DEPARTEMEN Tenaga Kerja bisa juga menyidik seseorang hingga jadi terdakwa di meja hijau. Contohnya, Hakim Kustian Efendi dari Pengadilan Negeri Medan telah memvonis Nyonya Tio Kaso, 44 tahun, dengan hukuman denda Rp 10 ribu atau kurungan selama 7 hari pada 6 Maret silam. Padahal, yang menyidik Nyonya Tio itu adalah M. Purba, seorang pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Medan. Kewenangan menyidik itu nampaknya memang diatur dalam KUHAP mengenai istilah polisi khusus yang kemudian dikukuhkan SK Menteri Kesehatan pada 1980 lalu. Dalam SK itu memang disebut, Departemen Tenaga Kerja punya hak untuk menyidik kasus-kasus yang menyangkut perburuhan. Peradilan yang langka ini bermula ketika sebuah mesin boker membabat habis kelima jari tangan kanan Harisman, 28 tahun, pada 21 Januari 1988. Akibatnya, ia tak lagi bisa bekerja di pabrik plastik Timur Jaya Medan milik Nyonya Tio Kaso. Karena itu, ia pun menuntut santunan kecelakaan kerja. Nyonya Tio tentu saja menolak. Dia sudah membayar biaya pengobatan Harisman di rumah sakit sebesar Rp 700 ribu. Juga, korban yang baru 4 hari bekerja itu bukanlah pegawai Timur Jaya. Harisman, alasan Nyonya Tio, adalah buruh Budianto yang punya borongan di pabrik itu. Tak hilang akal, Harisman mengadu ke Dinas Tenaga Kerja Medan. Ternyata, dinas ini menilai si pengadu adalah karyawan Timur Jaya. "Kendatipun baru semenit bekerja di situ, ia berhak mendapat tunjangan kecelakaan," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Medan W. Simangunsong pada TEMPO. Tak ayal lagi, dinas ini segera menetapkan Nyonya Tio wajib membayar tunjangan cacat Rp 950.000. Penetapan berdasarkan UU Kecelakaan ini memang punya rumus baku untuk kasus seperti yang menimpa Harisman. Jika mengakibatkan cacat jari atau mata, misalnya, maka santunan dihitung: 30% dari upah per hari dikalikan 30 (hari) dan dikali lagi dengan 48 (bulan). Nah, dengan upah Rp 2.200 sehari, Harisman berhak memperoleh tunjangan Rp 950.000. Nyonya Tio sebenarnya sudah diingatkan supaya melunasinya sesuai dengan penetapan Departemen Tenaga Kerja itu. Karena pengusaha ini dinilai bandel, maka Simangunsong minta bantuan polisi untuk menghadirkan Nyonya Tio ke kantornya. Menurut dia, pengusaha ini telah melakukan tindak pidana, yakni ingkar membayar tunjangan kecelakaan itu. Ketika muncul, Nyonya Tio pun segera disidik. Maklum, di kantor itu memang ada 9 penyidik khusus yang diangkat Menteri Kehakiman. Sebelumnya, Harisman telah memberi kuasa kepada Pengacara Hamdani Harahap agar memperdatakan wanita itu ke meja hijau. Singkat kata, berita acara pemeriksaan Nyonya Tio yang dibuat Dinas Tenaga Kerja itu pun bergulir ke Polisi Kota Besar Medan, yang meneruskannya ke kejaksaan. Ternyata, dakwaan Jaksa Cut Nurlazimah yang menuduh Nyonya Tio melanggar UU No. 2/1951, makbul di meja hijau. Maklum, UU itu memang mengharuskan pengusaha bertanggung jawab atas buruhnya yang mendapat kecelakaan. Bersamaan dengan sidang pidana itu, Ayub selaku kuasa Nyonya Tio -- dalam sidang perdata -- sebenarnya sudah bersedia damai dengan membayar santunan Rp 500 ribu. Namun, jumlah itu dianggap Hamdani, kuasa korban, tak manusiawi. Sejak tak lagi bekerja, Harisman punya banyak hutang. Dalam kasus perburuhan seperti ini, pihak yang dirugikan -- sesuai dengan UU Tenaga Kerja -- memang bisa menyeret majikannya ke sidang peradilan pidana dan sekaligus ke perdata. Bahkan hasil pemeriksaan instansi Departemen Tenaga Kerja itu ternyata juga bisa dijadikan "bahan awal" -- dengan perantaraan polisi tentunya -- untuk membawa terdakwa ke sidang pidana. Bagaimana usaha Harisman di sidang perdata setelah berhasil menjebloskan majikannya di sidang pidana? Mungkin pekan-pekan ini pengadilan akan segera memberikan jawaban.Bersihar Lubis & Irwan E. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini