Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bila Balita Diadili

Koko, yang baru berusia lima tahun, diadili PN Yogyakarta, karena mencederai temannya. Dalam KUHP belum ada batas minimum seorang anak boleh diadili.(hk)

21 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOKO, bukan nama sebenarnya, baru berusia lima tahun. Ia mungkin telah menjadi pemecah rekor dunia sebagai manusia termuda yang pernah diadili. Pekan-pekan ini ia diseret ke Pengadilan Negeri Yogya dengan tuduhan menganiaya temannya bermain, Dodi. Jaksa Nyonya Yayu Djumhana menuduh Koko telah melemparkan benda keras ke mata Dodi sehingga korban terpaksa dirawat di rumah sakit. Bocah cilik yang kini murid kelas 1 SD itu benar-benar belum mengerti bahwa ia tengah diadili. Sambil menunggu sidang, Sabtu pekan lalu, ia kelihatan gembira di samping ayahnya, Sudaryono, pengemudi becak di kota itu. Sekali-sekali Koko, yang berbaju putih dan celana cokelat serta sepatu karet, berlari-lari di lorong pengadilan. "Tapi kalau habis sidang ia sering melamun, padahal biasanya ia selalu gembira. Saya menjadi takut," ujar Sudaryono. Perbuatan yang dilakukan Koko sebenarnya sangat lazim terjadi pada anak-anak sebaya dia. Pada 17 September 1984, ia bermain-main dengan Dodi di halaman rumahnya. Tiba-tiba, tidak jelas sebabnya, kedua bocah itu berkelahi. "Dia yang memulai melempar saya dengan batu, jadi saya balas dengan tanah," kata Koko, sambil menunggu sidang. Setelah lempar-melempar itu, kedua anak tadi, kata Sudaryono, sama-sama menangis. Belakangan, Dodi, yang menumpang bersama ibunya di rumah orangtua Koko, sakit. Matanya bengkak. "Dodi dibawa ke rumah sakit dan ternyata ia harus diopname," ujar Sudaryono. Dua minggu anaknya di rumah sakit, ibu Dodi terpaksa membayar biaya perawatan Rp 107 ribu. Sebulan kemudian, ayah Dodi, Kopral Satu Djumeri, datang dari Sumatera menjemput istri dan anaknya yang sudah tinggal di rumah Sudaryono selama enam bulan. Ketika dilapori kejadian yang menimpa anaknya, Djumeri menuntut ganti rugi dari Sudaryono sebanyak biaya rumah sakit. "Saya tidak sanggup membayar sebanyak itu. Saya hanya mampu membayar separo," kata Sudaryono, yang mengaku berpenghasilan Rp 4.000 sehari. Djumeri ternyata tidak bisa menerima. Sebab itu, ia melaporkan Koko ke kepolisian. Polisi yang mencoba mendamaikan persoalan itu gagal. Itu sebabnya, Koko terpaksa diadili. Ia pertama kali dibawa ke sidang pada Januari lalu. Tapi, karena saksi-saksi, Dodi dan orangtuanya, yang sudah pindah ke daerah lain, tidak bisa dihadapkan jaksa, sidang terpaksa ditunda. Barulah bulan ini sidang dibuka kembali. Tapi di persidangan sekarang ini, saksi-saksi juga tidak bisa dihadapkan. "Kami kesulitan mencari saksi," ujar Jaksa Nyonya Yayu Djumhana. Jaksa itu hanya mengharapkan majelis bersedia mendengar keterangan saksi yang tertulis di berita acara. Sebab, kata seorang jaksa, pihaknya berkeyakinan Koko bersalah. "Di visum disebutkan mata Dodi luka akibat dilempari benda keras. Kalau hakim masih percaya kena tanah, terserah," ujar jaksa yang tidak bersedia disebut namanya itu. Majelis Hakim, yang diketuai Nyonya Djuwarin Karjono, B.A., memang menghendaki saksi-saksi dihadapkan ke sidang. Sebab, pemeriksaan terhadap Koko tersendat-sendat. Anak itu hanya mengangguk atau menggelengkan kepalanya bila ditanya hakim. "Ketika hakim menanyakan ia berkelahi dengan siapa, ia diam. Tapi ketika ditanya apa benar ia melempar mata Dodi dengan biji mangga, ia menggeleng," tutur Sudaryono, yang mendampingi Koko di sidang. Peradilan Koko memang dibedakan majelis dengan peradilan pidana lainnya. Selain sidangnya dinyatakan tertutup untuk umum, baik majelis maupun jaksa tidak memakai toga. "Agar dia tidak takut," ujar seorang anggota majelis. Di sidang, kata hakim itu, pemeriksaan lebih ditujukan kepada saksi-saksi daripada kepada terdakwa. "Lha, Koko tidak mau omong," kata hakim itu. Selain dari ayahnya sendiri, hakim juga mendengar keterangan saksi-saksi tetangga Sudaryono. Tapi soalnya, layakkah anak masih balita diadili. Sebuah sumber di kejaksaan menganggap pihaknya benar membawa Koko ke pengadilan. Di KUHP, katanya, hanya diatur anak-anak di bawah umur 16 tahun bisa dihukum dengan tiga alternatif: dikembalikan kepada orangtuanya, dijadikan anak negara, dan dihukum penjara. "Dalam undang-undang itu tidak ada batas minimum usia anak yang bisa diadili," ujar sumber tadi. Seperti pihak jaksa, majelis hakim juga beranggapan bahwa mereka harus mengadili semua perkara yang masuk ke pengadilan. "Kami harus memeriksanya lebih dulu, dan tidak bisa begitu saja menolak perkara," kata seorang hakim yang memeriksa kasus itu. Hakim wanita itu memang membenarkan bahwa kasus itu kejadian yang biasa terjadi pada anak-anak berusia sebaya Koko. "Tapi bagaimana, ya? Tidak tahulah," kata hakim itu. Hakim dan jaksa memang tidak salah, hanya mungkin sedikit kaku. Sebab, tidak satu pun negara yang mengadili anak berusia lima tahun. Di Belanda, misalnya, batas minimum usia terdakwa ditentukan 12 tahun. Sementara itu, di Malaysia dan Singapura, usia minimum untuk bisa diadili 7 tahun. Sayangnya, di Indonesia, sampai saat ini, belum ada ketentuan tentang batas minimum seorang anak bisa diadili. RUU Peradilan Anak memang sudah mencantumkan batas usia minimum terdakwa yaitu 10 tahun. Hanya saja, sampai kini RUU itu, yang sudah digodok 18 tahun lalu, belum juga menjadi undang-undang. Tapi, siapa tahu, kasus Koko bakal mendatangkan hikmah yaitu mempercepat lahirnya Undang-Undang Peradilan Anak. Karni Ilyas Laporan Yuyuk Sugarman (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus