Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Biaya kopor nyonya dewi

Sutrisno, 73, berhasil menggaet uang belasan juta rp dengan cara mengaku sebagai kepercayaan ny. dewi soekarno dia dapat memberi pinjaman kepada beberapa orang, asal memberi uang dulu untuk beli kopor tempat uang. (krim)

16 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI usianya mendekati tiga perempat abad, Raden Sutrisno Hadiprayitno masih kelihatan tegap dan kekar. Terbukti pula belakangan kakek ini tetap jago merayu perempuan. "Waktu pacaran, saya ingin selalu dekat dengannya. Kalau berpisah sebentar saja, rasanya ingin menangis," ujar Nyonya Dewi Mulyati, 40, istri baru sang kakek. Tapi, pekan-pekan ini, Sutrisno, 73, sedang diadili di Pengadilan Negeri Yogyakarta karena menipu sedikitnya 10 korban. Dari mereka, ia menggaet Rp 12 juta lebih. Jumlah itu memang tak terlalu besar, karena orang-orang yang ditipunya kebanyakan bukanlah orang-orang berduit. Tapi cara-cara kakek itu mengibuli mereka keterlaluan. Coba. Sutrisno, yang menaruh gelar Raden Ngabehi di belakang namanya, dan mengaku kakak Sri Sultan Hamengkubowono IX, berhasil meyakinkan para korban bahwa ia orang kepercayaan Nyonya Dewi Soekarno. Katanya, seperti terungkap di dalam surat tuduhan jaksa, Nyonya Dewi mempercayakan modal sebesar Rp 170 milyar kepadanya, untuk diputarkan. Tak kepalang tanggung, ia berani memberi pinjaman pada tiap orang sampai Rp 1 miIyar, dengan syarat yang amat sederhana: menyerahkan keterangan identitas yang lengkap dan selembar pasfoto. Kemudian, calon "debitur" harus menyerahkan uang untuk pembeli kopor yang akan digunakannya sebagai tempat uang kredit itu. Sudah tentu janji-janji itu membawa mimpi manis untuk orang seperti Taman, yang sehan-hari menjadi tukang sepatu di Imogiri, Yogyakarta. "Orang tak punya seperti saya, lalu ada janji manis meminjamkan uang, masa tak percaya," kata tukang sepatu itu. M. Taman, 45, berkenalan dengan "kreditur bonafide" itu di Pantai Parangtritis ketika sedang sama menyepi. Umumnya para korban ditemukan kakek itu di tempat-tempat seperti itu, karena - entah sengaja atau tidak - Sutrisno sering beroperasi di sana. Sebulan setelah pertemuan, November tahun lalu, Taman mendatangi rumah Sutrisno di kawasan Umbulharjo, Yogya. Singkat cerita, tukang sepatu ini memperoleh akad kredit dari Sutrisno sebesar Rp 1 milyar, setelah menyerahkan tiga syarat-syaratnya - termasuk menyerahkan uang kontan Rp 600.000 untuk pembeli kopor. Tapi, tunggu punya tunggu, kredit tak kunjung cair, sedangkan uang kopor terus bertambah, karena Sutrisno meminta tambahan sehingga keseluruhannya menjadi Rp 1 juta. Ada juga yang kebobolan dalam jumlah cukup besar, yaitu Parto Sabar dan lima anaknya. Mereka diberi janji pinjaman modal Rp 6 milyar. Untuk itu Sutrisno menggaet uang dari mereka Rp 8.450.000. Mulyati, istrinya tadi, dikawininya akhir tahun lalu, juga dengan memberi janji-janji kosong. Mereka bertemu pada suatu malam Jumat Kliwon di pemakaman Tungkak, Yogya, dan Sutrisno - yang mengaku pensiunan kolonel, selain menyandang berbagai gelar dan jabatan mentereng yang sudah disebut - berhasil merayu wanita makelar tanah itu menjadi istrinya. Setelah mereka kawin beberapa bulan, rumah tangga ini meretak, terutama setelah munculnya Sumini, 19, gadis dari Sleman, yang belakangan ketahuan juga adalah korban Sutrisno yang lain. Gadis itu sempat pasrah dirusak utrisno, dengan janji akan dicarikan pekerjaan. Tapi itu membuat sang istri naik darah, dan dengan modal apa yang diketahuinya tentang praktek sang suami selama ini - misalnya, ia melihat suaminya memalsukan tanda tangan Nyonya Dewi - Mulyati melapor ke polisi. Tapi, sebelumnya, nyonya ini mengaku sempat menyepi di Parangtritis tiga hari tiga malam, mencari ilham untuk mengetahui siapa sebetulnya suaminya itu. Polisi, Juli. 1985 itu, segera memegang Sutrisno, dan setelah itu para korban pun berdatangan melaporkan penipuan yang dilakukan pesakitan itu. Akhirnya, terbongkar, Sutrisno asal Gunung Kidul itu tak lebih dari seorang dukun palsu yang sudah punya nama. Karena prakteknya, ia pernah ditahan 19 hari oleh Kodim Yogya, dan terdaftar di sana sebagai salah seorang pemegang kartu KTL (kartu wajib lapor), alias sertifikat yang diberikan kepada kaum residivis Yogya ketika operasi pemberantasan bromocorah dulu. Maka, berbagai kisah tentang Ratu Adil, kredit milyaran, dan Nyonya Dewi Soekarno itu, palsu pula adanya. Amran Nasution Laporan Syahril Chili & Yuyuk Sugarman (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus