Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mempertanyakan kewenangan kepolisian melakukan pencegatan terhadap band Sukatani. Selain melakukan pencegatan atau penangkapan, polisi yang diduga meminta video permintaan maaf terhadap Sukatani juga merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan. Cara ini tidak diatur dalam kitab hukum acara pidana atau KUHAP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penangkapan atau yang sering disebut secara sewenang-wenang sebagai ‘pengamanan’ berkaitan erat dengan masalah akuntabilitas pelaksanaan kewenangan polisi dalam proses peradilan pidana,” kata Plt Direktur Eksekutif ICJR Maidina Rahmawati melalui keterangan tertulis, Sabtu, 21 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Maidina menjelaskan, KUHAP mengatur bahwa penangkapan hanya dapat dilakukan dalam kerangan penyidikan. Atau dalam kondisi tertentu penangkapan bisa dilakukan jika pelaku tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
“Pembatasan kemerdekaan dalam KUHAP oleh penyidik hanya dapat dilakukan atas adanya bukti permulaan yang cukup,” kata Madiana.
Masalahnya, kepolisian saat ini punya aturan internal yang dinilai menabrak KUHAP. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Keadilan Restoratif. Peraturan ini bicara soal penyelesaian dugaan tindak pidana Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Dalam aturan ini dijelaskan penyelesaian tindak pidana UU ITE dapat dilakukan pada tahap penyelidikan. Caranya dengan terduga pelaku untuk minta maaf lewat video klarifikasi,” kata Maidina.
Menurut Maidina, cara dengan menyuruh terduga meminta maaf lewat video ini bertentangan dengan pendekatan keadilan restoratif seperti yang diklaim polisi. “Prinsip keadilan restoratif adalah pendekatan penanganan perkara pidana, maka harus pula dilakukan terhadap tindak pidana,” ujarnya.
Ketika seseorang diminta membuat video klarifikasi, Maidina melanjutkan, polisi belum menemukan perkara pidana dan mesti melakukan penyelidikan. Namun dalam praktiknya penyelidikan tidak pernah dilakukan dengan dalih terduga sudah membuat video permintaan maaf atas dugaan tindak pidana yang tidak pernah terbukti.
“Tindakan polisi menyuruh meminta maaf ini mengakibatkan tidak adanya pengawasan dan berpotensi menyuburkan praktik intimidasi. Padahal perbuatannya pada dasarnya tidak terbukti melanggar pidana. Hal ini ICJR temukan dalam peristiwa yang menimpa Sukatani,” kata Maidina.
ICJR mendesak agar aturan internal di kepolisian tersebut dievaluasi. Perbaikan itu bisa direspon oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembahasan RUU KUHAP yang saat ini sedang bergulir. "Agar ke depannya ada kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidikan, termasuk pembatasan penyelidikan," kata Maidina.