Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dendam Bekas Klien

Raden Yusuf Ismail, 48, pengacara & Ketua Pusbadhi Deli Serdang dibunuh oleh Arbai, 28, bekas kliennya karena dendam. Pengacara itu juga telah mengawini bekas istri Arbai. (krim)

3 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIDORONG dendam lama, Arbai alias Bai, 28, menikamkan badiknya ke dada kiri Muhammad Raden Yusuf Ismail. Walau sudah ditolong di RS PTP II Tanjung Morawa (10 km dari Medan), hari itu juga, ketua Pusbadhi (Pusat Bantuan & Pengabdi Hukum Indonesia) Pos Lubukpakam, Deli Serdang, itu meninggal. Tikaman Bai tembus ke jantung orang yang pernah jadi pembelanya itu. Hari itu, 22 Oktober, Bai datang ke rumah Mawar di Desa Langau Sprang, Tanjung Morawa. Di situ Bai bertemu Raden Yusuf Ismail, pengacara yang mengawini bekas istrinya, Mawar. Masih di halaman rumah, Bai menyapa pengacara ini, "Halo Bang Mail. Apa kabar? Masih kenal sama Bai 'kan . . . .?" Raden, 48, menurut Bai, seperti menantangnya, menjawab, "Kenal. Mau apa kau rupanya?" Mendengar ucapan itu, Bai naik darah. "Dia kukejar dan kutinju. Tanganku beberapa kali kuhantamkan ke rahangnya," kata Bai. Ketika perkelahian makin seru, Mawar muncul. Tapi perempuan 25 tahun itu sempat diterjang Bai hingga tersungkur. Melihat Mawar tersungkur, Raden, ayah lima anak, mengambil sepotong kayu. Tapi rupanya Bai lebih tangkas menancapkan badiknya, yang sudah lama terselip di pinggangnya, ke dada lawannya. Meninggalkan Raden yang menggelepar bermandi darah, Bai kemudian mencucuk ban mobil Land Rover milik Raden. Selanjutnya Bai menghilang ke Desa Paya Itik, 10 km dari rumah Mawar. Di tempat persembunyian inilah Bai ditangkap setelah empat hari main kucing-kucingan dengan polisi Polsek Tanjung Morawa. "Biarpun sudah lama dendam, pembunuhan itu sama sekali tak kurencanakan sebelumnya," kata Bai kepada Amir S. Torong dari TEMPO. Berbeda dengan kesimpulan Letnan Dua J. Sibarani, 35, kepala Polsek Tanjung Morawa, yang memeriksa residivis yang sudah enam kali masuk penjara karena merampok di berbagai tempat itu - termasuk di Sigli, Aceh. Menurut Sibarani, mengutip seorang teman Bai ketika masih samasama di LP Tanjung Gusta, Medan, "Setelah keluar dari terali besi ini, aku akan berbuat sesuatu terhadap yang mengawini istriku tanpa permisi padaku," kata Bai seperti dikuup Sibarani. Arbai sangat mendongkol pada pengacara yang pernah kuliah sampai tingkat III di FH UGM, Yogya, itu. Raden, yang sejak 1968 buka praktek di Lubukpakam, kata Bai, tak menepati janji untuk meringankan hukuman kliennya, yaitu Bai. Karena merampok di Tebingtinggi dan Galang, Deli Serdang, Bai dihukum 4 tahun 2 bulan oleh Pengadilan Negeri Lubukpakam. Lalu ia dipindahkan ke LP Tanjung Gusta hingga bebas pada Juli 1983. Ketika mengurus hukumannya agar ringan, menurut Bai, uangnya habis lebih dari Rp 2 juta setelah menjual sawah dan barang-barang berharga lainnya. "Tapi bukan saja duit itu lenyap di tangan pengacara itu, malah istriku si Mawar dikawininya pula," ujar Bai, yang menikah dengan wanita itu pada 1975. Tapi, menurut Hawalina Lubis, 37, istri kedua Raden, residivis itu sudah menceraikan Mawar pada 1981 di Pengadilan Agama Tebingtinggi, Deli Serdang. "Waktu itu Arbai sedang menjalani hukuman 1 tahun di LP Lubukpakam," kata wanita beranak satu itu. Sedangkan Arbai sendiri, tambah Hawalina sudah punya istri baru, Basrah, yang berusia 16 tahun. Hartanya, yang dikatakan Bai dijual untuk membiayai agar hukumannya ringan, menurut Hawalina lagi, disita yang berwajib dan bukan dimakan Raden. "Sebab, harta itu berasal dari kejahatannya. Arbai tak punya kerja lain selain merampok," kata Hawalina. Mawar mengaku pada A. Harris Nasution dari TEMPO, ia sudah bercerai dengan Bai ketika lelaki yang tak memberinya anak ini berada di LP Lubukpakam. Tapi, menurut Arbai, "Mawar belum sah kuceraikan. Cerainya tanpa se pengetahuan dan izinku sekeluarga." Raden, yang kabarnya mempunyai empat istrl itu, memkahi Mawar pada 1981 -persis setelah urusan cerainya dengan Arbai beres di Pengadilan Agama Tebingtinggi. Mereka belum punya anak sampai lelaki ini mati ditikam Bai. "Sejak perkawinannya dengan Mawar, hubungan saya dengan suami saya agak renggang. Tetapi setelah setahun mereka menikah, suami saya lebih sering di rumah saya," kata Hawalina. Sebelum pembunuhan itu terjadi, pada 19 dan 20 Oktober Mawar mencari Raden ke rumah madunya yang kedua. Kata Mawar ibunya, Siti Sara, 40, sedang sakit. Tapi Raden baru 22 Oktober menjenguk mertuanya. "Ternyata, ibunya tidak sakit. Tapi malah suami saya dibunuh Arbai," ujar Hawalina Lubis, sambil menahan tangis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus