Technologf Assessment (pengambilalihan teknologi asing), yang
perlu dilakukan oleh para cendekiawan Indonesia. Pengalaman
sendiri sebagai pencipta teknologi sering sangat dibutuhkan
untuk dapat melakukan Technology Assessment yang cukup
bernilai. Inilah beberapa tantangan yang kita hadapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini