Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Dendam ala remaja

Dua pelajar sma methodis, medan, natalianzo hutabarat dan yosef zebua tewas dibunuh teman sebayanya mulyanto, harun, pratikno dan akhmad riadi. anto pernah ditusuk oleh anzo, membuat anto dendam.

6 April 1991 | 00.00 WIB

Dendam ala remaja
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KENAKALAN remaja zaman sekarang kadang tak masuk akal. Bayangkan, Mulyanto, 19 tahun, dan tiga orang teman sebayanya, Harun, Pratikno, dan Ahmad Riadi, tega-teganya membantai dua pelajar SMA Methodis Medan, Natalianzo Hutabarat alias Anzo dan Yosef Zebua. Penduduk Desa Kelambir, Hamparan Perak, dekat Medan, gempar ketika menemukan mayat kedua korban tersuruk di sebuah parit tiga pekan lalu. Leher kedua korban, yang hampir bugil itu -- hanya ditutupi daun sawit -- tampak nyaris putus bekas tusukan benda tajam bertubi-tubi. Toh kenakalan -- atau kejahatan -- melewati batas itu membuat Mulyanto alias Anto kini suka mengigau. Minggu pekan lalu, ia bersama Harun terpaksa menyerah ke polisi. "Aku tak bisa tidur, aku bagai dikejar roh Anzo," katanya di tahanan Poltabes Medan. Berkat pengakuan mereka, polisi bisa membekuk Pratikno dan Ahmad Riadi. Menariknya, penyebab pembunuhan itu, menurut mereka kepada polisi, hanya emosi biasa antara anak-anak muda. Pada suatu malam tiga bulan lalu, Anzo dan teman-temannya asyik bergadang di Helvetia Medan. Karena sudah larut, Anto pamit, tapi ditahan Anzo. Sebaliknya, Anto ngotot pulang hingga Anzo berang dan mendadak menusuk perutnya dengan sebilah belati. Anehnya, Anto tak melaporkan kejadian itu kepada polisi. Untuk menghindari bentrokan lagi dengan Anzo, ia kemudian diungsikan keluarganya ke rumah pamannya di Kelambir. Ia memburuh pada perkebunan sawit milik PTP IX. Sejak itu, mereka tak lagi pernah bertemu. Pada suatu siang 23 Maret lalu, kebetulan mereka berpapasan di jalanan. Anzo yang bersepeda motor menyapa Anto dengan ucapan "apa kabar". Tapi Anto bersikap dingin, maklum, masih teringat peristiwa penikaman itu. Saat itulah, masih menurut Anto, Anzo menanyakan alamatnya. Malam harinya Anzo muncul bersama Yosef di rumah Anto. Seperti tak pernah terjadi apa-apa, mereka bertiga berboncengan dengan Honda Astrea milik Anzo. Mereka singgah di lepau kopi dan bersenda-gurau. Konon, Anto teringat dendam lamanya. Dengan alasan hendak memanggil teman-temannya, ia meminjam Honda milik Anzo. Diam-diam ia menemui temannya, Harun, Pratikno, dan Ahmad Riadi, untuk membantu membalaskan sakit hatinya. "Kalian tunggu kami di pinggir kebun sawit," kata Anto. Siasat pun diatur. Hasilnya, mereka sepakat lebih dulu menenggak empat botol alkohol cap "Kambing Putih". Setelah agak teler, Anto kembali ke tempat Anzo dan Yosef, dan tiba-tiba mengajak Anzo duel, di tempat yang diinginkannya. Layaknya anak muda, Anzo melayani tantangan itu, dan bersama-sama pergi ke tempat yang disebut Anto. Tapi begitu mereka sampai, Harun menyambut dengan memukul Anzo berkali-kali hingga sempoyongan. Pada saat itu pula Anto menusuk leher Anzo hingga darah mengucur dan korban roboh meregang nyawa. Secara berendengan, Ahmad dan Pratikno memukuli kepala Yosef hingga lunglai. Belakangan giliran Harun dan Anto menusuk leher Yosef bertubi-tubi, hingga korban tewas di tempat. Setelah menyeret kedua mayat itu ke selokan dan menutupinya dengan daun sawit, mereka bubar berpencar kembali ke rumah masing-masing. Tapi, itu tadi, Anto tak tenang setelah pembunuhan itu, dan akhirnya menyerahkan diri ke polisi. Kini mereka memang menyesali kejadian itu di balik terali besi. Toh penyesalan mereka itu tidak akan menghapus duka ibu Yosef, Sitti. Maklum, Sitti yang janda itu kini tinggal berdua dengan Edwin, saudara tunggal Yosef. Sementara ayah Anzo, Lettu. Pontas Hutabarat, seorang reserse di Polda Sum-Ut, tak yakin bahwa motif pembunuhan itu gara-gara soal penusukan. "Siapa saksinya dan kenapa ia tak lapor pada polisi?" kata Pontas, dengan mata berair, pada TEMPO. Bersihar Lubis, Munawar Chalil, dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus