Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal penahanan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi gula. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan penahanan Tom Lembong sudah sesuai dengan Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Itu jawabannya soal penahanannya," kata dia saat dikonfirmasi pada Senin, 27 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasal 29 ayat (1) KUHAP mengatur pengecualian waktu penahanan karena tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 30 hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 hari," bunyi Pasal 29 ayat (2) KUHAP.
Harli mengatakan masa penahanan Tom lembong mulanya 20 hari untuk kebutuhan penyidikan. Kemudian diperpanjang selama 40 hari, sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) KUHAP. Lalu, diperpanjang lagi selama maksimal 60 hari sesuai Pasal 29 KUHAP.
"Karena ancaman pidananya lebih dari sembilan tahun, makanya bisa diperpanjang berdasarkan Pasal 29 KUHAP," tutur Harli.
Sementara itu ketua tim kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyoroti masa penahanan kliennya. "Udah tiga bulan lebih (ditahan)," katanya saat dikonfirmasi pada Senin.
Tom Lembong tercatat ditahan Kejaksaan Agung sejak Selasa, 29 Oktober 2024. Artinya, ia sudah mendekam di balik jeruji besi selama 90 hari.
Menurut Pasal 24 ayat (1) KUHAP, penahanan oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan hanya berlaku paling lama 20 hari. Ayat berikutnya menyatakan, apabila pemeriksaan belum selesai, penahanan tersebut dapat diperpanjang maksimal 40 hari.
Ari tak menampik, ada batasan penahanan tersangka untuk penyidikan. Menurutnya, penyidik Kejaksaan Agung sudah menggunakan jatah penahanan dari hakim. "Artinya mereka tidak profesional, menahan orang tapi bukti belum cukup dan belum siap," tutur Ari.
Sebelumnya pada Selasa, 29 Oktober 2024, penyidik Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi gula. Ia tak sendiri, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)/PT PPI Charles Sitorus juga terjerat kasus ini. Pada saat itu, Kejagung mengatakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 400 miliar menurut perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pada 5 November 2024, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal Tumpanuli Marbun menolak permohonannya pada 26 November 2024.
Dua bulan berselang, pada 20 Januari 2024, penyidik menetapkan sembilan tersangka baru dari pihak swasta. Mereka adalah TWN (Direktur Utama PT Angels Product); WN (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo/AF); AS (Direktur Utama PT Sentral Usahatama Jaya/SUJ); IS (Direktur Utama PT Medan Sugar Industri/MSI); PSEP (Direktur PT Makassar Tene/MT); HAT selaku (Direktur PT Duta Segar Internasional/DSI); ASB (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas/KTM); HFH (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur/BMM); dan ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama/PDSU).
Kejaksaan Agung mengatakan ada perkembangan terhadap kerugian negara akibat kasus. Menurut perhitungan BPKP, perhitungannya bertambah menjadi Rp 578.105.411.622,47 atau Rp 578 miliar.