Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur atau MIT telah disebut habis seiring tewasnya buron terakhir Al Ikhwarisman alias Jaid pada 2022. Namun, klaim itu dipertanyakan setelah baru-baru ini Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror Polri berhasil menangkap tiga tersangka terduga teroris jaringan di Sulawesi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Densus 88 Antiteror melaksanakan penegakan hukum terhadap penegakan hukum terhadap 3 tersangka kelompok teror di Sulawesi Tengah,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar dalam keterangannya, Jumat, 20 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga tersangka teroris tersebut yaitu RR, AS, dan MW. Adapun RR dan AS ditangkap Densus 88 Antiteror Polri bekerja sama dengan Tim dari Korps Brimob Kepolisian Daerah atau Polda Sulteng di Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una pada Kamis, 19 Desember 2024. Sementara MW diamankan lebih dulu pada awal September di Bima, NTB.
Sederet kasus Mujahidin Indonesia Timur
Kelompok Mujahidin Indonesia Timur didirikan pada 2010 oleh Santoso di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Menurut Kombes Aswin pada 2021 lalu, terbentuknya kelompok teroris ini tidak terlepas dengan kelompok teroris lain seperti Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), hingga konflik yang ada di Poso.
“Dan tentunya tidak bisa terlepas dari sosok paling penting dari gerakan organisasi teror di Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir,” kata Aswin dalam keterangannya ihwal tewasnya pimpinan MIT, Ali Kalora, dalam baku tembak, pada September 2021.
Menurut Mantan Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri ini, kelahiran MIT didasari oleh JAT yang merupakan jaringan organisasi teror yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir (ABB) pada 2008. ABB sendiri merupakan pendiri Jamaah Islamiyah (JI) bersama Abdullah sungkar di Malaysia pada 1993. Santoso adalah anggota JAT yang diangkat menjadi pimpinan JAT di Poso.
“Salah satu anggota JAT adalah Santoso alias Abu Wardah, yang kemudian diangkat menjadi pemimpin Komando JAT di Poso atau yang lebih dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT),” katanya.
Sejak Santoso diangkat sebagai Komando MIT pada 2012, berbagai kasus terjadi di wilayah pegunungan Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah yang mana pelakunya diduga kuat kelompok teroris ini. Mereka tak segan menyerang dan menewaskan aparat maupun warga sipil.
Berikut deretan tragedi dan korban oleh kelompok teroris MIT seperti dikutip dari Koran Tempo:
- 4 Oktober 2012
Seorang warga sipil bernama Hasman Sao ditembak oleh jaringan MIT di Desa Masani, Poso Pesisir.
- 9 Oktober 2012
Kelurahan Kawua, Kota Poso Selatan diteror menggunakan bom yang diduga dilakukan kelompok MIT yang dipimpin oleh Santoso.
- 16 Oktober 2012
Kelompok MIT membunuh dua orang polisi bernama Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman.
- 15 November 2012
Rumah Dinas Kapolsek Poso Pesisir Utara diberondong tembakan oleh sejumlah orang tak dikenal yang diduga bagian dari kelompok Santoso.
- 3 Juni 2014
Seorang petani di Poso bernama Muhammad Amir ditembak oleh MIT di Poso.
- 19 September 2014
Petani bernama M. Fadli, ditemukan tewas dengan luka di bagian leher di Desa Taunca, Poso Pesisir Selatan.
- 29 Desember 2014
Kelompok MIT melakukan penculikan terhadap 3 warga Tamadue. Ketiga korban penculikan tersebut adalah Harun Tobimbi, Garataudu, dan Victor Polaba. Satu di antaranya dibunuh.
- 17 Januari 2015
Kelompok MIT membunuh tiga warga di Desa Tangkura, Kabupaten Poso.
- 3 Agustus 2017
Seorang petani ditembak mati oleh MIT di wilayah Pegunungan Pora, Desa Parigimpuu, Kecamatan Parigi Barat, Parigi Moutong.
- 30 Desember 2018
Warga sipil berinisial RB diduga dibunuh dengan cara dipenggal oleh kelompok MIT. Korban ditemukan di Desa Sausu Salubanga, Kecamatan Sausu, Parigi Moutong.
- 27 November 2020
Empat orang warga sipil di Kabupaten Sigi dibunuh oleh kelompok MIT.
- 11 Mei 2021
Empat petani dibunuh kelompok di Lembah Napu, Desa Kalimango, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso. Penyerangan tersebut disebut-sebut sebagai balas dendam atas terbunuhnya dua anggota kelompok tersebut, termasuk putra Santoso, dua bulan sebelumnya.
Avit Hidayat berkontribusi dalam penulisan artikel ini.