Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Buntut cinta terlarang

Abdul Azis Lintang dari muara sipongi, tapanuli selatan, membunuh bayinya sendiri, rajab, 13 bulan, hasil hubungan dengan janda. azis kesal karena bayi itu tidak diterima oleh keluarganya & panti asuhan.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARIPADA rumah tanggaku pecah lebih baik anak haram ini kubunuh." Bisikan iblis inilah yang menggerakkan Abdul Azis Lintang, 25 tahun, mencekik leher seorang bocah, yang lagi lucu-lucunya. Dan ya Rabbi, Rajab, yang baru berusia 13 bulan, tewas di tangan ayah kandungnya sendiri. Gara-gara kekejamannya itu, pekan-pekan ini, Abdul Azis diseret ke Pengadilan Negeri Padangsidempuan. Rajab memang buah cinta terlarang Azis dengan Taing boru Lubis, 27 tahun, sama-sama penduduk Desa Huta Gambir, Kecamatan Muara Sipongi, Tapanuli Selatan. Pada 1987 lalu, janda beranak dua itu, konon, iseng menggodanya. Rupanya, Azis juga tertarik kepada tetangganya, yang berkulit mulus dan rambut tergerai hingga pinggul itu. Tapi, setelah skandal itu terjadi, Azis meninggalkan kampungnya dan pergi merantau mencari nafkah ke Pinangsori, Tapanuli Tengah. Ketika ia di rantau itulah, penduduk desa gempar karena Taing melahirkan anak tanpa ayah. Setahun kemudian, Azis kembali ke desanya. Tapi ia menikah dengan gadis pilihannya, Delisma boru Sinaga, 19 tahun. Taing, yang kesal melihat sikap lelaki itu, tiba-tiba muncul dengan bayinya di rumah pengantin baru tersebut. "Ini anak hasil hubungan kita dulu," katanya. Kepada Azis wanita itu menuntut biaya hidup bersama anaknya, Rajab. Azis pun mengangguk. Kesepakatan itu ternyata hanya bertahan tiga bulan. Suatu hari, Juni 1988, Taing muncul lagi di rumah Azis. "Sekarang kalianlah yang merawat anak ini," kata Taing, seraya meninggalkan bayi itu. Sejak itu Taing minggat entah ke mana. Azis pun panik. Apalagi hampir semua keluarganya tak sudi menerima anggota baru itu. "Untuk apa kau mau mengurus anak haram?" kata ibu si Azis. Istrinya, Delisma, juga tak bersedia mengasuh Rajab. "Lebih baik kita bercerai saja," kata Delisma. Lelaki itu kemudian membawa bayi tak berdosa itu ke sebuah panti asuhan di Padangsidempuan. Tapi di situ ia ditolak karena anaknya masih terlalu kecil, sementara panti itu hanya menerima anak-anak di atas enam tahun. Azis pun terhenyak lemas. Sambil menggendong Rajab, Azis melangkah gontai meninggalkan panti itu. Laki-laki yang cuma sempat duduk di bangku kelas 2 SD itu putus asa. Hanya 500 meter dari panti itu, ia seperti mendengar bisikan setan tadi. Setelah Rajab tewas, ia meninggalkan mayat Rajab begitu saja di semak-semak tak jauh dari jalan raya. Selain itu, ia meninggalkan pula sebungkus pakaian Rajab, yang semula dibawanya untuk pakaian ganti bocah itu selama di panti asuhan. Penduduk, yang menemukan mayat Rajab, dengan mudah menemukan alamat Azis. Sebab, di bungkusan tersebut juga ada surat keterangan kepala desa sebagai pengantar ke panti asuhan. Sebulan kemudian laki-laki itu diciduk polisi. Azis kini memang menyesali perbuatannya. "Aku khilaf waktu itu," katanya, sewaktu ditemui TEMPO di Lembaga Pemasyarakatan Padangsidempuan.BL & Irwan E. Siregar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum