Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bila Saksi Menjadi Terdakwa

Fendi, 22, yang semula jadi saksi dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan yap liong huat, pengendara sepeda motor tewas, berubah menjadi terdakwa. pihak penegak hukum menganggap wajar. (hk)

12 Oktober 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA ia diperiksa polisi sebagai saksi, dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa. Tapi, belakangan, karena penyebab kecelakaan tewas, pihak kejaksaan pekan-pekan ini menghadapkan dia sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. "Ini tindakan aneh dari kejaksaan dan baru pertama kali terjadi," ujar Pengacara Amin Arjoso, yang memprotes proses itu di pengadilan. Fendi, 22, karyawan sebuah perusahaan swasta, mengalami nasib nahas pada 4 November 1984. Malam itu, bersama dua orang temannya, ia meluncur di Jalan Mangga Besar dengan mengendarai sebuah mobil Colt, menuju Jalan Hayam Wuruk, Jakarta. Ketika menyeberangi perempatan Olimo - saat itu, menurut Fendi, lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau, sekelebat Fendi melihat dua sepeda motor meluncur dari arah Stasiun Kota. Belakangan diketahui sepeda motor itu dikendarai Yap Liong Huat, 21, dan temannya, Tjo Tek Wie. "Sepeda motor yang satu sempat lolos, tapi yang satu lagi, entah bagaimana, terasa menghantam kendaraan saya dan menimbulkan guncangan," ujar Fendi. Menurut Fendi, ketika ia turun dari kendaraannya, pengemudi sepeda motor itu telah tergeletak di aspal. Sementara itu, teman-teman korban, selain Tjo Tek Wie, katanya, masih beberapa lagi, kabur. Fendi mengaku langsung membawa korban ke Rumah Sakit Husada. Tapi jiwanya tidak tertolong. Sebagai pihak yang kena tabrak, Fendi merasa tidak bersalah sama sekali. "Setelah saya selidiki, Yap memang tukang kebut, dan suka berlomba dengan teman-temannya di jalan itu," ujar Fendi. Sersan Mayor (pol.) Budiman, yang menyidik kasus itu, dalam berita acara yang dibuatnya 21 Desember dan 27 Februari menyimpulkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kelalaian Yap Liong Huat, yang menerobos lampu merah dan kebut-kebutan di jalan raya bersama kawan-kawannya. Tapi hasil berita acara itu diprotes oleh ayah Mendiang, Suhendra Jafar. Dalam suratnya kepada Kapolri, Suhendra menuduh telah terjadi manipulasi perkara dalam pemberkasan kasus itu, sehingga anaknya dipersalahkan. Pihak kejaksaan, yang menerima kasus itu, Juga menolak berita acara polisi. Dalam suratnya, 11 Februari, Kepala Bagian Operasi Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, A. Sukardji Kusno, meminta polisi mengubah terdakwa dalam perkara itu dari Yap Liong Huat menjadi Fendi S. Sebab, tulis Sukardji, tersangka Yap Liong Huat sudah meninggal dunia. Polisi pun memenuhi permintaan itu. Dalam berita acara yang baru, tertanggal 22 Mei 1985, Serma Budiman menyimpulkan bahwa Fendi diduga juga dapat disalahkan dalam kecelakaan itu. Berdasarkan berita acara belakangan itulah kejaksaan membawa Fendi ke sidang. Di pengadilan, tim pengacara Amin Arjoso, M. Ali, dan Eddy Suparto, meminta hakim menolak tuduhan jaksa yang dibuat berdasarkan dugaan itu. Apalagi, katanya, kliennya tidak pernah diperiksa sebagai tertuduh. "Ia diperiksa sebagai saksi. Dalam status itu, ia berkewajiban memberikan keterangan yang benar. Padahal, kalau sebagai terdakwa, selain berhak didampingi pembela, ia bisa tidak menjawab pertanyaan pemeriksa," ujar Amin. TAPI eksepsi Amin itu ditolak majelis hakim yang diketuai Made Puspa Aryana. Menurut Made, dalam suatu kasus kecelakaan, adalah biasa kedua pihak menjadi terdakwa dan kedua pihak juga sebagai saksi untuk kasus masing-masing. "Jaksa juga berwenang meminta tambahan pemberkasan dari polisi," katanya. Bagaimana dengan pengubahan dari saksi menjadi terdakwa? "Itu saya tidak tahu dan bukan urusan saya. Yang pasti, di sidang tidak pernah saksi dijadikan terdakwa," ujar Made lagi. Ia menolak eksepsi pembela, katanya, bukan karena soal saksi menjadi terdakwa. "Tapi karena pembela sudah masuk ke materi perkara," katanya. Jaksa Hasan Kataren menolak menjelaskan kebijaksanaan instansinya. Tapi, kata sumber di situ, permintaan jaksa ke polisi agar Fendi dijadikan terdakwa karena pihak kejaksaan mendapatkan bukti-bukti baru. "Orang awam akan keliru mengira kami mengajukan saksi sebagai terdakwa, hanya karena yang semula menjadi terdakwanya sudah mati," ujar sumber itu. Bukti-bukti itu, kata sumber tadi, berupa saksi-saksi yang membenarkan Fendi masih berjalan walau lampu lalu lintas yang semula hijau berubah menjadi merah. Saksi yang dimaksud sumber itu adalah Tjo Tek Wie dan seorang tukang tambal ban di daerah itu. Kepala Polres Jakarta Barat, Letkol (pol.) Drs. M. Salim Siregar, yang mengaku baru lima belas hari menjadi pimpinan polisi wilayah itu, menganggap wajar perubahan berkas itu. "Sebab, polisi bisa salah tafsir, dan dengan petunjuk kejaksaan, kesalahan itu bisa diperbaiki. Contohnya kasus Nur Usman," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus