Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski diambil dari tanah milik sendiri, pemakaian air tanah tak bisa serampangan. Pengambilan air tanah harus tunduk pada ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, peraturan pemerintah, serta peraturan daerah.
Pasal 32 UU Nomor 7 Tahun 2004, misalnya, menyebutkan sumber air tanah harus sesuai dengan rencana pengelolaan sumber daya air wilayah. Menurut undang-undang ini, penggunaan sumber air dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air itu sendiri, lingkungan sekitar, atau prasarana umum. Bila eksploitasi air tanah menimbulkan kerusakan, pengguna air tanah wajib mengganti kerugian.
Di banyak tempat, pengambilan air tanah juga dikenai pajak. Pembebasan pajak biasanya hanya berlaku bila air tanah dipakai untuk keperluan rumah tangga, lembaga pemerintah, lembaga sosial, dan tempat ibadah.
Pajak air tanah termasuk pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah rata-rata menetapkan tarif pajak 20 persen dari nilai perolehan air, dikalikan volume air yang dipakai. Nilai perolehan air tanah ini bervariasi. Dipengaruhi, antara lain, biaya atau investasi untuk memperoleh air, lokasi air tanah, serta tujuan pemanfaatan air tanah.
Di kota besar seperti Jakarta, pajak air tanah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang lumayan besar. Pada 2014, misalnya, pemerintah Jakarta menargetkan penerimaan Rp 120 miliar dari pajak air tanah. Bandingkan, misalnya, dengan target Kota Tangerang Selatan pada 2003 yang hanya Rp 3 miliar.
Meski aturan mainnya jelas, tak otomatis ketentuan itu dipatuhi para "wajib pajak air tanah". Pada 2011, misalnya, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sumedang pernah memanggil 12 perusahaan pengguna air tanah yang berbulan-bulan menunggak pajak. Semuanya perusahaan di kawasan industri seperti di Kecamatan Cimanggung dan Jatinangor. Total tunggakan mereka sekitar Rp 12 juta. Pada tahun anggaran tersebut, pemerintah Sumedang menargetkan penerimaan pajak air tanah Rp 2 miliar.
Karena bentuknya pajak, kompensasi atas penggunaan air tanah-terutama oleh industri-tak langsung dirasakan masyarakat sekitar. Padahal masyarakat sekitar kerap merasakan langsung akibat pengambilan air tanah yang berlebihan. Karena itu, konflik pun kerap meletup. Dalam beberapa kasus, warga mempersoalkan penurunan kedalaman air tanah di lingkungan mereka.
Berikut ini beberapa contoh konflik pemanfaatan air tanah antara warga dan perusahaan.
Jajang J., Evan, PDAT
September 2013
Januari 2013
Februari 2011
Desember 2010
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo