Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dua miliar untuk artis

Gugatan empat artis yang dikirim ke jepang dikabulkan pengadilan negeri jakarta selatan. bagaimana nasib artis lainnya di sana?

19 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT artis yang menggugat PT Kharisma Arya Rinjani bersorak gembira. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu, mengabulkan gugatan keempat artis itu - Wiwiek Shepita, Rensi Milana, Ary Sugiharty, dan Ratna Madu. Pihak tergugat, Hidayat dan David A.R. Yasin, keduanya bos PT Kharisma, dihukum membayar ganti rugi Rp 500 juta untuk setiap orang, atau total Rp 2 miliar. PT Kharisma dikenal sebagai pengirim "artis" ke Jepang. Namun, saksi ahli dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta mengatakan, pengiriman tenaga kerja seperti itu melanggar hukum karena PT Kharisma tak punya izin. Ini menghancurkan dalil PT Kharisma, yang sebelumnya berlindung di balik kata impresariat, yang tak perlu izin dari Depnaker. Beberapa waktu lalu memang Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja, Ismail Soemaryo, menegaskan bahwa PT Kharisma tak punya izin. Keempat artis ini berlompatan gembira. Wiwiek Shepita, 23 tahun, penyanyi dangdut yang sudah melansir tiga album, tampak tenggelam dalam kegembiraan. Kalau saja Wiwiek dulu tak menyurati KBRI Tokyo, martabatnya tentu hancur di balik pintu bar Star Tanjou, dekat pelabuhan dan tambak ikan yang kumuh di Kagoshima, Fukuoka, 950 km barat daya Tokyo. Dalam kontrak selama enam bulan dengan gaji Rp 800 sebulan, ia disebutkan menjadi penari. Ternyata, tugasnya adalah menemani tamu berdansa, dan setiap lima menit dia harus mencium bibir tamu dan membiarkan dirinya digerayangi. Bila menampik, ia kerap ditampar tamu -- umumnya nelayan dan sopir. Wiwiek pernah dinaikkan ke atas meja oleh tamunya sambil digerayangi bagian pentingnya. "Kamu didatangkan untuk menjadi hostes, bukan artis," kata si empunya bar, Miyuki Nakashima, yang sering datang tengah malam ke kamar Wiwiek dan Rensi Milana. Terakhir, Wiwiek menggetok kepala tamu dengan botol karena tamunya memaksa tidur dengan imbalan 30.000 yen. Walhasil, Wiwiek digampar Nakashimasan. Sekarang ini, menurut sumber TEMPO di Tokyo, sedikitnya ada 64 "artis" Indonesia di pub dan klub malam di Jepang, yang menari jaipong, menyanyi dangdut, atau lainnya. Mudah-mudahan nasibnya tak seperti Wiwiek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus