HADIAH yang diobral H.J.M. Van Ass, 47 tahun, selama ini bagaikan bumerang yang menikam dirinya sendiri. Oleh polisi, warga Belanda yang sering mondar-mandir Amsterdam-Jakarta-Brebes itu sejak awal bulan lalu dinyatakan buron. Ia dituduh berbuat tidak senonoh terhadap anak angkatnya. Belum lama ini duda satu anak itu menuturkan kepada M.D. Ajie dari TEMPO bahwa ia adalah korban perbuatan orang-orang yang ingin menguasai hartanya. "Ada yang ingin mengusir saya dari Kota Brebes dan mereka hendak menguasai harta saya," kata Van Ass, yang suka dipanggil Harjuno ini. "Kalau karena hubungan intim itu, kenapa tidak dari dulu saya ditangkap?" katanya. Ia telah 20 kali mengunjungi Indonesia, dan sekitar lima tahun akrab dengan anak angkat itu. Pertama mengenal Desa Larangan di Brebes, Jawa Tengah, berkat hubungan Van Ass dengan Sunarko (bukan nama sebenarnya). Lima tahun lalu, Sunarko yang kini berusia 21 tahun itu bekerja sebagai pelayan di Wisma Karya Cirebon. Pertemuan itu berlanjut dengan keinginan Van Ass mengangkatnya sebagai anak angkat. Kemudian Van Ass minta agar Sunarko pulang untuk melanjutkan sekolah. Keinginan itu disambut Sunarko. Malah belakangan Van Ass mengangkat pula anak angkat lainnya. Van Ass mengaku lahir di Jakarta, dari seorang ibu Indonesia dan ayah serdadu Belanda. Pada usia 27 tahun ia meraih gelar doktor dalam bidang teknik dari Universitas Eindhoven, Belanda. Kini pekerjaannya membuat software, perencaan pembuatan pabrik, dan pemasok di Philips. Ia mengaku berpenghasilan Rp 300 juta per tahun. Toh penampilannya sehari-hari seadanya saja, bersandal jepit, dan ke mana-mana menenteng tas plastik. Di Belanda, ia mengaku mempunyai dua anak angkat dari Suriname. Dari dua anak angkat tersebut, ia mempunyai enam cucu. Anaknya sendiri seorang gadis berusia 16 tahun. Di Indonesia, ia mempunyai satu anak adopsi, yaitu Sunarko. Di samping itu, ada lagi sebelas anak angkatnya yang lain. "Saya ingin menghabiskan masa tua saya di Brebes," katanya. Di Brebes, selain membangun sebuah rumah mewah yang biasa disebut "keraton" senilai Rp 750 juta, Van Ass juga menanamkan investasi untuk desa setempat. Ia membeli mesin jahit dan mengajarkan membuat konfeksi dan membatik. Tentang hubungan intim dengan anak-anak angkatnya, Van Ass tidak menyangkal. "Hubungan saya dengan anak-anak itu memang agak bebas. Kami sering mandi bareng, saling gosok, pijat-pijatan, dan lainnya. Semuanya atas dasar kasih sayang," katanya. Ia mengaku bahwa perbuatannya itu dilakukan tanpa ada paksaan dan ancaman. Belakangan, kasus ini pecah keluar ketika tujuh orang tua dari sebelas anak yang dijadikan anak angkat Van Ass itu, awal bulan silam, mengadu ke Kepolisian Resor Brebes. Lelaki tinggi besar itu dituduh mencabuli, alias menghomoi, anak-anak mereka. "Kami diajak bersebadan dengan sesama jenis secara paksa," begitu pengakuan Sunarko, salah seorang anak angkat itu, kepada TEMPO. "Secara bergantian, seminggu dua kali kami diminta melayani dirinya," kata Joni (juga nama samaran), yang kini berusia 14 tahun. Pengaduan anak-anak itu tentu membuat geger warga di sana. Sebab, selama tinggal di Kota Bawang Merah itu, Van Ass dikenal dermawan dan sering memberi hadiah kepada remaja. "Van Ass itu baik. Ia penyelamat keluarga saya," kata Warja, ayah Sunarko. Van Ass juga menyekolahkan anak angkatnya. Soal uang dan keperluan lainnya seperti tidak menjadi masalah. Segala kebaikan Van Ass tampaknya bukan tanpa imbalan. Sunarko beserta anak-anak yang lain, misalnya, harus melayani kegemaran meneer ini bersebadan dengannya. "Awalnya saya takut, lama- kelamaan biasa saja," kata anak pertama dari tujuh bersaudara keluarga penarik becak itu. Hubungan bapak dan anak angkat ini semula mesra, tapi menjadi kacau setelah Sunarko diam-diam menikah dengan gadis pilihannya. Inilah yang membuat Van Ass sewot. Ia minta Sunarko menceraikan istrinya. Alasannya, Sunarko ketika itu belum dewasa. Rupanya, percekcokaan ini meruncing setelah Van Ass menuduh Sunarko mencuri barang-barang "keraton" itu. Padahal, semua investasi Van Ass di Brebes adalah atas nama Sunarko, tetapi hak pakainya masih tetap pada Van Ass. Kini Van Ass enggan menjenguk rumahnya di Brebes. Ia menyebutkan telah terjadi komplotan di Desa Larangan. "Terutama warga yang iri pada Sunarko," katanya. Bahkan ia menuduh pengacara Sunarko, Agung Widyantoro, sebagai aktornya. "Saya sayangkan Van Ass menuduh kami merekayasa untuk menguasai harta miliknya," kata Agung Widyantoro kepada TEMPO. Menurut pengacara ini, persoalan antara Sunarko serta temannya dan Van Ass itu kriminal murni, yaitu perbuatan sodomi dengan anak-anak di bawah umur. "Kami ingin menyelamatkan jiwa mereka," katanya. Kapolres Brebes, Letnan Kolonel M. Ali Wijaya, menilai tindakan Van Ass merupakan perbuatan tidak senonoh. Ada lima saksi pelapor yang sudah diperiksa. Dalam mengusut perkara ini, katanya, pihaknya tidak akan mengutik-utik harta Van Ass. Kenapa kasus ini baru terdektesi sekarang? Menurut Ali Wijaya, ada kemungkinan Sunarko hendak menguasai harta Van Ass. Di pihak lain, Van Ass mungkin makin kikir terhadap anak-anak itu. "Dalam kasus ini tidak ada unsur lain yang bersifat paksaan," katanya. Gatot Triyanto dan Bandelan Amarudin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini