PENGGUGAT polisi akhir-akhir ini sudah menjadi hal biasa. Namun, bahwa akhirnya alat negara itu terbukti salah, dan kemudian dihukum, tak termasuk yang sering terjadi. Dan yang Jarang teriadi itu dlalami Paimi Banuarea, seorang petani Kecamatan Salak, Dairi, Sumatera Utara. Ayah berumur 45 tahun itu mengadukan Kapolsek Letda Iskandar Ibrahim dan bawahannya Kopda Zainal Abidin Angkat. Kedua polisi itu dituduh menyebabkan anaknya, Hudson Banuarea, mati tenggelam di Sungai Nan Tomel, 28 km dari kantor Kapolsek. Akhir Agustus lalu, Hakim memvonis Iskandar 5 bulan penjara dengan percobaan 10 bulan, dan Zainal 105 hari. Kisahnya sendiri terjadi tahun 1985. Ketika itu, Jarus Solin, 18 tahun, setelah dikurung dalam kamar tahanan akhirnya mengaku mengambil duit majikannya, Abdul Angkat, Rp 180 ribu. Dan uang itu, menurut Jarus, diambil Hudson Banuarea, 24 tahun. Hudson yang tak mau mengaku, bersama Jarus, kernet bis mini milik Abdul Angkat segera dibawa ke Polsekta Salak. Di sini kembali Jarus membantah mencuri uang tersebut. Kopda Zainal Abidin Angkat, 29 tahun, yang memeriksa kedua tersangka, tak sabar, lalu memukul Jarus. Berkali-kali, hingga Jarus mengaku lagi. Hudson, yang semula ngotot, setelah kena pentungan Kopda Zainal, juga akhirnya mengaku telah menggunakan sebagian uang itu untuk foya-foya. Sisanya dia simpan di bawah jembatan Sungai Nan Tomel. Sesudah mendapat pengakuan itu, Zainal melapor ke atasannya, Letda Iskandar Ibrahim, 29 tahun, kapolsek setempat. Iskandar, alumni Akabri 1980 itu, yang baru sebulan bertugas di sana, membawa Hudson ke bawah jembatan untuk mendapatkan kembali uang itu. Ternyata, kesempatan ini digunakan Hudson untuk melarikan diri. Iskandar dan Zainal mengejar, sambil melepaskan dua tembakan peringatan. Sia-sia. Hudson tak tampak. Lewat magrib, mereka meninggalkan sungai sedalam 25 meter itu. Belakangan, Iskandar kaget. Dua pekan kemudian, mayat Hudson ditemukan di pinggir sungai. Paimi Banuarea, ayah Hudson, mengadu ke Polda Sum-Ut. Pengaduannya ditanggapi, hingga Iskandar dan Zainal bisa diseret Oditur Letkol Sri Hadi Rahayu, 44 tahun, ke Mahkamah Militer, Medan. Ternyata, tuduhan Paimi, yang dibikin Sri Hadi sebagai dakwaan pertama, tak terbukti di persidangan. "Tak terjadi fatal, kalau Hudson tak lari," kata Ketua Majelis, Letkol Kusnindar, S.H., 47 tahun, kepada TEMPO. "Perbuatan Hudson sendiri yang menyebabkan kematiannya." Menurut Kusnindar, Hudson terjatuh ke dalam sungai berair deras dan berbatu-batu itu. Menurut visum, kematian Hudson karena bersentuhan dengan benda tumpul dan keras. Rongga pernapasannya tersumbat pasir, sehingga Hudson sulit bernapas. Toh, Kusnindar dan Sri Hadi sependapat, Iskandar dan Zainal mesti dihukum. Karena itulah, sejak awal, Oditur menyiapkan dakwaan lain, hingga kedua polisi itu bisa disebut melakukan "kejahatan jabatan". "Akibat dipukul, Hudson dan Jarus merasa sakit dan jiwanya tertekan," kata Oditur. "Karena itulah mereka mengaku." Iskandar dan Zainal mengakui tuduhan yang terakhir. "Saya memang melakukan penekanan dan memukul tersangka," kata Zainal. Menurut Kusnindar, dia bisa memahami mengapa banyak polisi sampai bisa bertindak keras, bahkan kejam, terhadap tersangka. Apalagi, KUHAP memberi kesempatan bagi tersangka untuk mungkir. Namun, memahami tak sama dengan setuju. "Tindakan kedua polisi itu bertentangan dengan ketentuan," kata Kusnindar. Itu sebabnya ia kemudian tetap menjatuhkan hukuman. Keduanya terima bersalah, dan tak banding. Menurut Kusnindar, vonisnya merupakan peringatan bagi anggota polisi lain, supaya hati-hati memeriksa tersangka. Menurut yang didengarnya, masih ada tersangka menarik keterangan pendahuluannya di persidangan, gara-gara diperlakukan seperti Jarus dan Hudson. Tapi, yang memperlakukan itu, belum pernah disidangkan. "Menurut pasal 422 KUHP, itu salah," kata Kusnindar. Letkol Yusuf Umar, Kadispen Polda Sum-Ut, menyesalkan Iskandar dan Zainal. "Memang berat bagi polisi. Mereka bukan malaikat," katanya kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini