Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembunuhan Vina kembali jadi sorotan seiring tayangnya film garapan Anggy Umbara berjudul Vina: Sebelum 7 Hari di bioskop-bioskop yang menuai kontroversi. Ada pendapat yang menyatakan film ini mengeksploitasi korban. Di sisi lain keriuhan film ini memantik ingatan publik dan mendesak polisi menuntaskan kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vina Dewi Arsita dan kekasihnya, Rizky Rudiana atau Eky, dibunuh oleh sekelompok geng motor di Cirebon pada 2016. Delapan pelaku sudah mendekam di penjara sementara tiga lain masih buron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Erdi Adrimulan Chaniago mengatakan kasus pembunuhan Vina masih ditangani Kepolisian Daerah Jawa Barat.
"Bareskrim Polri telah memberikan petunjuk maupun arahan terkait penyelidikan dan penyidikan yang sedang ditangani Polda Jawa Barat tentang kasus tersebut," kata Erdi, seperti disiarkan di Instagram pada Jumat, 17 Mei 2024.
Selain kasus Cirebon, ada sejumlah kasus kematian yang masih menjadi misteri dan belum diusut tuntas. Berikut beberapa di antaranya:
1. Akseyna Ahad Dori
Pada 26 Maret 2015, mahasiswa jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI, Akseyna Ahad Dori, ditemukan mengambang di Danau Kenanga, UI.
Ia mengambang 1 meter dari tepi danau yang memiliki kedalaman 1,5 meter. Sementara dalam tas yang digendong Akseyna ditemukan beberapa batu dan juga luka lebam pada tubuh.
Juru bicara Kepolisian Resor Depok saat itu, Inspektur Dua Bagus Suwardi, sempat menyatakan kematian Akseyna merupakan kejadian bunuh diri. "Berdasarkan bukti kemungkinan bunuh diri," kata Bagus, 8 April 2015.
Namun, pernyataan ini diragukan karena ada sejumlah kejanggalan. Mulai dari dugaan surat wasiat palsu hingga kedalaman danau UI yang dinilai tidak cukup untuk mendukung upaya bunuh diri.
Ayah Akseyna, Mardoto, sempat mendatangi Komisi Kepolisian Nasional pada Rabu, 5 Oktober 2022 untuk berdiskusi perihal nasib kasus kematian anaknya dan memberikan petisi. Petisi tersebut ditandatangani oleh 125 ribu orang dan dikumpulakan di Change.org.
Mahasiswa UI juga pernah mengenang sewindu meninggalnya Akseyna yang diselenggarakan di Taman Lingkar UI, Jumat, 31 Maret 2023. Massa yang hadir mengenakan pakaian hitam sebagai simbol duka
2. Waria Shella
Seorang waria yang diketahui kerap bekerja di sekitar Pasar Rebo, dengan nama alias Shella Aprilia ditemukan tewas di Jembatan Supriadi 2, Ceger, Jakarta Timur. Ia tergeletak di jalan dengan luka akibat tusukan di bagian rusuk kiri dan paha kiri.
Shella yang diketahui bernama Muhamad Safrizal, 27 tahun, warga Kelurahan Ceger, Jakarta Timur, pertama kali ditemukan saksi bernama Mochamad Zainul Arifin, 24 tahun. Saksi mendengar suara teriakan korban dari atas jembatan tersebut dan ia pun lantas mengeceknya.
Melalui hasil penyelidikan yang dilakukan polisi, diketahui tidak ada barang-barang korban yang hilang. Polisi masih memeriksa keterangan saksi-saksi. “Mayat ini ditemukan pada Rabu dinihari pukul 01.30," kata Komisaris Husaimah, Kepala Sub bagian Humas Polres Jakarta Timur saat itu, kepada Tempo, Rabu, 25 November 2015.
3. Wartawan Udin
Kasus pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin yang akrab dipanggil Udin pada 16 Agustus 1996 belum terungkap pelakunya sampai saat ini.
Kasus Udin pernah disidangkan dengan menyeret terdakwa palsu, Dwi Sumadji alias Iwik dengan dalih perselingkuhan. Padahal berdasarkan investigasi wartawan Bernas yang bergabung dalam Tim Kijang Putih dan Tim Pencari Fakta dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Yogyakarta menghasilkan petunjuk ada dugaan pembunuhan Udin karena sejumlah berita korupsi di Bantul yang ditulisnya.
Sejumlah upaya hukum dan advokasi dilakukan. Termasuk memberikan data-data hasil investigasi itu kepada polisi. Namun polisi tetap berpegang teguh Iwik pelakunya.
4. Marsinah
Pada 8 Mei 1993, Marsinah seorang aktivis buruh Indonesia di Sidoarjo, ditemukan tewas di hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah merupakan buruh perempuan asal Nganjuk yang sebelumnya bekerja di PT CPS Porong, sebuah pabrik arloji.
Marsinah diduga dibunuh setelah disiksa dan diculik karena dirinya getol memimpin aksi demonstrasi untuk kenaikan upah buruh di pabrik tempatnya bekerja. Bahkan, tak peduli jika dirinya perempuan, Marsinah pernah menjadi pemimpin aksi-aksi bersama kawan buruh lainnya.
Salah satu dokter forensik yang menangani jenazah Marsinah dr. Abdul Mun’im Idries mengungkapkan ada dua hasil visum yang dikeluarkan oleh tim forensik. Dalam visum kedua ditemukan bahwa terdapat tulang kemaluan kiri yang patah berkeping-keping.
Mun’im Idries menyimpulkan bahwa kematian Marsinah disebabkan oleh luka tembak. “Melihat lubang kecil dengan kerusakan yang masif, apa kalau bukan luka tembak?" kata Mun’im Idries. Hal tersebut juga didukung oleh temuan hasil investigasi independen yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) banyak kejanggalan dan bukti yang dilewatkan oleh pihak kepolisian dalam menyelesaikan kasus ini.
5. Munir Said Thalib
Pada 7 September 2004 atau 18 tahun lalu, aktivis HAM yang memiliki nama lengkap Munir Said Thalib mengembuskan napas untuk terakhir kalinya.
Kronologi bermula saat pesawat dengan nomor penerbangan Garuda Indonesia GA-974 lepas landas dari Jakarta menuju Belanda. Hijrah ke Belanda dilakukan oleh Munir untuk menempuh pendidikannya di Universitas Utrecht, Amsterdam. Pesawat yang ditumpangi oleh Munir sempat melakukan transit di Bandara Changi, Singapura.
Dua jam sebelum pesawat tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dinyatakan telah meninggal. Sebelumnya, ia sempat merasa sakit perut usai meminum segelas jus jeruk. Kesakitan tersebut ia rasakan sekitar pukul 08.10 waktu setempat.
Menurut kesaksian setempat, setelah pesawat lepas landas dari transitnya di Bandara Changi, Munir sempat beberapa kali pergi ke toilet dan terlihat seperti orang yang sedang mengalami kesakitan.
Saat itu, Munir sempat mendapat pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter. Pertolongan ini mengharuskan Munir dipindahkan tempat duduknya ke sebelah bangku dokter. Namun, tidak lama menjalani perawatan dari dokter, Munir dinyatakan telah tiada. Munir meninggal ketika pesawat berada pada ketinggian 40.000 kaki di atas Rumania.
Soal penanganan kasus Munir, terakhir Istri Munir, Suciwati, menilai kerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menyelidiki kasus kematian suaminya sangat lambat. Bahkan dia menilai Komnas HAM tidak profesional.
Hal itu disampaikan Suciwati dalam konferensi pers Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) yang bertajuk Menyikapi Perkembangan Penyelidikan Pro Justitia Pelanggaran HAM Berat Kasus Munir dan Dukungan Internasional dalam Sidang Komite HAM PBB Terkait Penerapan ICCPR.
"Komnas HAM jalannya sangat lambat sekali, hanya 3 saksi dalam waktu satu tahun tiga bulan," kata Suciwati dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara online, Sabtu, 23 Maret 2024.
Suciwati mengatakan, jumlah itu sangat tidak masuk akal apabila Komnas HAM menargetkan memeriksa 50 orang saksi dalam penyelidikan itu. "Bayangkan, apakah mungkin itu terjadi," ujarnya.