KASUS malapraktek dokter seperti piramida atau gunung es, tapi tak berpuncak. Banyak kasus malapraktek dokter, tapi tak seberapa yang diperkarakan. Dari yang tak seberapa pun hanya sedikit yang terungkap ke permukaan lewat berita. Dan yang sampai ke pengadilan bisa dihitung dengan jari tangan. Ujung-ujungnya, jarang terdengar ada dokter dihukum.
Berikut ini beberapa kasus malapraktek yang terungkap. Seorang wanita berusia 25 tahun kehilangan bayi pertamanya, yang tak bisa diselamatkan oleh operasi caesar yang terlambat. Dia juga mengalami pendarahan bila membuang air kecil. Itu gara-gara saluran kencingnya terpotong gunting bedah ketika kandungannya dioperasi di sebuah rumah sakit di Jakarta pada tahun 2001. Pihak rumah sakit meminta maaf, sementara si wanita ingin melupakan kejadian traumatis itu.
Di Jawa Tengah, sedikitnya ada lima kasus malapraktek sepanjang tahun 2001. Empat kasus terjadi di Semarang dan satu lagi di Pekalongan. Tiga kasus di Semarang diproses secara hukum, sementara satu kasus berujung perdamaian.
Kasus pertama menyangkut Sri Wahyuni Handayani. Istri Eko Tjiptotartono ini kehilangan bayinya, yang meninggal setelah dioperasi di Rumah Sakit Bersalin Bahagia, Semarang, pada 9 Juni 1991. Dia juga mengalami lumpuh selama dua tahun. Kini dia harus berjalan dengan kaki terseret-seret.
Namun, pada April 2001, gugatan Eko ditolak pengadilan. Nasib serupa terjadi pada gugatan Nyonya Ferial Ahmad terhadap rumah sakit yang sama. Pada kasus ini, janin yang dikandung Ferial meninggal akibat kegagalan operasi pada 21 Maret 2000.
Tak berbeda dengan dua kasus itu, gugatan Yusuf Yusmanto terhadap RS Panti Wilasa, Semarang, ditolak hakim. Yusuf menuding dokter di rumah sakit itu lalai dalam menangani putranya, Febrianti Iskak, yang sakit karena kekurangan darah merah (anemia), sehingga korban meninggal.
Gugatan tiga putra almarhum Yusuf terhadap RS Islam Siti Khodijah di Pekalongan malah berujung damai. Yusuf, yang terkena penyakit anemia, meninggal pada 2 Maret 2001 gara-gara menerima transfusi darah yang salah sewaktu dibedah. Tapi penggugat dianggap tak mampu menghadirkan saksi. Belakangan, penggugat menganggap kematian almarhum sudah takdir Allah.
Sementara itu, di Surabaya ada kasus Zulaicha, 37 tahun, yang lumpuh dan bisu. Penderitaan perempuan sarjana hukum itu terjadi setelah dia menjalani pemeriksaan CT-scan di RS Umum Daerah dr. Soetomo pada 1998. Orang tuanya, Nyonya Mursidah, lantas menggugat dan menuntut pidana pihak rumah sakit dan dokternya. Namun, hingga kini, nasib perkara itu tak jelas.
Di Banyuwangi, Jawa Timur, pada Januari 2001, pernah terjadi kasus malapraktek pertama akibat operasi tubektomi (pengikatan indung telur). Adalah Ummul Fadiyah, 38 tahun, yang menjalani operasi sterilisasi itu di RS Umum Daerah Blambangan. Nyawa ibu dua anak itu melayang. Dan menurut pihak rumah sakit, itu gara-gara korban mengalami alergi obat bius saat dioperasi.
Suami korban, Paeran, kemudian menggugat dokter pembedah almarhumah istrinya, pihak rumah sakit, serta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional selaku penyelenggara program tubektomi gratis. Namun, seperti halnya kasus Zulaicha, gugatan ini belum menunjukkan hasil.
Tentu masih banyak lagi kasus malapraktek di tempat lain. Yang jelas, belum pernah terdengar dokter dianggap lalai pada kasus malapraktek. Adakah gejala senada akan terjadi pada kasus malapraktek yang dilaporkan oleh pasangan Johan Aidar dan Efriani ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Rabu pekan lalu?
Johan-Efriani memerkarakan kasus kematian putrinya, Revianda Savitri, di RS Mitra Keluarga di Jatinegara, Jakarta Timur. Revianda, 6 tahun, meninggal sewaktu menjalani operasi amandel pada 26 Januari 2002.
Namun, Direktur RS Mitra Keluarga, dr. Rudy Cahyadi, menyatakan bahwa korban meninggal karena hal yang amat tak diduga, yakni alergi obat bius sewaktu hendak dioperasi.
Kedua pihak sempat mencoba berdamai, tapi gagal. Sebab, pihak rumah sakit hanya bersedia memberikan uang kompensasi Rp 50 juta, sementara keluarga korban menuntut Rp 400 juta.
Bandelan Amarudin (Semarang), Wens Manggut (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini