Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat vonis bebas Septia Dwi Pertiwi yang merupakan mantan pegawai PT Hive Five milik pengusaha Henry Kurnia Adhi alias Jhon LBF setelah sebelumnya dituntut satu tahun penjara atas kasus pencemaran nama baik.
“Menyatakan terdakwa Septia Dwi Pertiwi tersebut tidak terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana,” ungkap Majelis Saptono saat membacakan putusan terhadap Septi, di ruang sidang Ali Said Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Rabu, 22 Januari 2025.
Kasus Pencemaran Nama Baik atau Kebebasan Berpendapat?
Sebelumnya, Septia dilaporkan oleh Jhon LBF atas tuduhan pencemaran nama baik. Septia melayangkan kritik di media sosial X miliknya terhadap upah perusahaan di bawah UMR tempatnya dulu bekerja. Selain itu, Septia menyoroti adanya sistem upah lembur yang tidak pernah dibayarkan, pemotongan gaji sepihak, sampai pemberlakuan jam kerja yang melebihi 8 jam.
Atas laporannya tersebut, Septia dituduh lakukan pelanggaran Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) dan/atau Pasal 36 UU ITE, dan Pasal 51 Ayat (2), Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP ke Polda Metro Jaya.
Majelis hakim mengungkapkan bila Septia tidak bermaksud melakukan pencemaran nama baik atau merugikan pihak Jhon LBF. Atas pertanggungjawaban segala bukti berupa lima unggahan cuitan Septia di akun X miliknya bernama @septiadp, Septia harus dibebaskan dari segala dakwaan dan unsur pidana.
Kasus Septia dipandang sebagai momok terhadap pengungkapan penindasan kaum buruh yang harus dieksploitasi tanpa mendapat upah setimpal. Kebebasan berpendapat soal ketenagakerjaan dalam kasus Septia mendapat pembungkaman. Selain itu, kasus soal pencemaran nama baik yang membuat Septia mendekam di penjara karena terjerat UU ITE membuat banyak pihak bertanya-tanya soal penerapan delik kebijakan tersebut.
"Tetapi ada keinginan agar tidak ada karyawan lain merasakan hal yang sama,” kata Saptono. Pihak majelis hakim ingin hak, kedudukan, dan martabat Septia harus dipulihkan. Pengadilan akan membebaskan Septia dari segala biaya perkara dan membebankannya kepada negara.
Kebenaran Soal Delik Pencemaran Nama Baik
Sebelumnya, LBH Jakarta melihat adanya serangkaian kesalahan dalam penerapan delik sejak proses penyidikan hingga persidangan Septia.
"Septia telah menjadi korban kriminalisasi terhadap ekspresi pribadi yang sebenarnya disampaikan secara sah di ranah digital," ujar Fadhil dalam keterangan tertulis pada Selasa, 17 Desember 2024.
Menurut Fadhil, Septia dalam akun X pribadinya bukan tindakan yang dilarang di dalam ketentuan pembatasan hak asasi manusia (HAM). Septia bebas untuk berpendapat dan berekspresi di ruang publik. Pernyataan tersebut justru dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum HAM, baik nasional maupun internasional
Fadhil menjelaskan bahwa konstruksi dakwaan penuntut umum dalam sidang Septia mengandung kekeliruan fatal.
"Khususnya mengenai penerapan delik penghinaan atau pencemaran nama baik dan/atau fitnah, yang seharusnya menempatkan individu atau orang perseorangan sebagai korban dari delik tersebut," kata Fadhil.
Fadhil melanjutkan bahwa delik penghinaan atau pencemaran nama baik haruslah orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan. Oleh karena itu, delik-delik dalam kasus pelaporan Septia oleh Jhon LBF tidak dapat didakwakan dari awal.
Fadhil menilai pernyataan Septia dalam X dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi yang dialaminya sebagai buruh perempuan korban pelanggaran hak normatif. Pernyataan tersebut merupakan wujud pembelaan diri dan kepentingan umum dari praktik korporasi yang melanggar hak ketenagakerjaan buruh.
LBH Jakarta mendapati kehadiran relasi kuasa yang timpang antara Septia dan Jhon LBF selama persidangan. Untuk mengikis ketimpangan relasi kuasa, maka sudah seharusnya majelis hakim menjalankan proses persidangan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 terkait cara mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Alfitria Nefi P dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Komnas HAM Apresiasi Putusan PN Jakpus Bebaskan Septia Dwi Pertiwi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini