Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bolehkah Melakukan Perlawanan hingga Membunuh Begal Sadistis?

Pembunuhan guna melawan dari kejahatan, seperti begal, apalagi begal sadistis termasuk dalam pembelaan diri luar biasa.

20 Juli 2023 | 21.50 WIB

Ilustrasi penembakan. dentistry.co.uk
Perbesar
Ilustrasi penembakan. dentistry.co.uk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aksi begal sadistis atau perampok jalanan yang brutal adalah tindakan kejahatan yang meresahkan dan berpotensi membahayakan masyarakat. Tindakan penyerangan dan perampokan yang dilakukan secara paksa oleh mereka tak hanya merugikan secara ekonomi, namun juga mereka tak segan menghilangkan nyawa korbannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena aksinya yang brutal itu, masyarakat atau korban seringkali terpaksa melakukan perlawanan hingga membunuh pelaku begal untuk pembelaan diri. Namun demikian, alih-alih menjadi korban, orang yang melakukan perlawanan terhadap begal ini justru malah jadi tersangka lantaran tindakannya dianggap berbenturan dengan hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Bolehkah melakukan perlawanan hingga membunuh pelaku begal?

Mengutip laman hukum.ubaya.ac.id, pada prinsipnya, seseorang dijatuhi hukuman pidana jika memenuhi dua persyaratan, yaitu perbuatannya merupakan perbuatan pidana, dan pelaku bersalah atas perbuatan pidana itu.

Pada pembuktian perbuatan pidana dan kesalahan pelaku itu terdapat keadaan atau peristiwa tertentu yang dapat menghapus atau meniadakan masing-masing dua persyaratan tersebut. Jika keadaan atau peristiwa ini ada, terjadi, dan dapat dibuktikan, maka pidana tak dapat dijatuhkan.

Konsep pembelaan diri berhubungan dengan alasan penghapus pidana ini. Di mana, pembelaan diri menjadi keadaan atau peristiwa yang dapat menghapus pidana, baik menghapus sifat melawan hukum sebagai alasan pembenar ataupun menghapus kesalahan pelaku sebagai alasan pemaaf.

Menurut situs resmi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengayoman Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), sebagaimana Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembelaan diri dibagi menjadi dua, yaitu pembelaan diri (noodweer) dan pembelaan diri luar biasa (noodweer excess). 

Pembunuhan guna melawan dari kejahatan, seperti begal ini termasuk dalam pembelaan diri luar biasa. Dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP disebutkan apabila pembelaan terpaksa yang melampaui batas akibat guncangan jiwa begitu hebat karena ancaman atau serangan tak akan dipidana. 

Kendati begitu, bunyi pasal beleid itu tak serta-merta membenarkan seluruh perbuatan pembelaan diri. Ada beberapa unsur yang harus terpenuhi guna terlepas dari ancaman pidana, yaitu:

1.  Ancaman dan serangan yang melawan hak secara mendadak dan bersifat seketika (masih atau sedang berlangsung), sehingga tidak ada rentan waktu. Artinya, ketika seseorang mengerti akan adanya serangan, maka seketika itu pula dirinya melakukan pembelaan.

2. Serangan dari pelaku bersifat melawan hukum, ditujukan kepada tubuh korban, merenggut kehormatan, dan harta benda, serta membentuk tekanan jiwa dan batin sangat hebat.

3. Pembelaan harus bertujuan untuk menghentikan serangan yang dianggap perlu berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Proporsi pembelaan harus seimbang dengan datangnya serangan dan tidak ada upaya lain untuk melindungi diri. 

Pasal-pasal KUHP tentang pembelaan diri tersebut dipakai sebagai alasan memaafkan, tetapi bukan membenarkan perbuatan melanggar hukum. Dengan demikian, membunuh begal untuk mempertahankan diri dapat dimaafkan secara hukum asalkan memenuhi sejumlah persyaratan seperti yang disebutkan di atas. Namun, perlu pendalaman lebih lanjut dari aparat berwenang.

UBAYA | TIM TEMPO
Pilihan editor : 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus