SUATU malam di Jakarta. Mungkin sewaktu Sidang Umum MPR pada Oktober 1999 atau setelah ada presiden hasil pilihan MPR. Tak mustahil Anda yang warga Jakarta tak bisa keluar rumah atau tak bisa kembali ke rumah setelah dari luar kota. Soalnya, gubernur memberlakukan jam malam.
Kewenangan gubernur yang dilaksanakan polisi itu diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Sebelumnya, keadaan bahaya bertingkat khusus itu dinyatakan presiden setelah menerima laporan gubernur dan disetujui DPRD. Keputusan itu ditempuh bila polisi dianggap tak bisa mengatasi kerusuhan dengan kekerasan, baik antarsuku, agama, ras, ataupun golongan. Juga kerusuhan lainnya dan bencana. Jenis kerusuhan lainnya itu bisa pula dianggap terjadi bila ada demonstrasi besar-besaran.
Dalam situasi yang dianggap lebih serius, diberlakukan keadaan darurat—berhubung ada pemberontakan atau usaha memisahkan diri dari Republik Indonesia. Keadaan itu dinyatakan presiden berdasarkan laporan gubernur dan persetujuan DPRD, dan setelah berkonsultasi dengan DPR.
Dalam keadaan darurat, atas perintah presiden, Panglima TNI bisa menggeledah, menyita senjata atau alat pemberontakan, menyelidiki, memanggil, dan memeriksa orang. Panglima juga boleh mengatur pos, telekomunikasi, serta transportasi darat, udara, dan perairan.
Wewenang Panglima bertambah lagi bila terjadi keadaan perang, antara lain mencegah pemogokan dan membuat peraturan. Itu terjadi bila timbul ancaman perang dengan negara asing, pemberontakan, atau usaha memisahkan diri dari Republik Indonesia dengan dukungan asing. Keadaan perang dinyatakan presiden dengan persetujuan DPR. Nah, waspadalah Anda bila aturan keadaan bahaya yang ditolak masyarakat itu pada akhirnya diberlakukan juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini