Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MALAPETAKA itu datang pa-da suatu siang, di kamar Hotel Mercure Rekso Hayam Wuruk, kawasan Jakarta Barat. Kembang, demikian kita sebut gadis 12 tahun itu, terduduk tak ber-daya. Tanpa pakaian, tangan dan kakinya di-ikat ke sebuah kursi, dan mulutnya dibungkam lakban. Lalu pria asing 50-an tahun itu melampiaskan nafsunya.
Teriakan Kembang mengejutkan pe-gawai hotel yang kebetulan melintas di depan kamar. Ia melapor ke atasannya. Setelah agak memaksa masuk, pihak manajemen hotel menemukan Kembang me-nangis terisak-isak. Ia dipin-dahkan ke kamar lain, dan kesempatan ini digu-nakan si pria asing untuk menyelinap ke luar—dan menghilang.
Peristiwa pada Selasa tiga pekan lalu itu masih menghantui Kembang. ”Dia masih trauma,” kata Aris Merdeka Si-rait-, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang kini melindungi Kembang.
Komnas Perlindungan Anak men-da-pat berita pemerkosaan Kembang dari seorang karyawan Hotel Mercure. ”Kami langsung menuju hotel itu,” kata Aris. Ketika itu Aris juga menemukan seorang ibu yang mengaku sedang mencari anak perempuannya, yang ciri-ciri-nya seperti Kembang.
Awalnya, Aris dan pihak hotel tak mempertemukan perempuan itu de-ngan Kembang. ”Kami khawatir wanita- itu hanya mengaku-aku,” kata Aris. Bela-kangan, setelah yakin perempuan itu ibu Kembang, Komnas mengizinkan anak dan ibu itu bertemu. Kepada Komnas dan ibunya, Kembang mengaku men-dapat uang Rp 200 ribu dari pria asing yang memperkosanya.
Kisah ini berawal ketika Kembang men-dapat tawaran dari temannya, sebut- saja Tini, 15 tahun, untuk bekerja di Jakarta. Kendati warga Desa Anjatan Baru, Indramayu, Jawa Barat itu setuju, ibunya tak mengizinkan. Sang ibu meng-anggap anak kedua dari tiga anaknya yang hanya bersekolah hingga kelas 5 SD itu terlalu kecil untuk bekerja. Apalagi di Jakarta.
Tini tak menyerah, dan meminta bantuan temannya, Seno. Teman inilah yang mendatangi rumah Kembang, dan meyakinkan ibunya bahwa anaknya akan men-dapat pekerjaan di Jakarta dengan gaji Rp 300 per bulan. Seno sukses.
Pada awal Maret lalu, Seno membawa- Kembang dan ibunya ke Jakarta. Oleh Seno, mereka diinapkan di sebuah ru-mah di Jalan Kebon Jeruk IX, Jakarta- Barat. Sepekan kemudian muncul se-orang pria, Dedi namanya.
Dedi menyatakan akan membawa- Kembang ke tempat kerja yang, ter-nyata-, ya ke Hotel Mercure itu. Lewat- sebuah pintu basement hotel, Dedi mengantar-kan Kembang ke sebuah kamar- di lantai- 10. Di situ seorang pria asing- sudah me-nunggu dan memberikan segepok uang kepada Dedi.
Dedi kemudian kembali menemui ibu Kembang, dan memberi perempuan itu uang Rp 1,4 juta. Tak lupa ia menitip pesan agar menjemput Kembang di Hotel Mercure.
KASUS pemerkosaan bocah di bawah umur itu kini ditangani Polda Metro- Jaya. Tapi sampai kini polisi belum membekuk pelakunya. ”Kami masih terus mengembangkan kasus ini,” kata pejabat sementara Kepala Satuan Remaja, Anak dan Perempuan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Agus Pranoto.
Polisi sudah memeriksa sejumlah kar-yawan Hotel Mercure. Kepada Tempo, petugas Hotel Mercure yang menemukan Kembang mengaku ketika itu tak bisa menahan pria asing yang memper-kosa Kembang. ”Kami tidak punya hak untuk itu,” katanya.
Kasus seperti yang dialami Kembang ini bukan yang pertama. Menurut Agus Pranoto, modus yang dilakukan pelaku memang mengiming-imingi pekerjaan. ”Di luar itu, ada juga yang memang tega menjual anaknya sendiri,” kata Agus.
Inilah yang dilakukan Kiani, seorang wanita asal Ciputat, Jakarta Selatan. Lantaran terbelit utang, ia memaksa anak perempuannya yang baru berumur- 14 tahun melacur. Pada Februari lalu polisi menangkap Kiani.
”Mereka bisa dijerat pasal 297 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang- mem-perdagangkan perempuan dan anak- laki-laki di bawah umur,” kata Agus. Hukuman bagi pelanggar pasal itu bisa hingga tujuh tahun penjara.
Sejauh ini, ujar Agus, polisi belum menemukan adanya jaringan besar yang mengaitkan para pedagang anak untuk dijadikan pelacur. Menurut Hamid Patilima, Koordinator Proyek Pencegahan Perdagangan Anak untuk Eksploitasi Buruh Anak dan Eksploitasi Seksual, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), jaringan pelaku penjualan anak memang sangat rapi.
Jaringan itu, kata Hamid, bekerja- dengan- sistem putus. ”Jika ada yang ter-tangkap, mereka tidak akan mem-be-ber-kan pelaku lainnya,” ujarnya. Ya-ya-sannya, kata Hamid, pada 2005 pernah- melakukan penelitian jaringan- ker-ja germo di Indramayu. Di daerah itu YKAI menemukan, justru orang terde-kat anak, termasuk orang tuanya, berpe-ran menjadikan anak mereka sebagai pe-lacur.
Lis Yuliawati, Ami Afriatni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo