Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mempertanyakan prosedur penggunaan senjata api pada peristiwa penembakan terhadap seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang pada Ahad dini hari, 24 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setidaknya ada dua peraturan kapolri (Perkap) yang mengatur penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian. Perkap No 1 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Selain itu ada Perkap 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip-prinsip HAM dalam tindakan Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pertanyaannya adalah apakah prosedur itu sudah dilakukan? Seberapa membahayakankah anak yang tawuran itu pada personel atau masyarakat, " katanya dalam keterangan tertulis pada Selasa, 26 November 2024.
Penggunaan senjata api harus melalui tahapan-tahapan tertentu, misalnya tembakan peringatan yg diarahkan ke udara, dan tembakan bukan untuk mematikan tetapi melumpuhkan atau menghentikan ancaman bagi personel maupun masyarakat.
"Dilarang menggunakan senjata api bila membahayakan masyarakat yang lain, atau beresiko salah sasaran," ucapnya.
Pernyataan sepihak dari kepolisian akan diragukan masyarakat karena bias kepentingan. Pihak eksternal harusnya segera terjun untuk melakukan investigasi untuk mendapat informasi atau bukti yg lebih obyektif. "Hal seperti itulah yang harus lebih dulu diinvestigasi," katanya.
Sesuai dengan Perkap 7 tahun 2022, ada sanksi ringan, sedang dan berat bagi pelanggar etik dan disiplin Polri. "Harusnya pelanggaran disiplin Polri yang mengakibatkan hilangnya nyawa anggota masyarakat harus diberi sanksi PTDH dan diproses pidana umum," tuturnya.
Sebelumnya, seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang tewas ditembak personel Satuan Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang pada Ahad dini hari, 24 November 2024.
Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar membenarkan peristiwa penembakan tersebut. Irwan mengklaim polisi terpaksa menembak korban karena melakukan perlawanan ketika anggotanya hendak melerai tawuran di Semarang Barat.
“Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, kemudian muncul anggota polisi, dilakukan upaya untuk melerai, namun kemudian ternyata anggota polisi informasinya dilakukan penyerangan sehingga dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan di Semarang, Senin, 25 November 2024.