SEJAWATNYA di TNI AU sampai kini masih banyak yang bertanya-tanya: benarkah Letnan Kolonel Steven Adam, 47, yang pernah menjadi pilot helikopter Presiden Soekarno itu seorang pimpinan sindikat narkotik. Pria kelahiran Ujungpandang, 5 Oktober 1936, itu tak hanya dikenal sebagai ayah yang hangat bagi ketiga anaknya. Ia juga seorang pemeluk Protestan yang taat, dengan gaya hidup sederhana. Hampir setiap hari ia pulang pergi naik kendaraan umum, dari rumahnya di Bogor ke tempat tugasnya di Sesau Jakarta yang berjarak sekitar 60 km. Meski begitu, "Dia tak pernah terlambat masuk kantor. Rajin dan hampir tak pernah mengeluh," kata Kolonel Penerbang J.L. Mundung, komandan Sesau (Sekolah Staf Angkatan Udara). Kesan yang sama diberikan oleh Letnan Kolonel Penerbang W.E. Tampubolon, rekan Steven yang dulu pernah sama-sama menjalani latihan kemiliteran di Margahayu Bandung. "Dia seorang yang bisa dibanggakan. Yang saya tahu persis, dia adalah seorang yang mau mengerti masalah kawan-kavannya," kata Tampubolon. Lepas menjalani pendidikan di Margahayu, pada 1960 Steven dikirim ke Cekoslovakia untuk mengikuti pendidikan penerbang. Tampubolon sendiri kemudian bertugas di Yogyakarta. Mereka bertemu lagi Februari 1982, ketika sama-sama ditempatkan di Sesau. Sekembali dari Cekoslovakia, Steven mendapat kepercayaan menjadi kopilot helikopter Presiden Soekarno. Namun, keluarga dan putra-putri presiden pertama RI itu, tampaknya, kurang mengenal Steven. "Setahu saya, dia itu baik. Kalau tidak baik, 'kan tidak bakalan dipakai," komentar Rachmawati Soekarnopueri pekan lalu. Dalam hal kedinasan, perwira menengah itu tampaknya memang baik. Setelah tak lagi menjadi piiot kepresidenan, misalnya, pada 1968 ia menikuti Sekolah Instruktur Penerbang yang dilanjutkan dengan Sekolah Ilmu Siasat, 1969. Tiga tahun kemudian, dengan pangkat mayor, la tercatat sebagai anggota kontingen Inonesia Garuda VII di Vietnam. Tahun berikutnya, 1979, ia menjadi kepala Dinas Operasi Lanuma Huscin Sastranegara Bandung, dan setahun kemudian, 1980, menjadi komandan lapangan udara Hasanuddin di kota kelahirannya, Ujungpandang. Baru pada 1982 ia ditarik ke Sesau. Jakarta. setelah mengantungi empat satyalencana, yaitu Satyalencana Kesetiaan VIII, Satyalencana Kesetiaan XVI, Satyalencana Wira Dharma, dan Satyalencana Santi Dharma. Kabar buruk tentang dirinya justru terdengar setelah kematiannya, saat ia sedang dipromosikan untuk menjadi atase militer di AS. Berbohongkah mereka yang menyebut nyebut Steven Adam sebagai seorang bos narkotik? Benarkah ia memang sudah lama melakukan bisnis sambilan itu dan berapa besar jaringannya? Sayang, ia tak lagi bisa ditanyai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini