Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dari Pajak hingga Sengketa

21 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski diambil dari tanah milik sendiri, pemakaian air tanah tak bisa serampangan. Pengambilan air tanah harus tunduk pada ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, peraturan pemerintah, serta peraturan daerah.

Pasal 32 UU Nomor 7 Tahun 2004, misalnya, menyebutkan sumber air tanah harus sesuai dengan rencana pengelolaan sumber daya air wilayah. Menurut undang-undang ini, penggunaan sumber air dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air itu sendiri, lingkungan sekitar, atau prasarana umum. Bila eksploitasi air tanah menimbulkan kerusakan, pengguna air tanah wajib mengganti kerugian.

Di banyak tempat, pengambilan air tanah juga dikenai pajak. Pembebasan pajak biasanya hanya berlaku bila air tanah dipakai untuk keperluan rumah tangga, lembaga pemerintah, lembaga sosial, dan tempat ibadah.

Pajak air tanah termasuk pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah rata-rata menetapkan tarif pajak 20 persen dari nilai perolehan air, dikalikan volume air yang dipakai. Nilai perolehan air tanah ini bervariasi. Dipengaruhi, antara lain, biaya atau investasi untuk memperoleh air, lokasi air tanah, serta tujuan pemanfaatan air tanah.

Di kota besar seperti Jakarta, pajak air tanah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang lumayan besar. Pada 2014, misalnya, pemerintah Jakarta menargetkan penerimaan Rp 120 miliar dari pajak air tanah. Bandingkan, misalnya, dengan target Kota Tangerang Selatan pada 2003 yang hanya Rp 3 miliar.

Meski aturan mainnya jelas, tak otomatis ketentuan itu dipatuhi para "wajib pajak air tanah". Pada 2011, misalnya, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sumedang pernah memanggil 12 perusahaan pengguna air tanah yang berbulan-bulan menunggak pajak. Semuanya perusahaan di kawasan industri seperti di Kecamatan Cimanggung dan Jatinangor. Total tunggakan mereka sekitar Rp 12 juta. Pada tahun anggaran tersebut, pemerintah Sumedang menargetkan penerimaan pajak air tanah Rp 2 miliar.

Karena bentuknya pajak, kompensasi atas penggunaan air tanah-terutama oleh industri-tak langsung dirasakan masyarakat sekitar. Padahal masyarakat sekitar kerap merasakan langsung akibat pengambilan air tanah yang berlebihan. Karena itu, konflik pun kerap meletup. Dalam beberapa kasus, warga mempersoalkan penurunan kedalaman air tanah di lingkungan mereka.

Berikut ini beberapa contoh konflik pemanfaatan air tanah antara warga dan perusahaan.

Jajang J., Evan, PDAT


September 2013

  • Lokasi: Desa Ciadeug, Kecamatan Cigombong, dan Desa Warung Menteng, Kecamatan Cijeruk, Bogor
  • Yang bertikai: Warga melawan PT Tirta Tama Bahagia
  • Pemicu: Ratusan warga dari kedua desa berunjuk rasa mendatangi pabrik PT Tirta Tama Bahagia. Mereka menolak penggalian sumur bor tambahan oleh perusahaan produsen air mineral merek Club itu. Warga menolak sumur bor yang dalamnya ratusan meter itu karena sumur-sumur di permukiman mereka mulai kering.

    Januari 2013

  • Lokasi: Desa Adat Pelandung, Kabupaten Karangasem, Bali
  • Pihak yang bertikai: Warga melawan PT Tirta Investama
  • Modus: Ratusan warga meminta PT Tirta Investama, anak perusahaan Danone Group, menghentikan pengeboran air tanah di dekat wilayah permukiman dan pertanian mereka. Produsen air kemasan merek Aqua itu baru saja mengebor dua sumur dekat area persawahan. Warga khawatir pengeboran itu membuat sawah mereka tak bisa dialiri.

    Februari 2011

  • Lokasi: Padarincang, Kabupaten Serang, Banten
  • Yang bertikai: Warga melawan PT Tirta Investama
  • Pemicu: Ratusan warga Padarincang bersama Serikat Petani Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mendatangi Kedutaan Besar Prancis di Jakarta. Mereka memprotes pengeboran air tanah oleh anak perusahaan Danone Group. Sumur bor milik pabrik dengan kedalaman sekitar 800 meter itu, menurut warga, menyebabkan sumur dan mata air di lingkungan mereka mengering. Warga menyatakan ada 9.000 keluarga yang dirugikan.

    Desember 2010

  • Lokasi: Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten
  • Yang bertikai: Warga melawan PT Tirta Investama
  • Pemicu: Ribuan warga mendatangi pabrik air mineral Aqua dan meminta perusahaan menghentikan penyedotan air di sekitar lingkungan warga. Alasan warga, di lingkungan mereka makin sulit memperoleh air tanah. Dalam aksi itu terjadi perusakan beberapa fasilitas pabrik.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus