Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Praperadilan, Perdata ?

Syahrin Nuzar, guru ngaji, yang cacat ditembak polisi, gara-gara menegurnya berpacaran dengan masni, mencabut tuntutannya di praperadilan. Hakim menganggap perkara selesai, tapi pengacara menyatakan kasasi. (hk)

21 September 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROSES praperadilan semakin simpang-siur. Di Pengadilan Negeri Medan, dua pekan lalu, pengacara LBH, Onan Purba, membacakan tuntutan kliennya, Syahrin Nuzar, terhadap polisi yang dituduh telah melakukan penangkapan dan penahanan secara tidak sah. Tapi baru saja Onan selesai membacakan tuntutan praperadilan itu, Hakim Burhan Husein Putrajaya membacakan pula surat Syahrin yang mencabut permohonannya. "Karena itu, perkara saya anggap selesai. Pembela dan termohon boleh salam-salaman," kata Hakim Burhan, sambil keluar sidang. Onan tentu saja terpana mendengar putusan itu. Menurut Onan, walau pemohon mencabut permohonan, perkara tersebut harus tetap diteruskan persidangannya karena termasuk perkara pidana. "Praperadilan itu menyangkut sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Bagaimana jadinya bila tidak ada putusan?" ujar Onan. Klien Onan, Syahrin, guru mengaji di kampungnya, Kelurahan Sei Putih, Medan, suatu ketika dimintai tolong oleh seorang ibu mencarikan anak gadisnya, Masni yang kebetulan murid mengaji Syahrin. Menurut ibunya, Masni, murid SMTA di Medan, berpacaran dengan seorang oknum polisi, Koptu Siringo-ringo. Syahrin, yang kebetulan kenal dengan Siringo-ringo, memang menemukan Masni bersama oknum itu. Ia berhasil menyuruh gadis itu pulang ke rumahnya. Tapi, beberapa hari kemudian, 1 Agustus lalu, Syahrin didatangi Siringo-ringo bersama Koptu Johannes Siahaan. Malam itu ia dibawa kedua oknum tadi ke sebuah lapangan golf di kota itu. Di situ ia diminta Siringo-ringo mengakui sebagai pelaku suatu kejahatan. "Mengakulah sebagai pencuri atau perampok atau pemerkosa," kata Siringo-ringo seperti di tuturkan kembali oleh Syahrin kepada TEMPO. Karena Syahrin tidak mau mengaku, Siringo-ringo marah dan memukul Syahrin. "Gara-gara kau, aku tidak lagi bisa berpacaran dengan Masni," kata Siringo-ringo kepada Syahrin. Setelah itu, Syahrin diminta oleh oknum itu melihat bulan. Ketika ia menengadah, Siringo-ringo menembakkan pistolnya ke kaki Syahrin tiga kali. Lelaki itu terjerembab. Ia dilarikan ke rumah sakit dan dirawat sebagai pasien polisi. Kepada atasannya, Siringo-ringo mengaku telah menembak Syahrin, seorang perampok yang mencoba melarikan diri. Tapi selama Syahrin dirawat - 24 hari - Siringo-ringo lupa memberikan surat penahanan. Kelemahan itulah yang dipakai Onan untuk menggugat polisi ke praperadilan. Pengacara itu menuntut polisi membayar ganti rugi Rp 25 juta untuk pencemaran nama baik, dan Rp 25 ribu sehari sebagai ganti rugi korban kehilangan mata pencaharian, sejak ia ditahan sampai perkara diputus pengadilan. "Sampai sekarang saya tidak bisa lagi mencari nafkah," ujar Syahrin, yang cacat akibat peristiwa itu. Sayangnya, sebelum polisi sempat menjawab, Syahrin sudah mencabut gugatannya. "Saya sebenarnya merasa tidak perlu beperkara. Gugatan itu hanya karena dorongan teman-teman saja," ujar Syahrin. Ia, yang kini pincang akibat kejadian itu, mengaku telah puas karena Siringo-ringo telah ditindak atasannya. Oknum itu kabarnya telah dicopot dari dinas reserse dan senjatanya dilucuti. Persoalan kini bukan lagi masalah penahanan atau penembakan. Tapi, apakah pengadilan bisa menghentikan praperadilan yang masih berjalan sebagaimana halnya proses perkara perdata. Hakim Burhan berkeyakinan, tindakannya benar. "Soal pencabutan permohonan praperadilan tidak diatur dalam KUHAP," katanya. Hakim itu menafsirkan bahwa praperadilan terletak antara perkara pidana dan perdata. "Perkara pokoknya memang pidana, tapi praperadilannya tidak lagi pidana biasa karena mencakup soal ganti rugi yang biasa ditemukan dalam hukum perdata," kata Burhan. Atas putusan itu, Onan menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Mungkin peradilan tertinggi itu yang bisa memastikan: praperadilan masuk wilayah hukum pidana atau perdata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus