Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Cendananya Harum, Penjaranya Gersang

Pengadilan ekonomi di Kupang menyidangkan Daniel Cherlin, dituduh mencoba menyelundupkan cendana ke Hong Kong. Berdalih barang kerajinan, supaya bisa di ekspor dan tak dikenai pajak ekspor.

2 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN ekonomi Kupang, pertama kalinya sepanjang 1987, bersidang Rabu pekan lalu. Yang dihadapkan Daniel Cherlin, 38 tahun. Ia pengusaha kulit dan minyak ikan hiu yang juga terjun di bisnis kayu cendana. Gara-gara bisnis kayu langka itulah pengusaha terpandang di Kupang itu duduk di kursi terdakwa. Direktur CV Vada tersebut dituduh melakukan penyelundupan kayu itu. Kata jaksa, ini pertama kali penyelundupan cendana diajukan ke meja hijau. Agustus lalu Daniel mencoba men~ekspor cendana ke Hong Kong Di dokumen, barang itu tertulis sandal wood art (cendana berukir). Banyak~ya 405 potong.Potongan kayu cendana dengan panjang 60-75 cm dan garis tengah 20 cm itu memang berukir. Motif ukirannya ornament base relief dan p~ilar w~ith relef. Menurut Daniel, desain ukiran dibuat oleh Izuto Co. Ltd. Tokyo, Jepang, sesuai dengan permintaan Timor Trading Co. sebagai pembelinya, di Hong Kong. Desain itu disetujui Direktur Industri Kerajinan dan Umum Direktorat Jenderal Industri Kecil Departemen Perindustrian serta Kanwil Perindustrian Nusa Ten~ara Timur. Pihak Hong Kong memesan 1.500 potong dari Daniel. Pengiriman Agustus itu merupakan realisasi kontrak pembelian tahap pertama. Dokumen pemeriksaan diteken oleh tim koordinasi dari Kanwil Perindustrian, Kanwil Perdagangan, Inspeksi Bea Cukai, Pemda Tingk~at I NTT, dan BRI. Dari pelabuhan Tenau Kupang, cendana dengan bruto lebih dari 3 ton itu diangkut dalam 11 peti kemas dengan kapal San Pasific menuju Tanjungperak, Surabaya. Menunggu kapal ke Hong Kong, barang itu disimpan di gudang 402 di pelabuhan itu. Ketika diangkut dengan forklift, salah satu peti kemas jatuh. Dan Administratur Pelabuhan (Adpel) Tanjungperak menemukan cendana yang "hanya" diukir seadanya. "Masa, ukiran sekasar ini dibilang barang kerajinan," ujar Drs. Soeharyono, Adpel Tanjungperak. Ia mensinyalir ada penyelundupan dengan modus baru: cendana batangan yang ditatah sekadarnya agar disebut "barang kerajinan" -- hingga bisa diekspor dan tak dikenai pajak ekspor. Bahkan, atas nama "kerajinan" itu juga bebas dari pemeriksaan Sucofindo dan tak perlu Laporan Kelengkapan Pemeriksaan (LKP). Padahal, cendana batangan (log), berdasarkan SK Menteri Perdagangan 1978, termasuk di antara 14 "kayu mewah" yang tak boleh diekspor. Lalu datanglah tim pemeriksa dari NTT ke Tanjungperak - di antaranya, aparat Kanwil Perindustrian dan Perdagangan NTT. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Martin Basiang, S.H., mereka ke Surabaya itu setelah membaca berita koran tentang usaha penyelundupan cendana dari NTT di Tanjungperak. Bersama Kejaksaan Negeri Tanjungperak, barang Daniel yang diperiksa kembali itu selain berukir juga ditemukan cendana batangan. Daniel segera ke Surabaya menemui Adpel Soeharyono. Ketika ditunjukkan barang temuan Adpel, Daniel kontan menolak. "Itu bukan barang saya, Pak," ujarnya tegas. Ia menduga ada pihak tertentu menyelipkan cendana batangan ke peti kemasnya. Sebuah sumber menyebut kemungkinan seperti itu bisa terjadi. Sebab, jauh sebelum kasus Daniel Cherlin ini, di Tanjungperak sudah beberapa kali digagalkan usaha penyelundupan cendana batangan - dan sitaan itu masih nongkrong di gudang sana. Pihak Kejaksaan Tinggi NTT tak yakin dengan kemungkinan "penyelipan" itu. Pada 14 Oktober 1987, Kejaksaan Tinggi NTT menggeledah gudang CV Vada di Kupang. Gudang itu disegel dan 339 potong cendana disita. Sepuluh hari kemudian, Daniel diciduk dari rumahnya, selagi santai dengan keluarganya. Di penjara di luar Kota Kupang yang gersang itu, dan merasa tak jelas kenapa ditangkap, Daniel lantas minta didampingi pengacara Robby dan Fauzi dari Surabaya, John H. Walery dari Jakarta, dan Nyonya Matilda di Kupang. Robby, pengacara itu, mengatakan pada TEMPO, pusing menghadapi kasus ini. "Ini penyelundupan atau soal layak tidaknya suatu barang kerajinan diekspor?" tanyanya heran. Ia juga tak mengerti, padahal surat-suratnya lengkap dan sah. Adpel Tanjungperak Soeharyono mengatakan, ukiran di cendana itu hanya kamuflase. Malah ia meragukan keabsahan SK Gubernur NTT yang mendasari ekspor barang Daniel. Sedangkan pihak Kejati merasa tak gegabah. Awal Desember lalu, Kejati NTT kembali mengirim timnya ke Tanungperak untuk memeriksa ulang barang Daniel. Hasilnya: semuanya memang cendana yang sudah berukir. Bila ada selisih berat, itu tak masalah. "Sebab, pajak ekspornya tetap nol persen," tutur M. Ratu Kore pada TEMPO. Ia Kasi Bimbingan Produksi Kanwil Perindustrian NTT, anggota tim pemeriksa ulang di gudang 402. Lain dengan sumber di Perindustrian Kupang. Aparat yang memberikan persetujuan atas desain ukiran Daniel itu agaknya kecewa. "Selama republik ini percaya pada kami, kerajinan ukiran itu, ya, su~ah barang kerajinan yang selesai proses," katanya. Daniel lebih kecewa. "Ekspor ukiran itu nilainya hanya sembilan belas ribu dolar. Proyek ini kecil. Mana mungkin saya menyelundupkan. Yang saya utamakan adalah kulit dan minyak ikan hiu " tuturnya pada TEMPO. Investasinya Rp 1 milyar di dua bisnis itu, katanya, kini telantar. Ia ingin sidangnya segera berakhir. "Saya sudah dua bulan menderita di penjara," katanya. Beda dengan penjara, cendana itu memang mengharumkan. Mei lalu, misalnya, usaha penyelundupan 30 ton kayu langka senilai Rp 100 juta digagalkan aparat pelabuhan Tenau Kupang. Yang aneh: tak jelas siapa penyelundupnya. Dan sejak November 1986 sampai Januari 1987 diperkirakan 25 ton cendana "terbang" dari Kupang. Padahal, sensus terakhir(1968) menunjukkan populasi cendana tinggal sekitar 500 ribu pohon. Toriq Hadad, Saiff Ba~kham ~(Surabaya~), Supriyantho Khalid ~(Kupang~)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus