Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dagang Audit Proyek Air Minum

Komisi Pemberantasan Korupsi menengarai keterlibatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil, dalam perkara korupsi proyek air minum. Diduga meminta jatah proyek dan komisi dengan mengotak-atik audit.

22 Juni 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dagang Audit Proyek Air Minum/TEMPO//Dhemas Reviyanto Atmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA tedeng aling-aling, Sri Hartoyo menjawab perta-nyaan jaksa Komisi Pembe-rantasan Korupsi -mengenai proyek titipan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil. Man-tan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu mengaku sempat dipanggil Rizal ke ruangannya di kantor Badan Pemeriksa Keuangan. “Beliau bilang mau nitip orang agar diperhatikan,” kata Sri di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 19 Juni lalu.

Sri menjadi saksi dalam persidangan empat terdakwa pejabat Direktorat Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum. Mereka adalah Kepala Satuan Kerja Pengembangan Teknis SPAM Strategis Anggiat P. Nahot Simaremare, Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Strategis Wilayah 1B Meina Woro Kustinah, Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Strategis Wilayah 1A Donny Sofyan Arifin, dan Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Mochammad Nazar.

Para pejabat ini diciduk tim KPK saat menerima suap dari kontraktor PT Wijaya Kusuma Emindo pada 28 Desember 2018. Mereka juga didakwa menerima suap dari kontraktor PT Minarta Dutahutama.

Jaksa I Wayan Riyana mencecar Sri agar menceritakan pertemuan itu secara gamblang. Namun Sri mengaku tidak begitu memperhatikan pernyataan Rizal ketika itu. Jaksa Wayan pun menegur Sri karena, dalam berita acara pemeriksaan, pria yang kini menjabat Komisaris Utama PT Nindya Karya itu justru blakblakan soal hal ini. “Saksi bisa menjelaskan di BAP. Saya bacakan saja BAP saksi,” ucap jaksa Wayan.

Jaksa lantas membacakan berita -acara pemeriksaan Sri. Dalam BAP tersebut, Sri mengaku bersama dua anak buahnya berkunjung ke BPK pada April 2017. Ia kemudian diajak ke ruangan Rizal. Di situlah Rizal menyampaikan kepada Sri agar temannya, Leo, diberi pekerjaan. “Nanti Leo akan menghubungi Bapak,” ujar Sri menirukan ucapan Rizal seperti tertuang dalam dokumen pemeriksaan yang dibacakan jaksa.

Dagang Audit Proyek Air Minum/TEMPO/Imam Sukamto

Sri pun mengiyakan permintaan Rizal tersebut. “Kemudian Pak Rizal kembali menyampaikan, ‘Tapi jangan dikasih paket yang kecil, dia kelasnya yang gede, orang lulusan Australia.’ Saya menyampaikan, ‘Iya nanti kami perhatikan,’” kata pria kelahiran 1953 tersebut dalam dokumen pemeriksaan yang dibacakan jaksa KPK.

Sri awalnya tak mengetahui Leo yang dimaksudkan Rizal. Namun ia kemudian teringat saat menghadiri acara syukuran menyambut Ramadan di kediaman Rizal di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, sekitar Mei 2017. Rizal saat itu memperkenalkan Sri kepada Leonardo Jusminarta Prasetyo, Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama.

Upaya Rizal Djalil menitipkan koleganya agar mendapat proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan -Rakyat bukan hanya kepada Direktur Jenderal Cipta Karya Sri Hartoyo. Menurut Sri, anak buah-nya juga gencar mendapat pesan khusus dari Rizal.

Salah satunya anggota staf ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Mochammad Natsir. Pria 60 tahun ini saat masih menjabat Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum kerap berkomunikasi dengan Rizal. Sekitar awal 2017, menurut Sri kepada penyidik KPK, Natsir menyampaikan ada pesan dari Rizal bahwa orangnya agar diberi pekerjaan di Direktorat Air Minum.

Natsir juga dihubungi salah seorang anak buah Rizal mengenai rencana Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leo-nardo Jusminarta Prasetyo yang akan berkunjung ke kantor Direktorat SPAM di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. “Sehingga saya menjadi tahu Leo merupakan kepanjangan tangan Rizal Djalil,” kata Natsir ketika diperiksa penyidik KPK pada 29 Januari 2019. Dalam pertemuan itu, kepada Natsir, Leo menyampaikan satu nama yang akan menjadi pelaksana proyek, yakni Misnan Misky.

Anak buah Natsir kemudian berkomunikasi dengan Misnan mengenai jenis-jenis proyek di kementerian tersebut. Mereka ternyata berminat mengikuti pelelangan proyek JDU Hungaria.

Karena titipan Rizal, perusahaan Leo mendapat perhatian khusus dari para pejabat Direktorat SPAM. “Pak Natsir memang-gil saya dan Pak Rahmat bahwa terdapat proyek rekomendasi dari Pak Rizal selaku anggota BPK sambil menulis, terkait de-ngan proyek Hungaria, diharapkan pemenangnya Pak Leo,” tutur Direktur Pengembangan SPAM 2017-2018, Muhammad Sundoro, saat menjadi saksi dalam persidang-an suap air minum ini.

Muhammad Sundoro menggantikan Natsir per Mei 2017. Sundoro kemudian memerintahkan anak buahnya, Rahmat Budi, mengakomodasi permintaan tersebut.

Proyek penyediaan air minum di ibu ko-ta kecamatan di beberapa wilayah di Jawa itu menggunakan anggaran pinjaman dari pemerintah Hungaria sebesar US$ 50 juta. Adapun proyek SPAM Hungaria paket 2, yang diduga digarap kolega Rizal, pagunya senilai Rp 79,27 miliar.

PT Minarta dinyatakan sebagai pemenang dengan penawaran Rp 75,8 miliar. Selain PT Minarta, ada satu perusahaan yang memberikan penawaran lebih tinggi, yakni PT Karya Prima Mandiri Pratama, senilai Rp 77,1 miliar. Namun tetap saja PT Minarta yang dinyatakan sebagai pemenang.

Setelah berhasil mendapatkan proyek, menurut salah seorang penegak hukum, Leo diduga menyerahkan duit sekitar Rp 1 miliar kepada Rizal. “Pemberian secara cash melalui anaknya,” ujar penegak hukum tersebut. Rizal dan anaknya yang merupakan politikus Partai Amanat Nasional, Dipo Nurhadi Ilham, sudah diperiksa pe-nyidik KPK pada 22 April lalu. “Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah. Setelah diperiksa, Dipo tak mau berkomentar soal materi pemeriksaan.

Selain kepada Rizal, duit proyek ini dibagi-bagi kepada para pejabat Direktorat SPAM. Saat proyek berjalan, Leo dan Misnan Misky menyambangi ruangan Natsir untuk me-nyerahkan amplop cokelat. Namun Natsir menolak pemberian itu. “Simpan saja lagi, Pak. Nanti kalau ada kegiatan sponsorship PU silakan ikut, Pak,” ujar Natsir menirukan ucapannya kepada Leo seperti yang tertulis dalam dokumen pemeriksaan.

Leo juga menitipkan sejumlah uang kepada Muhammad Sundoro melalui Rahmat Budi. Pengakuan Sundoro, Rahmat memberinya uang Rp 100 juta pada sekitar akhir 2017. “Ini, Pak, ada titipan dari paket Hu-ngaria,” kata Sundoro menirukan ucapan Rahmat di hadapan majelis hakim.

Sekitar Mei 2018, Misnan—yang menjabat Direktur Teknis dan Pemasaran PT Minarta Dutahutama—melapor kepada pejabat pembuat komitmen proyek SPAM Hu-ngaria Paket 2, Anggiat P. Nahot Simaremare, bahwa ada kendala dalam pelaksanaannya.

Anggiat menyampaikan akan membantu dan mempermudah pengawasan pro-yek tersebut. Atas jasanya itu, Anggiat mendapat imbalan dari Leo melalui Misnan sejumlah Rp 1,25 miliar. Seperti terungkap di persidangan, pemberian uang itu dilakukan dalam tiga tahap sejak Mei hingga Oktober 2018.


“Yang dimaksud Rizal Djalil tersebut agar kami dari pihak yang diperiksa BPK lebih sering berkoordinasi terkait dengan hasil temuan BPK yang kemudian dilakukan koordinasi dan komunikasi agar tidak diproses hukum atas hasil temuan BPK sebagaimana kasus TES.”

 


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dagang Audit Proyek Air Minum/TEMPO/M. Taufan Rengganis

 

 

SEBAGAI anggota IV Badan -Pemeriksa Ke--uangan yang bertugas memeriksa pe-ngelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di bidang infrastruktur, Rizal Djalil ditengarai kerap berkomunikasi dengan para pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam sidang untuk terdakwa Anggiat P. Nahot Simaremare, mantan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Sri Hartoyo, bersama anak buahnya mengaku sering bertandang ke kantor Rizal.

Pada Februari 2017, misalnya, Sri bersama Direktur Penataan Bina Bangunan -Adjar diajak masuk ke ruangan Rizal. Dalam pertemuan tersebut, Rizal menyampaikan agar Kementerian Pekerjaan Umum sering berkoordinasi supaya tidak terjadi masalah lagi seperti kasus Tsunami Evacuation Shelter (TES) di Pandeglang, Banten. “Yang dimaksud Rizal Djalil tersebut agar kami dari pihak yang diperiksa BPK lebih sering berkoordinasi terkait dengan hasil temuan BPK yang kemudian dilakukan koordinasi dan komunikasi agar tidak diproses hukum atas hasil temuan BPK sebagaimana kasus TES,” ujar Sri.

Tujuh bulan kemudian, Sri dan Adjar kembali bertemu dengan Rizal. Dalam kesempatan itu, Rizal menyampaikan, dalam rangka ikut serta program nasional Asian Games, BPK tidak akan memeriksa pengerjaan Gelora Bung Karno dan pro-yek di Direktorat Jenderal Cipta Karya pada 2017. Rizal juga kembali membahas hasil temuan BPK mengenai kasus pembangunan Tsunami Evacuation Shelter yang merugikan keuangan negara Rp 16 miliar itu.

Dagang Audit Proyek Air Minum/Tempo

Selain itu, Rizal menyampaikan agar dibantu permintaan Bupati Kerinci dan Wali Kota Sungai Penuh, Jambi, terkait dengan permohonan truk tangki air dan truk tinja. Karena tak kunjung diproses, Rizal saat bertemu secara khusus dengan pengganti Natsir, Direktur Pengembangan SPAM 2017-2018, Muhammad Sundoro, juga menyampaikan pengusulan mobil tangki air atas atensi Wali Kota Sungai Penuh. “Saya menyampaikan kepada Pak Rizal akan meneruskan ke Sekretaris Dirjen. Karena kewenangannya dari Sesditjen,” kata Sundoro saat bersaksi untuk terdakwa Anggiat P. Nahot Simaremare.

Dagang Audit Proyek Air Minum/TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Rizal juga disebut kerap menyampaikan informasi penting soal audit BPK terhadap Kementerian Pekerjaan Umum. Sebelum mengirimkan daftar nama pemeriksa, Rizal disebut menyampaikan kepada beberapa pejabat Direktorat SPAM mengenai akan dilakukan pemeriksaan tujuan tertentu atas pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi air limbah pada Direktorat Jenderal Cipta Karya dan instansi terkait pada 2014-2016 di DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan, dan Jambi pada November 2016.

Pemeriksaan itu kemudian dilakukan BPK selama 45 hari. Saat itu, pemeriksa BPK menyampaikan terdapat temuan sebesar Rp 18 miliar, tapi belakangan menjadi sekitar Rp 4,2 miliar. Terkait dengan pemeriksaan BPK itu, menurut seorang penegak hukum, ada permintaan dana sekitar Rp 2,3 miliar. Duit itu dikumpulkan pejabat Direktorat SPAM dari iuran kontraktor pelaksana paket yang diperiksa. “Uang diduga diserahkan kepada pemeriksa. Ada dua,” ujar penegak hukum tersebut.

Rizal juga disebut membisikkan kepada para pejabat Direktorat SPAM Kementerian Pekerjaan Umum itu mengenai hasil temuan terhadap proyek pembangunan tempat evakuasi sementara di provinsi. Proyek itu di bawah naungan Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Saat dimintai konfirmasi mengenai sepak terjangnya melobi beberapa pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan menitipkan koleganya agar mendapat proyek, Rizal tak mau banyak dikutip. Dia melalui anggota stafnya, Hendra, menyampaikan berkenan dimintai konfirmasi pada Kamis, 20 Juni 2019. Namun pertemuan mendadak dibatalkan dan dijadwalkan ulang pada Jumat, 21 Juni.

Dalam obrolan selama 35 menit itu, didampingi dua pejabat eselon I dan satu pejabat eselon II, Rizal menjelaskan panjang-lebar mengenai penugasan pemeriksa BPK. Dia juga menjawab mengenai beberapa nama yang Tempo konfirmasikan, tapi enggan dikutip. Selain itu, Rizal enggan direkam saat obrolan tersebut berlangsung. Bahkan dia meminta agar telepon seluler para tamunya ditinggalkan di luar ruang kerjanya. “BPK menghormati persidangan yang berjalan,” kata Rizal.

Tempo sempat mengecek alamat kantor PT Minarta di Jalan Brigjen Katamso Nomor 30, Slipi, Jakarta Barat. Namun kantor tersebut tak lagi digunakan perusahaan itu. Begitu juga alamat perusahaan kons-truksi itu di Jalan Barito II Nomor 1B, Ke-bayoran Baru, Jakarta Selatan, tak lagi di-pakai.

Dagang Audit Proyek Air Minum/Tempo

LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus