LENGSER boleh sama, tapi kemujuran bisa berbeda. Setidaknya begitulah yang dialami mantan presiden Abdurrahman Wahid dan mantan Menteri Keuangan serta Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli. Beberapa waktu lalu, Abdurrahman dikalahkan oleh pengadilan setelah digugat oleh mantan bawahannya, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Suripto. Sebaliknya, Rizal Ramli dimenangkan hakim setelah dituntut oleh Amirrudin Riayat, mantan Direktur Utama PT Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo).
Menurut Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa pekan lalu, keputusan Rizal Ramli selaku Menteri Keuangan tertanggal 18 Juni 2001 tentang pemberhentian lima orang jajaran direksi Jasindo, termasuk Amirrudin Riayat, sudah sesuai dengan prosedur dan berdasarkan hukum. Majelis hakim yang diketuai Eddy Nurjono juga berpendapat bahwa ke-putusan itu tidak sewenang-wenang. Sebab, masa jabatan direksi Jasindo yang dikomandani Amirrudin saat itu sudah berakhir.
Jelas Rizal, pendiri Econit Advisory, gembira menyambut kemenangan itu. Tak demikian halnya dengan Amirrudin dan empat koleganya sesama direksi Jasindo, yang ikut menggugat. "Putusan itu kontroversial. Masa jabatan saya baru habis pada tahun 2004," ujar Amirrudin, yang langsung menyatakan naik banding.
Buat Amirrudin, keputusan pemberhentian itu cacat hukum. Memang benar, Menteri Keuangan yang mewakili pemerintah selaku pemegang saham di badan usaha milik negara seperti Jasindo berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi Jasindo. Namun, kekuasaan tertinggi di perseroan seperti Jasindo tetap berada di tangan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Masalahnya, kata Amirrudin, keputusan pemberhentian tadi tak melalui RUPS. Lebih dari itu, keputusan bernomor 375 tanggal 18 Juni 2001 itu menyebutkan bahwa direksi yang diberhentikan bisa mempersoalkan pemecatan itu di RUPS. Lo, untuk apa lagi melakukan pembelaan bila sudah dipecat?
Amirrudin dan keempat penggugat lainnya juga mempermasalahkan mutu beberapa orang yang masuk ke jajaran direksi baru sebagai pengganti mereka. Beberapa orang itu sebenarnya tak lulus uji kelayakan dan kepantasan. Selain itu, salah seorang direksi baru, Tono Indrastono, masih menjadi direksi di badan usaha milik negara yang lain, PT Indore.
Sebenarnya, Amirrudin sempat berada di atas angin pada tahap awal gugatannya. Itu karena PTUN mengeluarkan penetapan yang memerintahkan agar Rizal Ramli menunda keputusan pemberhentian sampai gugatan itu diputus berkekuatan hukum tetap. Namun, Rizal tak menggubris perintah penangguhan itu. Ia tetap mengangkat jajaran direksi baru dengan direktur utama Herris B. Simandjuntak.
Amirrudin dan rekan-rekannya membalas dengan aksi tetap berkantor seperti biasa. Tak lama kemudian, Amirrudin mendengar kabar dari Kejaksaan Agung tentang tak cukupnya bukti kasus korupsi yang melibatkan Arifin Panigoro. Sebagaimana pernah ramai diberitakan, Arifin yang tokoh PDI Perjuangan itu disangka melakukan korupsi gara-gara masalah surat utang (commercial paper) perusahaannya, Medco, dengan PT Bahana dan Jasindo.
Namun, belakangan Amirrudin juga menerima kabar bahwa ada bukti-bukti baru yang bisa membawa Arifin ke meja hijau. Amirrudin menduga kabar ini berkaitan pula dengan konspirasi untuk mendongkel jajaran direksi Jasindo. "Kami disingkirkan karena dianggap tak bisa menyeret Pak Arifin," tutur Amirrudin. Padahal direksi Jasindo yang diketuai Amirrudin berpendapat bahwa masalah surat utang Medco dengan Jasindo sudah selesai dengan dilunasinya utang Medco kepada Jasindo.
Toh, gugatan Amirrudin dan kawan-kawan dipatahkan oleh PTUN Jakarta. Namun, itu bukan berarti Rizal Ramli tak lagi tersandung perkara. Kamis malam pekan lalu, Rizal diperiksa selama tiga jam di Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ia dituding telah memfitnah Amirrudin lewat pernyatan yang dikutip koran tentang dugaan bahwa Amirrudin telah menyalahgunakan keuangan negara senilai US$ 280 ribu.
Rizal tegas membantah tuduhan pencemaran nama baik Amirrudin. Katanya, pernyataan itu sebenarnya diucapkan di dalam sidang Komisi IX DPR pada 5 Juli 2001. "Yang saya katakan di dalam ruang sidang DPR mestinya dilindungi undang-undang, apalagi saya waktu itu pejabat negara," kata Rizal. Dengan kata lain, ia tak bisa dituntut secara pidana.
Dwi Arjanto, I G.G. Maha Adi, Wenseslaus Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini