Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dipetik Bintara Sidenreng

Seorang gadis belasan tahun mengadu diperkosa oknum polisi. Tapi delapan bintara lain ramai-ramai mengaku pernah menidurinya.

20 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUT saja namanya Melati. Parasnya terbilang biasa saja, tapi ia menarik hati banyak pemuda di tempat tinggalnya, di Pancarijang, Kabupaten Sidenreng Rappang, 185 kilometer di utara Makassar, Sulawesi Selatan. Melati, baru berusia 17 tahun, memang dikenal supel. Di sekolahnya, sebuah SMU negeri, ia menjadi andalan di tim basket, ikut Saka Bhayangkara, semacam polisi sekolah di bawah binaan Kepolisian Sektor (Polsek) Pancarijang, dan tercatat sebagai anggota pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) di tingkat kabupaten. Tapi itu dulu. Sudah sebulan ini ia tak lagi bersekolah. "Sekarang semuanya sudah hancur," kata Melati terisak-isak. Ternyata masa depannya baru saja direnggut paksa. Tersebutlah, pada Sabtu, 21 September lalu, Melati pergi ke pesta perkawinan Wakil Kepala Kepolisian Resor (Polres) Sidenreng di Pangkajene, tujuh kilometer dari Pancarijang. Sebagai anggota Saka Bhayangkara, ia diminta menjadi anggota barisan pagar ayu. Menjelang pesta usai, Brigadir Dua Mustafa mengajaknya jalan-jalan ke pos jaga markas Polres. Alasannya supaya bisa ngobrol lebih enak. Melati mengiyakan. Malam makin larut. Mustafa mengajak Melati ke rumahnya, di seberang Polres. Katanya, lagi ada acara. Lagi-lagi Melati termakan rayuan bintara muda itu. Setiba di rumah Mustafa, Melati mulai curiga. Tak ada orang di sana. Benar saja, Mustafa mulai gombal merayu, mengajaknya berhubungan badan. Melati menolak dan minta pulang. Tapi malang, malam sudah larut, tak ada lagi angkutan beroperasi. Kembali Mustafa membujuk supaya Melati menginap saja. Toh, katanya, dia harus piket malam. Seperti dicocok hidungnya, anehnya, Melati mengangguk lagi. Ia tidur di kamar Brigadir Dua Syamsukardi, teman serumah Mustafa. Tak lama setelah Mustafa pergi, Syamsukardi datang. Hanya sepuluh menit di sana, ia pergi lagi. Melati sendirian di rumah. Sekitar pukul dua malam, Syam balik lagi. Ia menggedor-gedor pintu kamar Melati, bilang cuma ingin mengambil jaket. Melati membuka pintu. Dan sedetik kemudian, Syam menerobos dan langsung melampiaskan nafsu binatangnya. "Saya meronta, berteriak, tapi percuma," ujar Melati tersedu-sedan. Pagi itu juga, diantar ibunya (ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil), Melati mengadu ke Polsek Pancarijang. Polisi memeriksanya sebagai pelapor sekaligus saksi korban. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang lalu diteken Melati, ia terang-terang mengaku diperkosa. Kejanggalan muncul saat perkara dilimpahkan ke provos Polres Sidenreng. Saat Melati diperiksa, belasan polisi lain, rata-rata berumur 20 tahunan, berbondong-bondong masuk ruangan dan menyebutnya sebagai perempuan gampangan. Delapan di antaranya bahkan mengaku pernah tidur dengannya. Melati menyangkal. Ia mengaku tak pernah bertemu dengan para polisi itu. Tapi BAP provos lantas menyimpulkan tak ada pemerkosaan. Hubungan badan itu dinilai suka sama suka. Melati hanya bisa menangis dan menolak menandatangani BAP. Pengacara Melati, Christina Joseph, dari Lembaga Bantuan Hukum dan Perempuan Indonesia, membantah tudingan itu. Christina yakin Melati telah diperkosa. Ia menduga pengakuan delapan polisi itu cuma muslihat supaya Syam dan Mustafa terhindar dari tuduhan. Christina mengajukan bukti: celana dan gaun ungu Melati yang koyak serta visum dokter. Indikasi lain, kediaman kliennya kini kerap disatroni orang tak dikenal. Karena itulah Melati kini disembunyikan di sebuah tempat yang dirahasiakan. Christina sendiri mengaku beberapa kali didesak polisi agar mundur teratur. Supaya lebih netral, perkara kini telah dioper ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan. Dua belas bintara yang disangka terlibat, termasuk Syam dan Mustafa, pun telah disel. Namun Kepala Reserse Polda Sul-Sel, Komisaris Besar Ahmad Abdi, baru menilai anak buahnya melanggar disiplin. Lebih jauh dari itu, ia minta semua pihak tak buru-buru menyimpulkan. "Semua perlu dibuktikan di pengadilan," katanya. Polisi, yang punya moto melindungi dan melayani, mesti sigap bekerja. Masyarakat Sidenreng tampaknya mulai tak sabar. Pekan lalu, 700-an warga berdemo di gedung parlemen dan markas polisi setempat, mendesak supaya kasus ini diusut tuntas. Iwan Setiawan, Syarief Amir (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus