PCJ, Managing Director PT "I" suatu ketika merasa pekerjaan
Penasehat Hukum-nya tidak memuaskan. Selaku atasan ia sudah
beberapa kali menegor, tapi tidak pernah diindahkan oleh yang
bersangkutan. PCJ yang memimpin perusahaan multinasional itu
pernah meminta Song Tjendra, Penasehat Hukum itu, untuk
menyelesaikan kontrak-kontrak perusahaan, baik yang berhubungan
dengan instansi pemerintah, maupun swasta. Sampai
berbulan-bulan, apa yang diperintahkan tersebut tak
dilaksanakan. PCJ yang menerangkan semuanya ini di Pengadilan
Negeri Jakarta Barat-Selatan 4 September yang lalu, merasa
kecewa sekali.
Karena situasi demikian PCJ -- yang jadi tertuduh atas pengaduan
Song kemudian menyetujui pengunduran diri yang bersangkutan
berdasarkan pembicaraan mereka 10 Mei 1976. PCJ melalui
penterjemah menerangkan bahwa Song memang tidak mengajukan
permintaan pengunduran diri. Ia menarik kesimpulan dari
pembicaraan mereka pada saat itu bahwa Song telah menyetujui
anjurannya untuk mengundurkan diri. Nah, karena itulah tertuduh
kemudian menyurun menempel pengumuman di papan maklumat tentang
pengunduran diri pegawainya itu. Menurut tertuduh dalam
pengumuman itu tidak ada kata-kata ataupun maksud untuk membuat
saksi pengadu menjadi malu, atau merusak nama baiknya.
Penempelan pengumuman itu menurut tertuduh semata-mata menuruti
peraturan perusahaan, agar semua karyawan mengetahui. Ia selaku
pimpinan perusahaan berwenang melakukannya. Jadi samasekali ia
tak melakukan pemecatan.
Baru Timbul
Sebaliknya Jaksa AZ Achmadi pada sidang pertama menilai tertuduh
telah memfitnah saksi, dengan memasang pengumuman yang isinya
tak benar. Secara alternatif PCJ dituduh merusak nama baik alias
menghina saksi dengan menganggapnya sebagai telah mengajukan
permohonan berhenti. Pada tuduhan berikutnya, dikatakan bahwa
tertuduh telah dengan sengaja memasukkan laporan palsu tentang
saksi, yaitu dalam pengisian formulir P4D (Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah) 24 Maret 1976, untuk memohonkan
izin memutuskan hubungan kerja antara tertuduh dan saksi.
Dalam sidang kedua Pembela Harjono Tjitrosubono menangkis
tuduhan jaksa sekitar sistematika pasal-pasal yang dituduhkan.
Misalnya perbuatan memfitnah baru timbul bila orang yang dituduh
melakukannya tak dapat membuktikan kebenarannya. Dengan demikian
tuduhan penistaan baru mungkin setelah yang bersangkutan
terbukti melakukan penghinaan. Kemudian tentang pengisian
formulir di P4D. Menurut pembela tindakan yang dilakukan
tertuduh itu bukanlah pengaduan, tapi merupakan kewajibannya
sebagai pimpinan, yang diharuskan oleh undang-undang. Jadi
perbuatan itu tak dapat dianggap sebagai melanggar ketentuan
KUHP.
Majelis Hakim yang dipimpin Panggabean menolak eksepsi pembela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini